Konflik Tambang di Panceng : Cuan, Lingkungan, dan Lemahnya Penegakan Hukum

Reporter : -
Konflik Tambang di Panceng : Cuan, Lingkungan, dan Lemahnya Penegakan Hukum
Ekscavator yang diamankan di tambang di Panceng. (foto : ist)

Potensi pertambangan di Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, ibarat gadis molek yang membuat mata tak berkedip untuk memandangnya. Banyak yang pengusaha melirik, dan mereka saling sikat dan sikut untuk memilikinya. Namun sedikit sekali yang mau melegalkannya.

Selain karena ribet, melegalkan usaha tambang di Panceng juga tidak murah. Karena disitu ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya ialah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi hingga IUP Operasi Produksi. Selain itu, ada dana yang harus disetor ke kas negara sebagai jaminan reklamasi (jamrek). 

Baca Juga: Hukuman Edi Kopral, Penambang Ilegal di Kabupaten Gresik Dikorting Separuh dari Tuntutan

Kendala lain ialah status lahan. Di Kecamatan Panceng, lokasi pertambangan ada yang lahan milik negara, sebagian lagi milik perorangan dan perseroan. Makanya, banyak pelaku nekat menjalankan usaha meski tanpa mengantongi perizinan usaha pertambangan. Bekal mereka cuma mengondisikan berbagai pihak yang bisa memicu terhalangnya usaha pertambangan tersebut. Seperti oknum Kepala Desa dan beberapa pihak lain.

Selama bertahun-tahun, kegiatan usaha pertambangan di Panceng berjalan. Tidak ada upaya hukum dari Kepolisian maupun Satuan Polisi Pamong Praja (PP). Pun demikian dengan Inspektorat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Kalaupun ada grebekan oleh aparat penegak hukum, hasilnya ibarat "seremoni" tanpa proses hukum lebih lanjut. Jadi tidak heran, area yang dieksploitasi oleh penambangan menyisakan kerusakan lingkungan yang melebihi batas toleransi. Lubang dengan kedalaman hingga puluhan meter tampak di area tambang yang berada di Desa Banyutengah, Desa Ketanen, dan Desa Pantenan. Bahkan, tower penyangga kabel listrik atau SUTET terancam roboh karena lahan yang digali berjarak dekat dengan berdirinya SUTET.

Tidak ada kewajiban bagi penambang untuk melakukan reklamasi, karena beberapa yang melakukan usaha pertambangan tidak punya izin. Sedangkan pelaku usaha yang telah mengurus izin di wilayah Kecamatan Panceng, diantaranya :

1. PT Ranggalawe Mahkota Energi

- Izin : WIUP

- Luas : 76,76 ha

- Komoditas : batu gamping untuk industri

- Lokasi : Desa Pantenan dan Desa Ketanen

2. PT Dino Joyo Mulyo 

- Izin : WIUP

- Luas : 39,79 ha

- Komoditas : batu gamping

- Lokasi : Desa Ketanen

3. PT Mahsun Jaya Onyx Bawean

- Izin : WIUP 

- Luas : 8,60 ha

- Komoditas : batu gamping untuk industri

- Lokasi : Desa Dalegan, Desa Prupuh, Desa Campurejo.

4. CV Berkat Abadi Gemilang 

- Izin : IUP Eksplorasi

- Luas : 37,12 ha

- Komoditas : dolomit 

- Lokasi : Desa Banyutengah, Desa Ketanen, dan Desa Pantenan.

5. PT Artha Keluarga Sejahtera

- Izin : WIUP

- Luas : 5,67 ha

- Komoditas : dolomit 

- Lokasi : Panceng

6. PT Batuan Tuban Energi Indonesia

- Izin : IUP Eksplorasi

- Luas : 9,14 ha

- Komoditas : clay

- Lokasi : Desa Prupuh

7. PT Manggala Bumi Putra

- Izin : IUP Eksplorasi

Baca Juga: Miris ! Penambang Ilegal di Kabupaten Gresik Dituntut Ringan

- Luas : 98,55 ha

- Komoditas : batu gamping

- Lokasi : Desa Prupuh 

Terkhusus pelaku penambangan tanpa izin, baik Polda Jawa Timur maupun Polres Gresik pernah mendatangi lokasi penambangan di wilayah Kecamatan Panceng. Namun, penanganan secara hukum mengalami antiklimaks. Penambang terus menjalankan usahanya. Puluhan alat berat digunakan untuk mengeruk material tambang. Didukung oleh ratusan dump truk kapasitas 10 hingga 30 kubik untuk angkutannya.

Material tambang tersebut dikirim ke lahan di kawasan industri Manyar, Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Kabupaten Gresik. Sebagian lagi dikirim ke wilayah lain. Material berupa tanah limestone dan lainnya.

Melempemnya kinerja Kepolisian di jajaran wilayah Jawa Timur menindak pertambangan ilegal di wilayah Panceng membuat Mabes Polri gregetan. Berbekal informasi dan pengaduan dari masyarakat, Tim dari Mabes Polri Melalui Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dit Tipidter) Bareskrim Polri kemudian menurunkan personilnya turun ke lokasi tambang di Kecamatan Panceng, pada Jumat (12/1/2024).

Dalam operasi penggrebekan itu, beberapa orang pekerja diamankan termasuk 19 unit alat berat di lokasi tambang dipasang garis polisi. Dan 7 unit ekscavator dititipkan di gudang dekat Jalan Raya Panceng. Penyelidikan pun dilakukan. Sejumlah terduga pelaku dipanggil. Mereka diinterogasi di Polsek Panceng. Namun, bos tambang ada yang mengabaikannya.

Geram karena panggilannya merasa diabaikan, Tim dari Dit Tipiter Bareskrim Polri menjemput paksa terduga pelaku pada Jumat malam (16/2/2024). Dua orang diamankan, yaitu HE alias Edi Kopral dan Safik. Kedua penambang tersebut dijemput paksa Polisi dari rumahnya di Desa Banyutengah, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik.

Sebelumnya, Tim Dit Tipidter Bareskrim Polri menangkap bos tambang inisial D.

Inisial D, Edi Kopral, dan Safik disebut melakukan penambangan di wilayah Desa Pantenan, Desa Ketanen,  dan Desa Banyutengah.

Kapolsek Panceng, Iptu Nasuka membenarkan penggrebekan lokasi tambang ilegal di wilayah hukumnya oleh Bareskrim Polri. Dia hanya meminjamkan tempat penyelidikan oleh Tim Bareskrim Polri. Namun, dia tidak tahu tentang materi pemeriksaan yang dilakukan Tim Bareskrim Polri.

"Kejadiannya sekitar Januari, kami tidak tahu detail, Polres juga tidak tahu. Kami disini sifatnya hanya meminjamkan ruangan untuk pemeriksaan. Terkait detailnya silakan tanya langsung ke Bareskrim,” kata Nasuka, Rabu (21/2/2024).

Iptu Nasuka mengungkapkan, 2 dari 3 tersangka tidak kooperatif saat mendapat panggilan Bareskrim Polri. Makanya, dilakukan penjemputan paksa terhadap 2 orang tersebut.

“Saya kurang paham terkait penangkapan, memang 2 orang itu (Edi Kopral dan Safik) sudah dibawa ke Jakarta sama Bareskrim,” ungkapnya.

Kepala Bareskrim Polri, Komjen Wahyu Widada, belum membalas permohonan keterangan yang disampaikan oleh wartawan Media Lintasperkoro.com terkait penggrebekan dan penangkapan sejumlah orang di lokasi tambang di Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik.

Namun, penggrebekan yang dilakukan oleh Dit Tipidter Bareskrim Polri terus dilakukan pendalaman. Tidak hanya penambang yang dimintai keterangan. Informasinya, 3 kepala desa (Kades) turut dipanggil dan dimintai keterangan oleh Bareskrim Polri. Tiga Kepala Desa tersebut ialah M Rofik (Kepala Desa Ketanen), Mohamad Ilmin (Kepala Desa Pantenan), dan Fadloli (Kepala Desa Banyutengah). 

Tiga Kepala Desa tersebut dimintai keterangan oleh Tim Bareskrim Polri di Polsek Panceng pada Jumat malam (12/01/2024). Permintaan keterangan terhadap 3 orang kepala desa tersebut berkaitan dengan uang kompensasi dari penambang ilegal yang dikategorikan pungutan liar (pungli).

M Rofik tidak menyangkal dirinya dimintai keterangan oleh Tim Bareskrim Polri. Menurut Rofik, dirinya diperiksa terkait adanya uang tarikan Portal dan retribusi material yang didapat dari aktivitas truk penambang yang melewati wilayah Desa Ketanen.

"Sebenarnya pada saat penggrebekan, tambang yang masuk wilayah Desa Ketanen itu sedang tidak beroperasi. Saya ikut dipanggil dan dimintai keterangan setelah para pekerja tambang selesai diperiksa," kata M Rofik dikantornya, Rabu (21/2/2024).

Baca Juga: Terungkap 2 Perusahaan yang Beli Material dari Tambang Ilegal di Desa Pantenan

Diakui Rofik, uang tarikan portal yang dipungut ke penambang sebesar Rp 30 juta per bulan.

"Iyaa pungutan itu memang ada, kalau nominalnya tidak lebih dari Rp 30 juta, itupun dikelola oleh Bumdes," pengakuan M Rofik dilansir Mitrabarata.

Kepala Desa Banyutengah, Fadloli juga mengaku jika pihaknya memungut uang portal ke penambang. Besarannya Rp 25 ribu untuk truk besar dan Rp 10 ribu untuk truk kecil. Uang itu dipungut per ritase. 

Karena pungutan itu, dia pun dimintai keterangan oleh Bareskrim Polri di Polsek Panceng.

"Saat diperiksa Bareskrim saya mengakui bahwa memang ada pungutan biaya portal untuk kendaraan tambang yang lewat di wilayah kami. Saat diperiksa di Mapolsek, jujur saya masih belum paham kenapa retribusi atau pungutan itu dianggap sebagai pungutan liar oleh penyidik. Saya sendiri juga tidak tahu yang disebut pungli itu seperti apa. Terkait nilai pungutan portal, itu jawaban saya ke penyidik. Saya itu pernah tanya ke pelaku yang menarik pungutan portal disana, 'Feb oleh piro, dijawab oleh 120 (Rp 120 juta) pak. Lah ternyata nilai itu bukan nilai pungutan portal selama sebulan tapi nilai total pungutan portal selama 4 bulan, bukan sebulan segitu," jelasnya.

Pungutan serupa juga terjadi di Desa Pantenan. Pemerintah Desa Pantenan juga memungut biaya portal dari setiap unit kendaraan penambang yang melintas wilayah Desa Pantenan. Padahal, lahan yang ditambang adalah tanah milik Negara bukan aset tanah desa. Besaran pungutannya kurang lebih sama dengan 2 Desa Banyutengah dan Desa Ketanen.

Seorang narasumber Media Lintasperkoro.com menjelaskan, dua pembang bernama Edi Kopral dan Safik telah jadi tersangka dugaan penambangan tanpa izin. Sedangkan status 3 orang Kepala Desa masih dalam proses penyelidikan. 

"Ada pihak yang melapor ke Bareskrim Polri. Diduga kuat, ada pengondisian supaya penambang ilegal di Panceng ditindak. Itu dari awal semacam skenario. Setelah ditindak, maka lahan yang belum berizin akan diurus izinnya oleh pihak yang dikenal mafia tambang dari Tuban tersebut," kata sumber Media Lintasperkoro.com.

"Jadi, tambang-tambang ilegal di Panceng disikat semua. Nanti mereka masuk untuk urus izin IUP galian c di wilayah Panceng seluas 600 ha. Dia akan plotting luas tambang tersebut. Yang sudah terbit IUP sekarang di bawah 10 ha. Tapi bukan di lahan galian c yang ditutup sekarang, itu lahan milik orang Lamongan. IUP-nya sudah turun, dan kerja sudah 1 bulan ini. Tapi kemarin, didemo oleh warga Panceng karena merusak akses jalan desa sebagian. Terus warga yang punya sawah di kanan kiri jalan yang dilewati kendaraan tambang, komplain karena kerusakan jalan, kena dampak debu, dan sebagainya," jelasnya.

Demo yang dilakukan warga Desa Banyutengah dengan memblokade pintu masuk galian C dan menggeruduk Balai Desa Banyutengah pada Rabu siang (28/2/2024), mulai jam 08.00 WIB dan selesai sekitar 11.30 WIB.

Warga demo karena kendaraan pengangkut tambang berukuran besar maupun kecil yang keluar masuk lokasi galian C menyebabkan akses jalan pertanian rusak parah. Apalagi sudah ada petani yang menjadi korban terjatuh saat melintas karena truk tidak mau mengalah.

Warga menuntut, penambangan galian C yang diketahui milik warga Paciran, Kabupaten Lamongan tersebut diberhentikan. Aktivitas truk pengangkut galian C tersebut memanfaatkan akses jalan Desa Banyutengah dengan membayar kompensasi sebesar Rp 15 juta ke pihak Desa Banyutengah.

Salah satu warga Desa Banyutengah yang ikut demo, Ahmad Hafidzul Khoir (32 tahun) berkata, penambang dikabarkan memanfaatkan akses jalan pertanian di Desa Banyutengah dengan membayar Rp15 juta ke pihak desa tanpa diketahui Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Akses jalan yang dilintasi truk tambang sepanjang 30 meter dengan lebar sekitar 4 sampai 5 meter.

“Hasil kesepakatan warga, pihak Kepala Desa dan pemilik galian C sepakat aktivitas galian C diberhentikan untuk sementara,” kata dia.

Kepala Desa Banyutengah Fadloli mengatakan, aktivitas Galian C itu disebutkannya sudah berizin. Namun, Fadloli tidak tahu jenis izin yang dimiliki penambang.

"Tanah 30 meter akses jalan belum bisa dibebaskan dan akhirnya pinjam tanah desa. Jika nantinya sudah bisa dibeli atau bisa direalisasikan atas pembelian tanah yang 30 meter tersebut, akan kembali dan memakai tanahnya sendiri. Memang benar terkait pihak galian C melakukan penyewaan Rp 15 juta ke pihak Desa,” terangnya.

Fadloli juga mengungkapkan, terkait hasil pertemuan dengan warga, kesepakatannya akan dilakukan rembukan kembali bersama pihak-pihak terkait untuk melakukan pengukuran terkait jalan.

“Aktivitas galian C diberhentikan sementara. Yang biasa berkomunikasi dengan saya untuk pemilik galian C, pak Rofik, warga Sentul, Paciran, Lamongan,” jelasnya. (ins/adi)

Editor : Syaiful Anwar