Polda Jateng Membongkar Praktik Tambang Pasir Ilegal di Desa Bandungan
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (DitReskrimsus) Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng), menggrebek lokasi tambang pasir di Desa Bandungan, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, pada 6 November 2024. Diketahui, tambang jenis pasir tersebut dikelola oleh PT Sakelar Jaya Abadi.
Direktur Reskrimsus Polda Jateng, Kombes Arif Budiman, pihaknya melakukan penindakan tambang ilegal setelah memperoleh informasi dari masyarakat. Saat tiba di lokasi tambang, petugas menemukan bahwa aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT Sakelar Jaya Abadi terbukti berada di luar koordinat konsesi yang telah ditetapkan dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang dimiliki perusahaan.
Baca Juga: Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah Tetapkan 1 Tersangka Penimbunan Solar Ilegal
Pasir dan batu (sirtu) yang dihasilkan dari tambang PT Sakelar Jaya Abadi dijual ke beberapa depo di Kabupaten Klaten. Selain itu, terdapat pembeli yang datang langsung ke lokasi tambang.
Harga jualnya untuk pasir mencapai Rp 550 ribu dump per truk, sementara batu dihargai Rp 350 ribu dump per truk.
Baca Juga: Ditreskrimsus Polda Jateng Harus Tanggap Atas Laporan Masyarakat
Dalam giat penggrebekan itu, Ditreskrismsus Polda Jateng mengamankan barang bukti berupa dua unit ekskavator, alat pengayak pasir, buku pencatatan penjualan, nota pembelian, serta dokumen izin usaha pertambangan. Kemudian lokasi tambang ilegal tersebut dipasang garis Polisi.
"Kami juga telah meminta keterangan dari sejumlah saksi, baik dari pihak perusahaan maupun saksi ahli dari ESDM Wilayah Merapi Provinsi Jateng guna memperkuat bukti-bukti yang ada. Kami masih terus mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap lebih jauh praktik tambang ilegal ini," pinta Arif, Senin (18/11/2024).
Baca Juga: Sembilan Sasaran Prioritas Operasi Zebra Candi 2023 di Polda Jateng
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto, mengatakan penindakan tersebut merupakan bukti nyata komitmen kepolisian yang tegas kepada setiap aktivitas ilegal yang tidak hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga berpotensi merusak kelestarian alam. (*)
Editor : Bambang Harianto