Untuk memperkuat partisipasi publik dan pelindungan hukum bagi pejuang lingkungan hidup, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) nomor 10 Tahun 2024 tentang Pelindungan Hukum bagi Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat.
Permen LHK ini merupakan peraturan pelaksana upaya perlindungan terhadap pejuang lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 66 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur bahwa “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.
Baca juga: Akhir Pelarian 3 Bulan: DPO Tersangka Perusakan Cagar Alam Faruhumpenai Ditangkap
Lingkungan hidup yang Baik dan Sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusi setiap orang sebagaimana diatur dalam Pasal 28 huruf h ayat (1) UUD 1945. Untuk itu, publik harus berpartisipasi dan memperjuangkan hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat.
Akan tetapi mengingat berbagai tantangan dan adanya tindakan pembalasan yang dilakukan terhadap pejuang lingkungan hidup yang baik dan sehat, maka diperlukan langkah-langkah efektif untuk memperkuat partisipasi publik dan melindungi para pejuang lingkungan hidup.
Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK mengatakan bahwa Permen LHK ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk lebih memperkuat partisipasi publik dan langkah-langkah pelindungan terhadap para pejuang lingkungan hidup dari tindakan-tindakan pembalasan terhadap orang yang memperjuangkan lingkungan Hidup yang baik dan sehat dapat berupa:
a. pelemahan perjuangan dan partisipasi publik berupa ancaman tertulis; ancaman lisan; kriminalisasi; dan/atau kekerasan fisik atau psikis yang membahayakan diri, jiwa, dan harta termasuk keluarganya;
b. somasi;
c. proses pidana; dan/atau
d. gugatan perdata.
Rasio Ridho Sani menambahkan bahwa pelindungan terhadap pejuang lingkungan hidup juga telah diatur melalui Pedoman Kejaksaan Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.
Baca juga: Gakkum KLHK Tahan EL, Tersangka Kebun Sawit Ilegal
"Kami mengapresiasi upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung untuk melindungi pejuang lingkungan hidup. Dengan adanya Permen LHK Nomor 10 Tahun 2024 ini akan lebih memperkuat upaya partisipasi publik dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," katanya.
PermenLHK Nomor 10 Tahun 2024 sebagai instrumen awal serta bertujuan untuk mencegah adanya upaya pembalasan dari pelaku pencemar/ perusak lingkungan hidup dan memastikan setiap pejuang lingkungan mendapatkan haknya dalam proses hukum.
Sebagaimana Pasal 2 ayat (2), Pelindungan hukum diberikan terhadap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup, yakni baik kepada orang perseorangan, kelompok, organisasi lingkungan hidup, akademisi/ahli, masyarakat hukum adat ataupun badan usaha yang berperan dalam perlindungan lingkungan hidup.
Bentuk perjuangan yang dimaksudkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Permen LHK ini, yakni kegiatan yang bertujuan mewujudkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, antara lain berperan aktif dalam penyelenggaraan pendidikan, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal; memberikan informasi dugaan pelanggaran lingkungan hidup; mengajukan usul, pendapat dan/atau keberatan pada instansi pemerintah terhadap kegiatan yang diduga menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup; menyampaikan pengaduan lingkungan hidup; menyampaikan penolakan keberadaan rencana usaha ataupun usaha eksisting yang diduga dapat menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup; melaksanakan advokasi masyarakat yang terkait perlindungan lingkungan hidup.
Adapun bentuk pelindungan hukum yang diberikan kepada pejuang lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) PermenLHK ini terdiri atas pencegahan dan penanganan terjadinya tindakan pembalasan. Pencegahan dapat dilakukan melalui pengembangan kapasitas bagi aparat penegak hukum, pembentukan forum aparat penegak hukum bersertifikasi lingkungan, koordinasi dengan pemerintah daerah, pembentukan jaringan komunikasi antar penegak hukum, pemerintah daerah, dan instansi terkait, serta pembentukan paralegal lingkungan.
Baca juga: Gakkum KLHK Limpahkan Perkara Pembukaan Kawasan Hutan Ilegal di Kabupaten Donggala
Sedangkan penanganan terkait tindakan pembalasan dilakukan dengan menetapkan kasus tersebut sebagai tindakan pembalasan melalui penerbitan Keputusan Menteri LHK dan pelindungan hukum.
Untuk menilai apakah kasus tersebut merupakan tindakan pembalasan atau tidak, sebagai dasar untuk menyetujui permohonan pelindungan hukum, Menteri LHK membentuk Tim Penilai Penanganan Tindakan Pembalasan yang berjumlah ganjil dan paling sedikit 7 (tujuh) orang, terdiri atas berbagai unsur, seperti dari KLHK, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, terkait, pemerintah daerah, dan akademisi/ahli.
Bentuk perlindungan hukum dilakukan oleh Menteri LHK dengan menyampaikan keputusan Menteri mengenai Tindakan Pembalasan kepada aparat penegak hukum dan pemohon serta pemberian jasa bantuan hukum atas tindakan pembalasan berupa somasi dan gugatan perdata.
"Adanya peraturan ini, kami berharap partisipasi publik dalam memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat akan lebih meningkat dan efektif. Dengan terlindunginya pejuang-pejuang lingkungan, sinergi antara aparat penegak hukum dan pembela lingkungan dapat terjalin dengan baik, tanpa kekhawatiran akan tindakan pembalasan yang dapat menghambat proses penegakan hukum dan memperlemah partisipasi publik dalam memperjuangkan lingkungan hidup tersebut," ujar Rasio.
Rasio juga menyatakan bahwa untuk meningkatkan efektivitas pelindungan terhadap para pejuang lingkungan hidup, pihaknya akan berkoordinasi dengan lembaga otoritas yang memiliki wewenang dalam pelindungan warga negara, seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan Komisi Nasional Perempuan serta dengan Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung RI. (*)
Editor : Syaiful Anwar