Sulasno Tipu Banyak Orang dengan Modus Bantuan dari Dipenda Lumajang
Sepak terjang Sulasno (47 tahun), warga Desa Randuagung, Kabupaten Lumajang, menipu dengan menyamar sebagai Staf Dinas Pendapatan (Dipenda) Kabupaten Lumajang akhirnya terhenti di ujung jeruji besi. Dia divonis pidana penjara selama 2 tahun 10 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lumajang pada Kamis, 11 Desember 2025.
Sidang vonis dipimpin oleh Armansyah Siregar selaku Ketua Majelis Hakim. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan Terdakwa Sulasno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan sebagai perbuatan berlanjut. Sulasno terbukti melanggar Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 64 KUHP.
Majelis Hakim memvonis Sulasno lebih tinggi dari tuntutannya. Sulasno sebelumnya dituntut dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan.
Ada 3 korban dari Sulasno, yang terperdaya menyerahkan sejumlah uang dengan harapan bisa mendapatkan bantuan. Namun, bantuan tersebut tidak ada. Para korban ialah Sareh, Sati, dan Titik.
Untuk korban Sareh, kejadian pada Selasa, 5 Agustus 2025 sekira pukul 14.00 WIB bertempat di rumah Sareh, di Dusun Sido Mulyo, Desa Tunjung, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang.
Sulasno datang ke rumah Sareh sendirian dan mengaku sebagai petugas dari Pemerintahan Kecamatan Gucialit dengan menunjukkan kartu identitas dengan nama Jainal Abidin sebagai Staff Dipenda Lumajang, serta menggunakan Pin Korpri pada baju yang digunakan.
Kemudian Sulasno bertanya, “Apakah sudah menerima bantuan dari Pemerintah ?”
Dijawab oleh Sareh tidak pernah. Dilanjutkan dengan Sulasno menjelaskan, “Saya bisa membantu agar bisa mendapatkan bantuan dari Pemerintah berupa uang tunai senilai Rp2.500.000 dan beras sebanyak 10 kg per bulan dengan syarat harus membuat rekening Bank dengan biaya Rp 1.000.000, yang nantinya akan digunakan untuk menerima uang bantuan dari Pemerintah tersebut, serta akan menerima kartu auto teller machine (ATM) yang di dalamnya sudah berisikan saldo dan beras dari Pemerintah.
Keesokan harinya pada pukul 08.00 WIB yang dilanjutkan dengan Sulasno meminta Kartu Identitas berupa Kartu Keluarga (KK). Selain itu, Sulasno menunjukkan beberapa Kartu Keluarga beserta uang tunai milik orang lain yang menurut keterangan Sulasno, jika orang lain tersebut telah mendaftar untuk mendapatkan bantuan juga.
Setelah Sareh mendapatkan penjelasan dari Sulasno, Sareh menyerahkan fotokopi KK miliknya dan menyerahkan uang tunai senilai Rp 1.000.000. Sareh juga mendaftarkan adiknya yang bernama Sayu, sehingga Sareh memberikan lagi uang senilai Rp1.000.000, sehingga total yang Sareh berikan senilai Rp. 2.000.000.
Hingga saat ini, Sareh dan adiknya yang bernama Sayu tidak pernah mendapatkan bantuan apapun dari Pemerintah. Sulasno juga tidak memberikan ATM sesuai apa yang dijanjikan sebelumnya.
Sulasno mengaku dari pihak Kecamatan Gusialit sehingga Sareh mempercayai apa yang dijanjikan Sulasno dan menyerahkan uang milik tersebut.
Korban kedua ialah Sati. Pada Senin, 11 Agustus 2025 sekira pukul 11.00 WIB bertempat Dusun Sido Mulyo, Dusun Sumberdadi, Desa Pakel, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang, tepatnya dirumah Sati.
Sulasno datang ke rumah Sati sendirian dan mengaku sebagai petugas dari Pemerintahan Kecamatan Gucialit dengan menunjukkan kartu identitas dengan nama Jainal Abidin sebagai Staff Dipenda Lumajang, serta menggunakan Pin Korpri pada baju yang digunakan.
Sulasno menyampaikan, Sati akan mendapatkan bantuan dari Pemerintah berupa uang tunai senilai Rp 2.500.000 dan beras sebanyak 10 kg per bulan dengan syarat harus membuat ATM yang akan dibuatkan oleh Sulasno. Namun Sati harus menyerahkan identitas berupa KTP/KK yang akan dipergunakan untuk administarasi pembuatan ATM dan juga harus menyerahkan uang guna mengisi saldo di ATM tersebut.
Selain itu, Sulasno menjanjikan akan langsung membuatkan ATM dan mengantarkan kerumah pada sore harinya, serta kemudian keesokan harinya akan mendapatkan uang dari pemerintah senilai Rp 2.500.000, yang akan otomatis langsung masuk ke ATM yang telah dibuatkan Sulasno. Dan juga beras seberat 10 Kg akan datang keesokan harinya dan saksi harus mengambil ke Alun-Alun Lumajang.
Setelah Sati mendapatkan penjelasan dari Sulasno, kemudian Sati tertarik dan menyerahkan fotokopi Kartu Keluarga (KK) miliknya dan menyerahkan uang tunai senilai Rp 700.000.
Hingga saat ini, Sati tidak pernah mendapatkan bantuan apapun dari Pemerintah dan Sulasno juga tidak memberikan ATM sesuai apa yang dijanjikan sebelumnya.
Korban berikutnya ialah Titik. Pada Senin, 25 Agustus 2025 sekira pukul 13.00 WIB bertempat Dusun Sido Mulyo, Dusun Sumberdadi, Desa Pakel, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang, tepatnya di rumah Titik.
Sulasno datang ke rumah Titik dengan mengendarai 1 sepeda motor Honda Supra 125 wama hitam. Kemudian berhenti di depan rumah Saksi mengaku sebagai Petugas dari Kecamatan Gucialit dengan menunjukkan kartu identitas dengan nama Jainal Abidin sebagai Staff Dipenda Lumajang, serta menggunakan Pin Korpri pada baju yang digunakan. Selanjutnya dipersilahkan untuk masuk ke dalam rumah oleh Titik.
Sulasno menyampaikan, Titik mendapatkan bantuan beras. Lalu Titik menjawab, “Iya sudah dapat”.
Sulasno bertanya lagi, “Apakah mendapatkan uang ? Tapi membuat ATM dulu Bu, setiap bulannya akan mendapatkan uang sebesar Rp 2.500.000.”
Sulasno kembali bertanya, “Apakah punya ATM ?”
Titik menjawab, “Punya ATM PKH (program keluarga harapan)”.
Sulasno menjawab, “Tidak bisa ATM (program keluarga harapan), harus membuat lagi. Dan setelah selesai membuat ATM langsung bisa dapat uang Rp. 2.500.000. Nanti dibantu dibuatkan ATM, tapi perlu membayar uang sebesar Rp.700.000.”
Titik diminta data diri berupa KTP/KK, dan Sulasno menunjukkan kartu identitas diri kepada Titik supaya percaya. Namun Titik sampaikan tidak perlu, namun tetap dipaksa dengan mengatakan, “Ibu sudah dimasukkan data bantuan karena sudah ada 5 orang yang mendapatkan bantuan.”
Dijawab oleh Titik, “Tidak punya uang.”
Dijawab oleh Sulasno, “Terus bagaimana bu ?”
Pada saat Titik mau menelpon Pak Kampung tidak dibolehkan. Titik tetap menelpon menghubungi Pak Kampung dan menyampaikan kepada Pak Kampung "Le, tolong wong iku helm abang, seragaman teko Kecamatan endeken. Wong iku takonono, aku temen ole bantuan ta? Lek temen aku ole bantuan, aku silihono ate nggawe ATM. Biaya e 700.000 (Dik, tolong orang itu pakai helm merah, pakai seragam dari Kencamatan hentikan. Orang itu tanya, aku benar dapat bantuan kah? Kalau beneran aku dapat bantuan, aku pinjemi uang untuk membuat ATM. Biayanya Rp 700 ribu).”
Dijawab oleh Mulyono selaku Pak kampung, “Iyowes mbak Tik, wong e ta takoni sek (Ya mbak Tik, orangnya aku tanyakan dulu)”.
Mulyono mendatangi Sulasno. Karena merasa curiga dan untuk memastikan apakah betul orang tersebut petugas dari Kecamatan Gucialit, namun Sulasno kabur dengan mengendarai sepeda motor Honda Supra 125 warna hitam tersebut.
Menyadari hal tersebut, Mulyono berteriak “Penipu !!”.
Mendengar itu, kemudian warga Desa Pakel, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang, berhasil mengamankan Sulasno sekira ± 50 meter dari rumah Titik, yang kemudian dibawa Ke Polsek Gucialit pada Senin (25/8/2025). Dari interogasi Polisi, terdapat korban lain dengan modus yang sama, sehingga Sulasno berhasil mendapatkan uang sebagai berikut :
Arto Aryo menyerahkan fotokopi KK dan uang tunai senilai Rp. 500.000.
Senami menyerahkan fotocopy KTP milik Sanemi dan suami dan uang secara kontan / cash senilai Rp. 1.500.000.
Ahmad Lutfi, A.Md., selaku Pengelola Layanan Operasional Kecamatan Gucialit sebagaimana Surat TugasNomor : 800.1.11.1/665/427.93/2025 tanggal 8 Oktober 2025, yang pada pokoknya menerangkan bahwa dia tidak mengenal dan tidak memiliki hubungan keluarga dengan Sulasno.
Mulai dari proses awal pendataan / validasi sampai dengan proses pencairan bantuan sosial (program keluarga harapan) tidak pernah dilakukan pungutan biaya apapun termasuk pembukaan rekening maupun penebusan bantuan sosial PKH.
Sareh, Sati dan Titik bukan merupakan penerima bantuan sosial (program keluarga harapan) yang terdata pada data Direktorat Jaminan Sosial.
Perbuatan Sulasno menimbulkan kerugian dengan rincian, Sare senilai Rp. 1.000.000, Sati senilai Rp. 700.000, Arto Aryo senilai Rp. 500.000, dan Senami senilai Rp. 1.500.000. (*)
Editor : S. Anwar