Ilmuwan Monash University Mempresentasikan Laporan Pembangunan Berkelanjutan
Monash University, Indonesia dengan bangga mengumumkan partisipasi dan kontribusi nyata dari Associate Professor Shirin Malekpour, seorang ilmuwan terkemuka dari Monash University Sustainable Development Institute (MSDI), terhadap pengembangan Laporan Pembangunan Berkelanjutan Global 2023 yang baru-baru ini diterbitkan.
Mengusung tema 'Masa Krisis, Masa Perubahan: Ilmu Pengetahuan untuk Mempercepat Transformasi Menuju Pembangunan Berkelanjutan', laporan ini menyoroti kekuatan ilmu pengetahuan dan kolaborasi lintas sektor; perlunya mengintegrasikan kebijakan, keuangan, teknologi, dan perubahan perilaku sosial; serta pentingnya investasi dalam restorasi ekosistem dan solusi berbasis alam, yang melibatkan masyarakat lokal.
Baca Juga: Minimalisasi Paparan Dan Kekhawatiran Dalam Menghadapi Dampak Polusi Udara
Malekpour adalah orang Australia pertama dan satu-satunya di antara kelompok pakar global yang dipilih oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk ikut mempresentasikan laporan tersebut pada KTT SDG Global di Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, pada 18-19 September 2023.
Dr. Shirin Malekpour mengatakan, “Proyeksi skenario global menunjukkan bahwa business-as-usual tidak akan mencapai target SDGs pada tahun 2030 atau bahkan tahun 2050. Artinya masa depan dunia akan semakin tidak setara akibat masih banyak populasi yang hidup dalam kemiskinan ekstrem dan rentan terdampak krisis yang melemahkan stabilitas dan kesejahteraan global. Kita telah melewati masa-masa dimulainya komitmen SDGs, dan sekarang adalah waktunya untuk membuat rencana aksi nyata. Saya berharap dapat melihat rekomendasi laporan yang diadopsi dalam deklarasi politik pada KTT SDG, yakni melalui komitmen terhadap rencana konkrit untuk percepatan kemajuan dalam beberapa tahun ke depan.”
Laporan Pembangunan Berkelanjutan Global 2023 didasarkan pada penelitian yang dirintis oleh Associate Professor Malekpour dan rekan sejawatnya di MSDI, Dr. Cameron Allan.
Penelitian mereka mensintesiskan pengetahuan terkini mengenai peta global menuju pencapaian SDGs, yang memberikan wawasan tentang bagaimana pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dapat mengatasi hambatan-hambatan yang ada untuk mempercepat kemajuan. Meskipun tidak ada cetak biru yang bisa diterapkan untuk semua hal, namun terdapat banyak peluang yang muncul ketika pemerintah memilih untuk mengambil tindakan tegas.
Dr. Cameron Allen menekankan, “Di kondisi saat ini, sebanyak 575 orang diperkirakan akan hidup dalam kemiskinan ekstrem di tahun 2030, bersama dengan risiko 600 juta orang kelaparan, serta 84 juta anak-anak dan remaja riskan putus sekolah. Bumi kita akan melampaui batas aman 1,5° Celcius atas kenaikan suhu rata-rata yang ditetapkan dalam Perjanjian Iklim Paris.
Baca Juga: Kalbe Lanjutkan Kerja Sama Dengan Monash University Indonesia
Selain itu, diperlukan waktu 300 tahun untuk mencapai kesetaraan gender global. Namun, ada jalur ambisius dimana tindakan tegas pemerintah bisa mempercepat kemajuan global terkait target SDGs di tahun 2030, dimana sebagian besar poinnya terwujud pada 2050 mendatang. Jalur tersebut menggabungkan berbagai kebijakan ambisius termasuk aksi iklim, redistribusi pendapatan progresif, nutrisi sehat, energi bersih, pertanian berkelanjutan, dan perlindungan keanekaragaman hayati.”
Laporan ini juga menyoroti tantangan mendesak berupa kemacetan dan polusi di wilayah perkotaan, yang mendorong para pemimpin kota di seluruh dunia untuk mencari solusi inovatif berbasis alam. Menariknya, kota Bandung disebutkan dalam laporan tersebut karena langkah proaktifnya dalam mengubah lanskap kotanya demi keberlanjutan dan peningkatan kualitas hidup.
Langkah-langkah ini termasuk mendesain ulang tata ruang jalan agar lebih nyaman untuk ditinggali, serta membangun area sosial dimana masyarakat dapat duduk dan bersantai, lengkap dengan koneksi Wi-Fi di beberapa bangku untuk membantu anak-anak mengerjakan pekerjaan rumah (PR), serta ruang komunal untuk merayakan budaya, festival, dan berbagai gelaran acara.
Baca Juga: Monash University dan UI dan Pemprov Jabar luncurkan Rencana Induk Ekowisata Citarik
Pentingnya investasi pada solusi berbasis alam, sebagaimana diuraikan dalam laporan ini, juga sejalan dengan Proyek Transformasi Sungai Citarum yang sudah berlangsung selama lima tahun melibatkan Monash University.
Upaya kolaborasi antara Monash Art, Design & Architecture (MADA) dan MSDI ini bekerja sama dengan Universitas Indonesia (UI) dan Pemerintah Republik Indonesia, bertujuan menjalin sinergi dengan berbagai komunitas untuk bersama-sama menciptakan solusi manajemen air dan limbah melalui desain perkotaan yang terintegrasi.
Proyek ini berupaya memberikan solusi holistik untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal di daerah aliran sungai (DAS) yang rentan. Komponen utama dari inisiatif ini mencakup visi 30 tahun pengembangan Rencana Induk Ekowisata Citarik, serta kerangka perencanaan tata ruang untuk ekowisata berbasis alam di sepanjang DAS Citarik. Rencana-rencana ini tidak hanya mendukung industri dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar tetapi juga perbaikan dan pemeliharaan koridor ekologi sungai. (dry)
Editor : Syaiful Anwar