Penyelidikan Dugaan Korupsi Dana Hibah di Ngawi : Maju Segan, Mundur Pantang
Empat bulan berlalu sejak dilaporkannya dugaan penyimpangan dana hibah di Kabupaten Ngawi pada Agustus 2023, hingga kini belum ada kabar dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur. Laporan tersebut disampaikan oleh organisasi Generasi Muda Peduli Aspirasi Masyarakat atau disingkat GEMPAR.
Dari keterangan yang dihimpun oleh Lintasperkoro.com, total dana hibah yang diduga sarat penyimpangan senilai Rp. 19.174.475.000 yang diberikan kepada 520 Badan dan Lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela, dan sosial, yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan penerima hibah daerah berupa uang pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ngawi.
Baca Juga: Polda Jatim Mulai Buka Rekrutmen Bakomsus
Dari total senilai Rp. 19.174.475.000 yang diterima Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi, anggarannya berasal Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2022 (Bantuan Keuangan Khusus) sebesar Rp 12.186.125.000, yang diserahkan kepada 462 Badan atau Lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela, dan sosial yang dibentuk berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Penerima Hibah Daerah:
Para Penerima Hibah tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati Ngawi nomor 188/203/404.101.2/B/2022 Tentang Penetapan Badan Dan Lembaga Yang Bersifat Nirlaba, Sukarela Dan Sosial Yang Dibentuk Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Penerima Hibah Daerah Berupa Uang Pada Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Ngawi Tahun Anggaran 2022, yang ditandangani oleh Bupati Ngawi, tertanggal 24 Mei 2022.
Dalam proses penyaluran dana hibah tersebut, kemudian terjadi perubahan, baik nilai anggaran maupun jumlah penerimanya. Perubahan tersebut melalui SK Bupati Ngawi No. 188/358/404.101.2/B/2022 tentang Perubahan Atas Keputusan Bupati Ngawi nomor 188/203/404.101.2/B/2022 Tentang Penetapan Badan Dan Lembaga Yang Bersifat Nirlaba, Sukarela Dan Sosial Yang Dibentuk Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Penerima Hibah Daerah Berupa Uang Pada Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Ngawi Tahun Anggaran 2022, yang ditandangani oleh Bupati Ngawi, Oni Anwar Harsono tertanggal 10 Oktober 2022.
Salah satu ketentuan perubahan dalam SK Bupati Ngawi No. 188/358/404.101.2/B/2022 ialah hibah uang menjadi Rp. 19.174.475.000 yang diberikan kepada 520 Badan dan Lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela, dan sosial yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan penerima hibah daerah berupa uang pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ngawi.
Sebelum realisasi pencairan dana hibah kepada 520 Badan/Lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela, dan sosial, diterbitkan Buku Pedoman Teknis Bantuan Penyelenggaraan Pendidikan Diniyah Dan Guru Swasta (BPPDGS) Tahun 2022, yang didalamnya berisi persyaratan dalam pengajuan penerima hibah.
Sebut saja Bantuan Penyelenggaraan Pendidikan Diniyah Dan Guru Swasta (BPPDGS) Tahun 2022, yang diantaranya besarnya dana bantuan untuk santri/warga belajar/siswa madrasah diniyah Takmiliyah Ula, Paket A dan Paket A Pondok Pesantren adalah sebesar Rp 15.000/bulan.
Kemudian besarnya dana bantuan untuk santri/warga belajar/siswa madrasah diniyah takmiliyah wustho, Paket B dan Paket B Pondok Pesantren adalah sebesar Rp 25.000/siswa/bulan.
Lalu besarnya dana bantuan untuk ustadz/guru Madrasah DIniyah Takmiliyah Ula Wustho dan guru swasta SD/MI/Salafiyah Ula/SMP/MTS/Salafiyah Wustho Swasta dan guru SMP/MTS Satu Atap adalah sebesar Rp 300.000/guru/bulan.
Baca Juga: Rampas Mobil Debitur, Oknum Debt Collector Dilaporkan ke Polda Jatim
Selain itu, terdapat persyaratan administrasi penerima BPPDGS. Seperti untuk Madrasah Diniyah Takmiliyah Ula, syaratnya ialah terdaftar di Kantor Kementerian Agama minimal 2 tahun dibuktikan dengan nomor Statistik Lembaga/Ijin Operasional/Piagam, memiliki jumlah siswa/santri minimal 15:1 orang dan tercatat secara tertib, batas usia santri yang mendapatka bantuan adalah maksimal 15 tahun, dan setiap lembaga yang mendapatkan bantuan untuk jumlah siswa/santri minimal 15:1 orang boleh mengajukan bantuan untuk 1 orang ustad/guru dan berlaku kelipatannya.
Dan persyaratan administrasi untuk Madrasah Diniyah Takmiliyah Wustho, ialah terdaftar pada Kantor Kementerian Agama minimal 2 tahun dibuktikan dengan nomor Statistik Lembaga/Ijin Operasional/Piagam, memiliki jumlah siswa/santri minimal 15:1 orang dan tercatat secara tertib, batas usia santri yang mendapatka bantuan adalah maksimal 19 tahun, dan setiap lembaga yang mendapatkan bantuan untuk jumlah siswa/santri minimal 15:1 orang boleh mengajukan bantuan untuk 1 orang ustad/guru dan berlaku kelipatannya.
Untuk Paket A, Paket A Pondok Pesantren, Paket B, dan Paket B Pondok Pesantren, syaratnya mendapatkan izin operasional/piagam atau sejenisnya dari Kantor Dinas Pendidikan dan atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, memiliki legalitas sebagai lembaga berbadan hukum dari KemenkumHAM, tidak sedang menerima dana operasional/bantuan/subsidi yang sejenis dari Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam Surat Pernyataan dengan bermaterai cukup dan ditandatangani penanggungjawab lembaga.
“Dalam penyaluran dana hibah tersebut, terdapat indikasi penyalahgunaan anggaran dan penyimpangan. Ada salah satu Ponpes (Pondok Pesantren). Ponpes tersebut tidak memiliki bangunan dan tidak punya izin operasional. Santri/siswanya juga tidak ada. Namun, Ponpes tersebut memperoleh dana hibah sebesar Rp 400 juta dari Kategori Pembangunan Sarana, Prasarana, dan Utilitas Sekolah Non Formal. Setelah mendapatkan dana hibah, Ponpes tersebut membangun ruang kelas. Itu sudah terjadi penyimpangan, cacat administrasi,” jelas Ketua LSM GEMPAR, Aris Gunawan dalam keterangannya kepada Lintasperkoro.com, Sabtu 25 November 2023.
Aris Gunawan menyebutkan, dalam proses pencairan dana hibah kepada ponpes tersebut, terdapat dugaan penyalahgunaan karena penyaluran dana hibah tidak sesuai dengan syarat penerima hibah sebagai mana diatur dalam Buku Pedoman Teknis Bantuan Penyelenggaraan Pendidikan Diniyah Dan Guru Swasta, yang salah satunya menyebutkan di dalam Bab V Penggunaan Dana huruf B Larangan Penggunaan Dana, pada nomor 3 disebutkan Dana Program BPPDGS tidak boleh digunakan untuk membiayai rehabilitasi ruang atau membangun ruang atau gedung baru untuk kelas/belajar.
Baca Juga: Indagsi Polda Jatim Panggil Pengelola Tanah Kavling Liar
Dugaan penyimpangan lain ialah terdapat data guru/ustadz dan santri/siswa fiktif, jumlahnya tidak valid, dan batas usia santri/siswa yang tidak sesuai. Jumlah santri atau siswa serta guru yang diajukan oleh Madrasah Diniyah diambil dari data tahun 2021 atau tahun sebelumnya.
Begitu juga dengan batas usia siswa yang telah terdaftar sebagai penerima hibah. Untuk Madin Wustho berusia 15 tahun dan Madin Ulya berusia 19 tahun. Namun, yang diajukan tidak sesuai usianya sehingga ada pengurangan penerima hibah oleh Tim Verifikasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ngawi.
“Dari pengurangan penerima hibah tersebut, seharusnya nilai hibah yang disalurkan juga berkurang, tapi faktanya nilai hibah tetap malah bertambah nilai rupiahnya. Itu terjadi di Badan atau Lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela, dan sosial penerima hibah,” katanya.
Hal lain yang perlu diperhatikan ialah hasil verifikasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ngawi, terdapat Badan atau Lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela, dan sosial, penerima hibah tidak punya izin operasional atau izin operasionalnya mati, namun tetap mendapatkan pencairan dana hibah. Badan atau Lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela, dan sosial.
“Dan masih banyak dugaan penyimpangan lain yang kami temukan. Untuk itu, kami harap, Direskrimsus khususya Unit Tipikor Polda Jawa Timur bisa professional dan transparan dalam menyelidikan laporan kami. Jangan maju segan, mundur pantang, karena disitu ada beberapa tokoh politik dan pejabat yang diduga terlibat,” tegas Aris Gunawan. (did)
Editor : Ahmadi