Harapan Warga Gresik Terhadap Keponakan Mahfud MD untuk Mengusut Tuntas Kasus Tipikor

Reporter : -
Harapan Warga Gresik Terhadap Keponakan Mahfud MD untuk Mengusut Tuntas Kasus Tipikor
Alifin Nurahmana Wanda saat rilis kasus dugaan tipikor dengan tersangka mantan Kades Dooro
advertorial

Decak kagum dialamatkan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik karena telah menetapkan sejumlah orang dalam perkara korupsi keuangan Negara. Salah satu yang paling “hot” ialah penetapan tersangka terhadap Mantan Anggota DPRD Jawa Timur, Bambang Suhartono, dan Suratman Sekretaris Desa Kambingan, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik, sekaligus Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) Trisakti.

Penetapan tersangka terhadap dua orang dalam kasus dugaan korupsi dana hibah DPRD Jawa Timur (Jatim) tahun anggaran tahun 2017, berupa proyek pembangunan gedung sekolah di Desa Kambingan. Kerugian negara berdasarkan data Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur sebesar Rp 1,3 miliar.

Baca Juga: Asosiasi Kepala Desa Kecamatan Driyorejo Bikin Kegiatan di Tretes

Di balik penetapan tersangka tersebut, ada sosok yang dikenal tegas dan tanpa kompromi. Dialah Alifin Nurahmana Wanda. Nama Alifin Nurahmana Wanda di kalangan penegak hukum di Kabupaten Gresik familiar didengar. Beberapa Kepala Desa ataupun penyelenggara Negara di Kabupaten Gresik tak segan diseret ke Pengadilan jika terindikasi menyalagunakan jabatan, semisal melakukan tindak pidana korupsi.

Jabatan yang diemban Alifin Nurahmana Wanda sangat erat kaitannya dengan penanganan tindak pidana korupsi. Saat ini, Alifin menjabat sebagai Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik. Dia adalah salah satu jaksa yang dalam bekerjanya selalu berpegang pada aturan.

Sama halnya dengan Mohammad Mahfud Mahmodin (Mahfud MD), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia. Ketegasan dan integritas Mahfud MD mengalir dalam diri Alifin Nurahmana Wanda. Maklum, dua sosok ini memiliki ikatan darah.

Alifin Nurahmana Wanda merupakan keponakan dari Mahfud MD. Alifin lahir di Kabupaten Pamekasan pada 6 September 1986. Sepanjang karirnya di Kejaksaan, Alifin disebut sebagai jaksa yang tidak “neko-neko”.

Setahun lebih menjabat sebagai Kasi Pidsus Kejari Gresik, Alifin Nurahmana Wanda memberikan warna bagi penegakan hukum di Kejari Gresik. Warna dalam menuntaskan beberapa pengaduan yang masuk ke Kejari Gresik.

Alifin dilantik sebagai Kasi Pidsus Kejari Gresik pada Rabu, 18 Mei 2022. Saat itu, pelantikan yang digelar sekitar jam 10.00 WIB dan dilaksanakan di Aula kantor Kejari Gresik, dipimpin oleh Kepala Kejari Gresik, Muhamad Hamdan S. Alifin menggantikan Dymas Adji Wibowo yang pindah tugas ke Kejaksaan Negeri Probolinggo Kota.

Sebelum menjabat Kasi Pidsus Kejari Gresik, Alifin bertugas di Kejari Sinjai sebagai Kasi Pengelolaan Barang Bukti dan Rampasan. Bisa dikatakan, tugas sebagai Kasi Pidsus di Kejari Gresik ibarat balik kandang. Karena sebelum menjadi Kasi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Sinjai menggantikan Nining Purnamawati, Alifin menduduki posisi sebagai Jaksa Fungsional di Kejari Gresik periode tahun 2020 lalu.

“Hukum itu hadir sebagai solusi dan hukum itu harus mengandung tiga dimensi, yakni asas kemanfaatan, kepastian hukum serta keadilan,” demikian dikatakan Alifin pada suatu kesempatan saat diminta penilaiannya tentang hukum.

Tugas sebagai Jaksa di pidana khusus (pidsus) bukan hal yang baru bagi Alifin. Karena dalam perjalanan karirnya, dia pernah menjadi Jaksa Fungsional Pidsus. Kala itu, sebelum menjadi Kasi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Sinjai, Alifin merupakan Jaksa muda yang bertugas sebagai jaksa fungsional Pidsus Kejari Tabanan.

Meski pada saat itu, Alifin tergolong Jaksa baru di Kejari Tabanan, namun dia mampu membuktikan kinerjanya. Selama bertugas di Kejari Tabanan mulai tahun 2012 hingga tahun 2015, banyak kasus korupsi besar di Tabanan yang pernah ditangani jebolan Fakultas Hukum UNAIR angkatan 2005.

Baca Juga: Kejari Gresik "Keok" Melawan Seorang Anggota DPRD Gresik

Kini, pengusutan kasus-kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di Kabupaten Gresik menjadi tantangan bagi suami dr Alfiyah Rosalina tersebut. Banyak masyarakat di Kabupaten Gresik berharap, kasus-kasus seperti pembayaran dan penyelesaian tanah pengganti tanah kas desa (TKD) di Desa Sumberwaru yang terkena pembangunan lintasan jalan Tol Mojokerto-Surabaya segera diusut tuntas.

Kasus tersebut diadukan oleh Muhamad Ali selaku warga Desa Sumberwaru, Kecamatan Wringinanom, Kabupaten Gresik. Sebagai warga Desa Sumberwaru sekaligus mantan Kepala Desa Sumberwaru, Muhamad Ali berkewajiban untuk mengadukan permasalahan terkait tanah pengganti TKD yang hingga saat ini belum terselesaikan.

“Urusuan tanah pengganti TKD Sumberwaru belum selesai hingga saat ini. Untuk itu, kami seluruh warga Desa Sumberwaru memohon bantuan kepada Bupati Gresik untuk menuntaskan. Juga ke Kejari Gresik supaya diselidiki dugaan unsur pidananya,” katanya, usai diperiksa di Kejari Gresik, pada 26 Januari 2023 lalu.

“Padahal, dana ganti rugi sudah dibayar oleh pihak jalan tol sejak tahun 2015. Tapi, dana tersebut diblokir oleh Pemkab Gresik melalui Sekda Kabupaten Gresik yang saat itu dijabat oleh Bapak Najib (Moh. Nadjid). Kemudian pada tahun 2020, dana ganti rugi bisa dicairkan dengan dikawal oleh Ibu Tanti dari Dinas PMD (Pemberdayaan Masyarakat Desa). Waktu itu Bupati Gresik dijabat oleh Penjabat (Pj),” ungkap Muhamad Ali, didampingi oleh Ketua Front Pembela Suara Rakyat (FPSR), Aris Gunawan.

Menurut keterangan Muhamad Ali, belum selesainya tanah pengganti TKD diketahui saat ada informasi dari masyarakat yang berkegiatan di Desa Sumberwaru. Dari informasi tersebut, Muhamad Ali menindaklanjutinya dengan melakukan konfirmasi dan mengumpulkan data-data. Setelah informasi dan data terkumpul, dia melaporkannya ke Kejari Gresik. Kepada Kejari Gresik, dia menyampaikan beberapa temuannya.

“Kami sampaikan ke Kejari terkait kronologi tahapan pengadaan pengganti TKD. Tanah penggantinya ada 8 titik dan sudah melalui tahapan pengadaan tanah pengganti TKD yang kena lintasan jalan Tol Sumo (Surabaya-Mojokerto). Harganya juga telah ditetapkan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang sah. Namun, ada data pemilik tanah pengganti yang belum diproses, yaitu punya Sukandar, Kasinten, Tro (RT 6), dan Siti Mukaromah. Jumlah luas tanahnya ± 1000 m2. Harga ke pemilik Rp 200.000 per m2, harga pembebasan oleh desa sebesar Rp 250.000 per m2. Ternyata itu belum sesuai prosesnya ± 2 tahun dan tata letak tanah belum ada persetujuan BUMDes,” jelas Muhamad Ali.

Baca Juga: Sudah 4 Orang yang Ditetapkan Tersangka oleh Kejari Gresik dalam Dugaan Korupsi Hibah

Muhamad Ali menjelaskan, total uang yang diterima dari pihak jalan Tol Sumo atas pembebasan TKD Sumberwaru sebesar Rp 4.214.318.750, yang terdiri dari uang pengganti aset dan tanah sebesar Rp 4.148.361.000 dan Rp 65.957.750 untuk pengganti tanaman di lahan tersebut. Uang tersebut digunakan untuk pengganti TKD yang dibebaskan sebagai Jalan Tol.

“Untuk pengganti TKD, mendapatkan lahan seluas 27.245 m2, kemudian dibayarkan sebesar Rp 3.908.647.000. Jadi ada uang sisa Rp 239.714.000 ditambah uang ganti rugi tanaman sebesar Rp 65.957.750. Totalnya Rp 305.671.750, ditambah lagi bunga bank yang didapat dari bank jatim sejak tahun 2015 sampai Januari 2023. Lalu kemana uang tersebut? Karena sampai hari ini tidak disampaikan ke seluruh warga Desa Sumberwaru oleh Kepala Desa Sumberwaru saat ini. Itu jadi tanda tanya besar,” kata Muhamad Ali heran.

Kasus lain yang perlu menjadi atensi dari Alifin N Wanda ialah dugaan tukar menukar aset Tanah Desa Tanjungan, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, yang diadukan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, kemudian dilimpahkan ke Kejari Gresik. Pelapornya ialah masyarakat yang diwakili oleh Organisasi Masyarakat Komunitas Rakyat Anti Korupsi (Ormas KORAK) DPC Gresik, pada Kamis, 25 Agustus 2022.

Menurut Daniel Sucahyono selaku Ketua DPC Ormas KORAK Gresik, “Hari ini kami melaporkan kasus tukar menukar aset tanah desa di Desa Tanjungan ke Kajati Jatim, dimana dalam kasus ini diduga ada tindak pidana korupsi dan kesalahan prosedur dalam tukar menukar tanah aset desa.”

Beberapa bukti, kata Daniel, telah dilampirkan ke laporannya. Menurut Daniel, peristiwa permohonan jual beli tanah aset desa tersebut terjadi pada awal tahun 2018. Saat itu, H selaku calon peminat tanah aset desa menyampaikan permohonan Tukar Menukar Tanah Milik Desa Tanjungan, namun Pemerintah Desa Tanjungan (Pemerintah Desa dan BPD) belum memprosesnya.

“Selang sekian tahun tepatnya pada 13 Januari 2020, BPD Tanjungan telah mendapatkan undangan dari Camat Driyorejo dengan agenda Rapat Koordinasi Tukar Menukar Tanah Kas Desa, yang dihadiri sejumlah pihak. Namun pada pertemuan itu, Ketua BPD tidak hadir dikarenakan sakit. Dalam pertemuan tersebut, Camat Driyorejo dan Perwakilan Pemohon mendorong agar permohonan saudara H segera di tindak lanjuti oleh Pemerintah Desa Tanjungan,” jelas Daniel. (did)

Editor : Redaksi