Hikayat Kejahatan Bilas Uang

Reporter : -
Hikayat Kejahatan Bilas Uang
Inong Malinda Dee
advertorial

Kejahatan pencucian uang sudah ditemukan sejak 3000 sebelum masehi. Teknik pembilasannya bahkan masih dipakai sampai saat ini, termasuk dalam kasus Malinda Dee.

Polisi menangkap 5 pembobol uang milik markas besar Komite Nasional Demokrat (DNC) di sekitar kompleks Watergate di Washington, D.C., pada 17 Juni 1972. Empat diantaranya adalah mantan perwira tinggi CIA yang pernah bertugas sebagai penyusup untuk melawan Fidel Castro di Kuba.

Baca Juga: Alasan Kejagung Tak Terima Putusan Hakim Denda R p5000 Tersangka Kasus Korupsi Timah

Satu sisanya ialah G . Gordon Liddy, mantan agen FBI yang bekerja sebagai penasihat "CREEP" alias CRP, wadah tim pemenangan dan pengumpul dana operasional untuk Richard Nixon agar terpilih kembali sebagai presiden US di periode keduanya.

Sementara E. Howard Hunt, satu dari 4 mantan CIA yang ditangkap itu, sebelumnya baru saja diangkat menjadi staf Gedung Putih di pemerintahan Presiden Nixon.

Dalam berkas pemeriksaan saat itu, aliran uang hasil pembobolan ditemukan masuk saku kas CREEP. Polisi setempat mendeteksi pengiriman uang ini merupakan upaya pencucian uan oleh Nixon, yang diduga pula menjadi dalang sebenarnya dalam kasus pembobolan tersebut.

Akibat peristiwa yang ditulis oleh Washington Post dengan istilah "Watergate Scandal" itu, Nixon mundur dari kursi kepresidenan. Dia diketahui memimpin Paman Sam nyaris selama 2 periode.

Menyusul kejadian itu juga, istilah "pencucian uang" ikut mengemuka. Kendati dianggap salah satu skandal terbesar dalam kasus kejahatan uang, praktik pencucian sebetulnya sudah jauh ditemukan sejak 3000 tahun sebelum masehi, terutama ketika era kedinastian China.

Dua teknik pencucian hasil kejahatan yang paling umum di zaman itu bahkan masih sering ditemui hingga saat ini.

Dalam bukunya berjudul "Lords of the Rim: The Invisible Empire of the Overseas Chinese" itu, sejarawan Sterling Seagrave menyebut bahwa teknik pembilasan fulus oleh orang-orang kaya di zaman itu adalah dengan membelikan aset yang dinilai lebih mudah dipindahkan tangan.

Baca Juga: Mantan Kepala Dinas Terduga Maling Uang Rakyat di Gresik Dituntut Cuma 1,6 Tahun Penjara

Pencucian mereka juga tak jarang dilakukan dengan cara menitipkan uang--yang biasanya dipakai lagi untuk memutar bisnis--ke orang-orang terdekat yang berada luar daerah tempat tinggal.

Pencucian ini, masih dalam buku bertahun terbit 1995 itu, adalah reaksi orang-orang kaya ketika itu usai pemerintah utusan di banyak daerah kerajaan melarang banyak jenis perdagangan komersial.

Pelarangan ketat dilakukan menyusul modal usaha orang-orang kaya itu terdeteksi bersumber dari barang ilegal. Tapi tak kalah jauh, Tanah Air juga punya 1 cerita kasus pencucian uang yang sempat cukup membuat gempar di masa lalu.

Tepatnya di sekitar penguhujung tahun 2011 itu, Inong Malinda Dee ditangkap di sebuah apartemen di kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Dia terdeteksi menggelapkan uang nasabah Citibank senilai Rp 40 miliar. Malinda adalah Manager Relationship Citigold, unit bisnis Citibank, cabang Landmark.

Baca Juga: Kejari Tulang Bawang Barat Geledah Kantor Dinkop UKM Perindag

Uang tersebut, menurut penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) saat itu, sebanyak 64 transaksi--dari total 117--yang setara Rp 27,36 miliar & US$ 2,08 jutanya itu mengalir lagi ke rekening pribadi Malinda setelah ditransfer dari rekening nasabah ke rekening atas nama orang lain.

Sedangkan sisanya dijadikan modal usaha, yang antara lain disinyalir mengalir ke perusahaan milik Malinda, yakni PT Sarwahita Group. Kebetulan, di perusahaan ini Rita Amelia ketika itu juga sedang menjabat Komisaris Utamanya.

Rita adalah ibunda Nagita Slavina, aktris sekaligus istri pembawa acara kondang Raffi Ahmad. Dalam kasus ini, Kejaksaan melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Malinda dengan 13 tahun terungku. (*)

*) Source : Jaksapedia

Editor : Syaiful Anwar