Atap Penyangga Roboh, Kualitas Material Bangunan Lumbung Pangan di Desa Gadingwatu Harus Diusut

Reporter : -
Atap Penyangga Roboh, Kualitas Material Bangunan Lumbung Pangan di Desa Gadingwatu Harus Diusut
Atap bangunan lumbung pangan ambruk

Material bangunan yang digunakan untuk gedung lumbung pangan di Desa Gadingwatu, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, harus diusut kualitasnya. Lantaran atap bangunan lumbung pangan yang baru dipasang dalam hitungan hari sudah roboh.

Dari inspeksi yang dilakukan media Lintasperkoro.com pada Kamis, 24 Oktober 2024, atap bangunan yang terbuat dari aluminium tersebut roboh dan mengalami bengkok. Informasi dari warga, dugaan sementara, atap tersebut roboh karena angin.

Baca Juga: Ayah dan Anak Kandung Kompak Korupsi Dana Desa

"Heran saja. Anginnya tidak kencang, kok bisa merobohkan struktur atap bangunan yang terbuat dari aluminium. Atau jangan-jangan memang kualitasnya jelek dan tidak sesuai standar. Maka, Kejaksaan atau Unit Tipikor Polres Gresik harus mengusutnya. Periksa pelaksananya dan Kepala Desanya serta pihak-pihak yang terlibat. Jika ada dugaan penyalahgunaan spek, proses hukum," ujar S, salah seorang warga kepada Media Lintasperkoro.com, Kamis 24 Oktober 2024.

Sepengetahuan S, nilai proyek pembangunan lumbung pangan di Desa Gadingwatu sebesar Rp 173 juta. Di sekitar lokasi proyek, tidak ada papan informasi proyek yang menunjukkan sumber anggarannya, pelaksananya, waktu pelaksanaan, dan lain sebagainya.

Atap gedung Lumbung Pangan di Desa Gadingwatu sebelum ambrukAtap gedung Lumbung Pangan di Desa Gadingwatu sebelum ambruk

"Pembangunan lumbung pangan itu ibarat proyek tak bertuan. Tidak transparan. Sebagai warga, kami berhak mendapat informasi seputar proyek itu. Jangan ditutup-tutupi. Kepala Desa harus bertanggungjawab," tegasnya.

Baca Juga: Dana Desa di Desa Kerang Diproyeksikan Penguat Ketahanan Pangan

Sebagai langkah awal, S akan berkirim surat ke Kejaksaan, Kepolisian, dan Inspektorat mengenai kondisi proyek tersebut.

"Supaya publik tahu dengan kondisi pembangunan di Desa Gadingwatu yang tidak transparan," jelasnya.

Sebagai informasi, bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, pada pasal 23 menyatakan bahwa dalam mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan, pemerintah menetapkan cadangan pangan nasional. Cadangan pangan nasional terdiri dari atas cadangan pangan pemerintah, cadangan pangan pemerintah daerah dan cadangan pangan masyarakat. Pengembangan cadangan pangan nasional dimaksudkan untuk mengantisipasi kekurangan ketersediaan pangan, kelebihan ketersediaan pangan, gejolak harga pangan dan atau keadaan darurat.

Baca Juga: Mengulik APBDes Wedani, Desa Penghasil Tenun dengan Anggaran untuk Kelompok Wartawan Rp 10 Juta

Sejalan dengan hal tersebut dan sesuai dengan UU 23/2014 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pangan, pemerintah daerah baik provinsi, maupun kabupaten/kota bertanggungjawab untuk melaksanakan pengembangan cadangan pangan pemerintah.

Sedangkan cadangan pangan masyarakat dapat dilihat pada pengembangan lumbung pangan masyarakat. Lumbung pangan masyarakat dimaksudkan untuk mendekatkan akses pangan anggotanya.

Lumbung dipandang sebagai model perangkat ketahanan pangan masyarakat desa yang cukup efektif sebagai tempat penyimpanan, untuk menjaga stabitas pasokan dimana pasokan yang berlebihan dapat menurunkan harga gabah, dengan penyimpanan maka dapat dilakukan penundaan penjualan, sampai harga yang lebih baik diterima petani. (*)

Editor : Bambang Harianto