Dulu Raja Fried Chicken, Sekarang Kinerja KFC Ngos ngosan

Reporter : -
Dulu Raja Fried Chicken, Sekarang Kinerja KFC Ngos ngosan
Gerai KFC

Saya sendiri bukan penggemar fast food, tapi menarik juga ngelihat performa bisnisnya, terutama brand legendaris kayak Kentucky Fried Chicken (KFC). Dulu jadi raja fried chicken di Indonesia, sekarang sepertinya ngos - ngosan.

Selama periode 2021–2024, revenue KFC Indonesia stagnan di kisaran Rp 4,8 triliun sampai Rp 5,9 triliun. Tapi yang bikin sesak, bukan cuma tidak untung tapi kerugiannya makin dalam sampai minus Rp 796 miliar di tahun 2024. Dan EBITDA yang terus negatif.

Baca Juga: KFC Buka Lowongan Operator Produksi

Jika dilihat secara market, peluangnya sepertinya masih besar. Industri fast food Indonesia diprediksi tumbuh dari USD 62 miliar ke USD 114 miliar dalam 5 tahun. Tapi pertumbuhan sebesar itu hanya akan dinikmati oleh brand yang gesit, efisien, dan relevan

Coba kita bandingkan produktivitas outlet nya :

KFC : 715 gerai, revenue Rp 4,8 triliun → Rp 6,8 miliar per gerai.
McD : 318 gerai, Rp 6 triliun → Rp 18,8 miliar per gerai.
HokBen : 394 gerai, Rp 2,2 triliun → Rp 5,6 miliar per gerai.

KFC unggul di jumlah gerai, tapi kalah produktivitas per outlet. Tantangannya adalah revenue stagnan, dan struktur biaya terus bengkak.

Secara cash flow, operating cash flow masih positif Rp 185 miliar. Tapi capital expenditure (capex) besar (Rp 304 miliar) bikin free cash flow minus Rp 155 miliar. Artinya, bisnis ini belum mampu menghasilkan kas bersih secara berkelanjutan dari capex yang dialokasikan.

Yang paling bikin berat lagi adalah Operational Expenditure (OPEX) dimana rasio beban usaha di tahun 2023 dan 2024 mencapai 66% - 74%. Padahal gross profit margin (GPM) menurun dari 61% ke 58%. Jadi, margin makin kecil tapi biaya makin besar. Hasilnya? Hampir nggak ada ruang untuk profit.

Kita tidak tau apa yang terjadi di dalam, setidaknya dari angka - angka historical tersebut paling gak dari point of view (POV) strategic planning bisa melakukan :

1. Branch Profitability Mapping.

Mapping semua gerai berdasarkan cashflow dan margin. Tutup atau relokasi gerai yang consistently rugi. Prioritaskan reinvestasi ke outlet yang proven cuan.

2. Fix the Cost Engine.

Review ulang seluruh komponen OPEX. Lakukan renegosiasi kontrak dan dorong efisiensi lewat teknologi.

3. Digital First, Not Just Delivery.

Transformasi layanan digital native. Integrasikan loyalty, promo, dan payment jadi satu ekosistem yang bikin repeat order naik.

4. Capex Discipline.

Stop capex yang nggak produktif. Evaluasi return of investment (ROI) dan pastikan semua capex berkontribusi ke cashflow. Validasi dan feasibility kembali.

5. Reposition the Brand.

Brand awareness tidak cukup kalau tidak nyambung dengan selera generasi baru. Narasi, menu, dan cara komunikasi KFC. Jangan cuma nawarin CD lagu terbaru.

Tapi business case ini setidaknya ada lesson learned yang bisa kita ambil :

1. Operating cash flow positif belum cukup kalau capex dan struktur biaya tetap boros.

2. Terlalu besar di OPEX bikin margin bocor, dan susah balik profitnya.

3. Jumlah outlet bukan ukuran kekuatan, yang penting produktivitas per outlet.

4. Suntikan modal tanpa perubahan strategi hanya beli waktu, bukan solusi.

*) Source : Wahyu Prihantoro, MBA, PFM, CSEP (Strategic Management | Strategic Planning)

Editor : Zainuddin Qodir