Saksi Diduga Diintervensi Agar Absen di Sidang Kasus Dugaan Pungli PTSL Desa Trosobo

Sidang lanjutan dengan perkara dugaan pungutan liar (pungli) Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Trosobo, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya pada Selasa sore, 3 Juni 2025. Terdakwanya ialah Sari Dia Ratna sebagai Kader Kesehatan Desa Trosobo (Panitia PTSL tahun 2023 seksi Administrasi) dan Heri Achmadi sebagai Kepala Desa Trosobo non aktif.
Sidang ketujuhkalinya ini memasuki agenda keterangan saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo. Ada 7 saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut. Enam saksi merupakan Pemohon PTSL dan 1 saksi sebagai Koordinator Lapangan.
Baca Juga: Kompak Pungli PTSL, 5 Perangkat Desa Sawoo Divonis 2 Tahun Penjara
Mereka ialah Eko Budi Setiawan, Yuyun Ekawati, Heri Susanto, Edi Supratno, Muhammad Irvan, dan Yati Mukayyaroh. Seorang lagi ialah Suparnadi sebagai Koordinator Lapangan.
Seorang saksi yang sempat diminta agar tidak hadir di persidangan ialah Suparnadi. Bahkan, ada dugaan intimidasi dan intervensi jika Suparnadi hadir di persidangan, akan memakai rompi oranye (jadi tersangka). Dugaan itu disampaikan Suparnadi melalui Kuasa Hukumnya, Dodik Firmansyah, S.H.
"Klien kami disuruh tidak hadir di persidangan. Diancam akan memakai rompi oranye. Klien kami sempat ketakutan dan berencana tidak menghadiri persidangan sebagai saksi," ungkap Dodik Firmansyah saat mendampingi Suparnadi di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Di tengah kekhawatiran akan ancaman itu, Dodik meyakinkan kliennya agar tidak takut hadir memberikan kesaksiaannya. Menurut Dodik, kliennya dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi di Pengadilan, dan itu berdasarkan surat resmi dari Jaksa Penuntut Umum Kejari Sidoarjo.
"Itu panggilan negara. Jadinya klien kami bersedia hadir untuk memberi keterangan apa yang diketahuinya berkaitan dengan perkara yang berproses di Pengadilan Tipikor Surabaya dalam dugaan pungli program PTSL di Desa Trosobo," ucap Dodik Firmansyah.
Terlepas dari dugaan adanya intimidasi tersebut, Suparnadi dengan gamblang memberikan kesaksiannya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang dipimpin oleh I Dewa Gede Suarditha.
Saat ditanya oleh Jaksa Penuntut, I Putu Kisnu Gupta tentang perannya saat pelaksanaan program PTSL di Desa Trosobo tahun 2024, Suparnadi dengan tegas menyatakan bahwa dirinya ditugaskan oleh Heri Achmadi sebagai koordinator lapangan di beberapa RW (rukun warga) Desa Trosobo. Tugasnya mendampingi saat pelaksanaan pengukuran oleh petugas BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan mencari penyelesaian jika ada sengketa batas.
Selama bertugas sebagai koordinator lapangan, Suparnadi di hadapan Majelis Hakim menyatakan, dia hanya menerima uang sebesar Rp 400 ribu yang dibagi dalam 2 amplop. Uang tersebut diterimanya dari Bendahara Program PTSL, Rini, saat ikut wisata bersama dengan Panitia PTSL Desa Trosobo tahun 2024 serta beberapa orang.
"Uang itu dibagi di aula bersamaan dengan beberapa orang. Saya dapat 2 amplop dari Bu Rini, masing-masing amplop berisi Rp200 ribu," kata Suparnadi.
Selanjutnya di hadapan Majelis Hakim, Jaksa Penuntut menunjukkan kuitansi yang berisi keterangan pemberian uang kepada Suparnadi senilai Rp 30 juta. Di kuitansi tersebut, tertera tanda tangan yang di bawahnya tertulis nama Suparnadi.
Mendapati kuitansi itu dari Jaksa, Suparnadi menyanggahnya, dan bilang bahwa dia tidak mengetahui adanya kuitansi. Dan tanda tangan di kuitansi tersebut bukan tanda tangannya. Dengan tegas Suparnadi menyatakan bahwa tandatangan di kuitansi yang mencatut namanya tersebut telah dipalsu oleh seseorang.
Untuk menguatkan sanggahannya, Suparnadi dan Jaksa Penuntut menunjukkan tandatangannya di KTP kepada Majelis Hakim. Suparnadi juga membubuhi tanda tangan d atas kertas kosong atas perintah Hakim. Setelah itu, kembali duduk di kursi saksi.
Kemudian Suparnadi dicecar pertanyaan oleh Penasehat Hukum Terdakwa terkait dengan sosialisasi Program PTSL. Menjawab itu, Suparnadi berkata jika sosialisasi program PTSL dilaksanakan pada tahun 2023, dengan dihadiri oleh berbagai pihak. Seperti Kepala Desa Trosobo beserta perangkatnya, perwakilan Koramil dan Polsek Taman, dari BPN, dan beberapa pihak lain.
Suparnadi tidak mengetahui adanya permintaan biaya pelaksanaan PTSL di atas Rp 150 ribu. Alasannya, Suparnadi tidak mengikuti sosialisasi sampai selesai karena ada pekerjaan lain.
Keterangan saksi lain
Selain Suparnadi, saksi yang memberikan keterangan ialah Eko Budi Setiawan. Dari keterangan Eko, dia ikut serta sebagai pemohon dalam program PTSL Desa Trosobo tahun 2024. Dia ikut 1 bidang lahan.
Untuk 1 bidang lahan tersebut, Eko Budi membayar Rp 150 ribu. Selain biaya itu, dia dikenai biaya lagi sebesar Rp 2,5 juta untuk biaya pengeringan. Uang tersebut dibayar ke Sari Dia Ratna.
Baca Juga: Kepala Desa Sawoo Divonis 3,6 Tahun Penjara di Kasus Pungli Program PTSL
"Tidak ada kuitansi. Bayar dengan ditransfer. Materai bawa sendiri. Jumlahnya lupa. Jadi, status sawah, mau diajukan pengeringan. Sekarang sertifikat jadi, cuma status lahan masih tanah basah," kata Eko Budi Setiawan di hadapan Majelis Hakim.
Saksi berikutnya ialah Yuyun Ekawati. Yuyun ikut program PTSL untuk 1 bidang, dan bayar Rp150 ribu.
"Tidak ada biaya lagi. Kalau patok dan materai beli sendiri," kata Yuyun Ekawati.
Pada waktu yang sama, Heri Susanto dalam kesaksiannya menerangkan, jika ikut program PTSL di Desa Trosobo dengan 6 bidang tanah. Bidang tersebut atas nama dirinya dan saudara-saudaranya.
Saat mengurus PTSL tersebut, dia dikenakan biaya Rp 150 ribu per bidang. Biaya lain yang dipungut ialah biaya surat hibah (waris) sebesar Rp 300 ribu per bidang.
"Saya kasih Rp 1,5 juta. Dibayar ke Pak Lurah (Heri Achmadi). Sertifikat semua sudah jadi," kata Heri Susanto.
Saksi lain yang mengaku ada pungutan dalam program PTSL Desa Trosobo ialah Edi Supratno. Katanya saat bersaksi, "Bapak saya Suhariyanto yang membayar Rp 2,5 juta untuk pengeringan. Uang itu dikembalikan ke saya oleh Ibu Sari Dia Ratna. Dikembalikan di rumah setelah ada pemeriksaan dari Kejaksaan. Katanya, uang itu untuk pembatalan pengeringan. Sertikat jadi, cuma masih lahan sawah bukan lahan kering."
Pengakuan serupa diungkap Muhammad Irvan. Saat bersaksi, Irvan mengakui, dia ikut program PTSL 1 bidang lahan atas namanya. Dia bayar Rp 150 ribu.
"Ada biaya lagi Rp 300 ribu per bidang untuk surat hibah. 4 bidang yang saya mohonkan. Saya bayarnya titip ke Pak Oji. Sertifikat sudah jadi. Materai waktu itu bawa sendiri, 3 materai," jelasnya.
Saksi terakhir ialah Yati Mukayyaroh. Saat program PTSL Desa Trosobo tahun 2024, dia mengajukan 3 bidang. Rencananya, 3 bidang tersebut dijadikan 4 bidang.
Baca Juga: Kepala Desa Sawoo Dituntut 5 Tahun Penjara di Kasus Pungli Program PTSL
"Tiap bidang bayar Rp 150 ribu. Bayar untuk 4 bidang. Dan bayar lagi Rp 300 ribu untuk hibah 2 bidang. Bayarnya ke Pak Samsuri. Kemudian bayar lagi Rp 2,5 juta ke Bu Ratna untuk pengeringan. Yang 2 bidang jadi, tapi lahan basah bukan pengeringan. Lainnya tidak jadi, karena tidak mampu bayar Rp 2,5 juta tiap bidang. Lalu Bu Ratna mengembalikan Rp 1 juta, setelah Kejaksaan turun. Yang Rp600 ribu juga dikembalikan," jelas Yati Mukayyaroh.
Setelah keterangan saksi-saksi, Majelis Hakim meminta agar kedua Terdakwa menanggapi keterangan saksi. Heri Achmadi menyatakan tidak ada tanggapan. Sedangkan Sari Dia Ratna menanggapi kesaksian Eko Budi Setiawan yang menyatakan bahwa ada rapat PTSL dengan pembicaranya ialah Sari Dia Ratna.
"Rapat pak Teguh (yang berbicara). Saya tidak bicara sama sekali," kata Sari Dia Ratna menyanggah kesaksian Eko.
Sidang akan dilanjutkan pada Selasa, 10 Juni 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dari perangkat Desa Trosobo.
Untuk informasi, Kejari Sidoarjo menetapkan Kepala Desa Trosobo, Heri Achmadi dan Sari Dia Ratna sebagai tersangka dugaan pungutan liar dalam pelaksanaan program PTSL tahun 2024. Berdasarkan aturan, biaya untuk PTSL sebesar Rp 150 ribu per bidang.
Namun, Heri Achmadi dan Sari Dia Ratna diduga memungut biaya tambahan kepada para pemohon. Nilainya mulai Rp 300 ribu per bidang hingga Rp 2,5 juta per bidang. Biaya tambahan tersebut dipungut dengan dalih untuk kepengurusan surat hibah (waris) dan pengeringan lahan.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sidoarjo, I Putu Kisnu Gupta, perbuatan Heri Achmadi dan Sari Dia Ratna menimbulkan kerugian sebesar Rp 277 juta. Total pemohon program PTSL di Desa Trosobo tahun 2024 sebanyak 1.438 bidang.
I Putu Kisnu Gupta menjelaskan, 2 Terdakwa meminta biaya tambahan kepada pemohon sebesar Rp 2,5 juta per bidang agar sertifikat tanah mereka bisa langsung tercatat sebagai lahan kering dan layak bangun. Namun, dalam kenyataannya, status lahan tetap tercatat sebagai lahan hijau (lahan basah).
Uang yang dikumpulkan oleh Terdakwa dari pemohon pengeringan lahan mencapai Rp 50 juta. Nilai tersebut belum termasuk biaya tambahan dalam program PTSL sebesar Rp 277 juta. (*)
Editor : Syaiful Anwar