Peran 7 Perusahaan "Boneka" dalam Korupsi Timah

lintasperkoro.com
Para tersangka dalam korupsi PT Timah Tbk

Mochtar Riza Pahlevi Tabrani tak berkutik ketika kedua tangannya dilingkarkan borgol usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung), di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel), pekan lalu.

Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk periode 2016-2021 itu langsung dibawa menuju rumah tahanan (Rutan) Kelas I di Jakarta Pusat menggunakan mobil tahanan berwarna hijau timun yang sudah terparkir di depan gedung Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) tersebut.

Baca juga: Tampang dan Peran DPO Kasus Timah

Riza ditahan usai terbukti telak menyepakati kerjasama dalam mengakomodir dan menampung hasil penambangan timah ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah. Kesepakatan ini dia lakukan bersama petinggi sejumlah perusahaan peleburan (smelter) timah di Provinsi Bangka Belitung (Babel).

Menyitir pemeriksaan Korps Adhyaksa, timah ilegal tersebut dibeli dari 7 perusahaan boneka yang terafiliasi dengan konsorsium resmi yang memiliki IUP di 7 wilayah kabupaten & kota di Provinsi Bangka Belitung (Babel).

Tujuh perusahaan boneka yang dimaksud adalah CV BJA, CV RTP, CV BRA, CV BSP, CV SJT, dan CV BPR. Untuk membuat seakan-akab timah itu berasal dari sumber legal, Riza dibantu Emil Emindra membuatkan surat perintah kerja (SPK) untuk kegiatan borongan pengangkutan.

Emil merupakan Direktur Keuangan PT Timah periode 2017-2018. Setali 3 uang, Emil juga sudah ditetapkan tersangka. Selain Riza dan Emil, Kejagung sudah membekuk 12 orang petinggi perusahaan swasta yang disinyalir terlibat.

Mereka adalah Suwito Gunawan.(Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa); MB Gunawan selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa; Hasan Tjhie yang merupakan Dirut CV Venus Inti Perkasa (CV VIP); dan Kwang Yung alias Buyung, mantan Komisaris CV Venus Inti Perkasa.

Sisanya ialah Robert Indarto, Dirut PT SBS; Tamron alias Aon selaku Benefit Official Ownership CV Venus Inti Perkasa; Achmad Albani (Manager Operational CV Venus Inti Perkasa); Suparta (Dirut PT RBT); Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan PT RBT; dan Toni Tamsil yang merupakan adik Aon.

Mengecualikan Toni Tamsil, semua tersangka dijerat dengan pasal yang sama, yakni Pasal 2 ayat (1), & Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor 31/1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Sedangkan Toni dinilai telah melanggar perintangan penyidikan atau obstruction of justice, yaitu Pasal 21 UU Tipikor. 

Sebagai alat bukti, dari tangan para tersangka juga telah disita sebanyak 55 alat berat, emas seberat 1 kg, uang tunai Rp 83,8 miliar, US$ 1,5 jt, Sin$ 443 rb, juga Aus$ 1.840.

Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian bahkan mencapai Rp 271,06 triliun, dengan rincian kerugian lingkungan sebesar Rp 183,70 triliun, ekonomi lingkungan sebanyak Rp 74,47 triliun, juga kerugian pemulihan lingkungan senilai Rp 12,15 triliun.

Reza Andriansyah membenarkan bila PT Refined Bangka Tin (PT RBT) sudah tidak lagi dimiliki oleh taipan tersohor, yakni Tommy Winata melalui Artha Graha Network terhitung sejak Agustus 2016 lalu.

Saat ini, yang pegang PT Refined Bangka Tin ialah pengusaha dengan latar belakang dan keahlian yang berbeda.

Reza, yang merupakan Direktur PT Refined Bangka Tin, berkata, "Ada kontraktor dan trader timah."

Baca juga: Alasan Kejagung Tak Terima Putusan Hakim Denda Rp 5000 Tersangka Kasus Korupsi Timah

PT Refined Bangka Tin merupakan perusahaan smelter logam timah terbesar di Indonesia dengan kapasitas 2.000 ton/bulan. Menyitir laman Minerba One Data Indonesia (MODI) KemenESDM, perusahaan ini sekarang dikuasai Suparta dengan mengempit saham sebanyak 73%.

Perusahaan ini tercatat memiliki konsesi tambang seluas 150 ha hanya di lahan milik PT Timah di Kabupaten Bangka, Provinsi Babel.

Kendati begitu, pada Agustus 2020, perusahaan yang berdiri sejak tahun 2007 ini sempat terdeteksi menampung timah dari pertambangan ilegal di kawasan hutan produksi di Desa Lampur, Kecamatan Sungaiselan, Kabupaten Bangka Tengah.

Informasi tersebut pertama kali diungkap Biran, seorang warga Desa Lampur yang juga menjadi pengepul timah. Kala itu, Biran mengaku timah yang ia dapat berasal dari penambang perorangan yang tak punya izin. Setelah timah terkumpul, dia lalu menjualnya, antara lain ke PT Refined Bangka Tin.

Pertimbangan utama penjualan ini, kata Biran, lantaran PT Refined Bangka Tin bersedia membeli mahal timahnya.

"Harganya Rp 70.000/kg," ucap dia, pada 15 Agustus 2020 silam. 

"Mereka (pihak RBT) yajg ambil ke sini. Bukan saya yang antar," lanjut Biran.

Biran membenarkan bila tiap minggunya rerata bisa menjual sekitar 3,5-4 ton dalam bentuk pasir timah yang masih basah ke PT Refined Bangka Tin. 

Baca juga: Terseret Perizinan Timah Bangka

"Mereka ambil (timah) setiap hari Jumat," kata Biran.

Pada 14 Desember 2023 kemarin, Kejagung baru saja menggeledah sejumlah tempat di Kabupaten Bangka, termasuk di kantor PT Refined Bangka Tin.

Penggeledahan dilakukan setelah Kejaksaan memperoleh informasi maraknya penambangan ilegal di Babel.

Selain itu, penggeledahan ini juga bagian penyidikan Kejaksaan atas tata niaga komoditas timah di wilayah IUP milik PT Timah. Sejumlah rekanan, di antaranya PT Refined Bangka Tin, terdeteksi tidak menjual timahnya ke perusahaan berpelat merah itu. Padahal, sesuai kontrak bisnis, timah yang digali dari lahan tambang PT Timah harus dijual lagi ke pemiliknya.

Para perusahaan rekanan diduga menjual langsung timahnya ke sejumlah negara tanpa sepengetahuan PT Timah. Korps Adhyaksa mencium aktivitas lancung ini terjadi sepanjang periode 2015-2022.

Sebelumnya, Kejagung telah memeriksa pula beberapa saksi, yang di antaranya adalah Reza Andriansyah dan Suparta. (*)

*) Source : Jaksapedia

Editor : Ahmadi

Peristiwa
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru