Jurnalis Disiksa, Dibunuh, dan Dimutilasi Dalam Kapal Selam Demi Kepuasan Seksual Pria

Reporter : Redaksi
Kim Wall

Bayangin Anda diundang ke ruangan tertutup untuk berbincang, tapi orang yang mengundang Anda malah membunuh Anda dan Anda tak bisa kemana-mana... Itulah yang dialami Kim Wall.

Pada tahun 2009, film "The Lovely Bones" yang diperankan Saoirse Ronan dirilis. Tokoh utama film adalah seorang anak 14 tahun yang diajak seorang pria masuk ke ruang bawah tanah tertutup, merayu sang anak dengan dekorasi lucu. Di dalam ruangan itu, sang anak dibunuh.

Baca juga: Ketua Umum PJI Mengecam Keras Kekerasan Terhadap Wartawan oleh Preman Tambang di Tuban

Film itu kemudian menunjukkan rasa takut sang anak yang tidak bisa kabur maupun berteriak minta tolong. Tak ada yang melihat atau mendengarnya di ruang tertutup itu. Itulah yang terjadi pada Kim Wall, jurnalis yang dibunuh di dalam kapal selam pribadi narasumbernya.

Kim Isabel Fredrika Wall lahir pada 23 Maret 1987 di Trelleborg, Swedia. Ia merupakan sosok yang gemar memperluas wawasannya, belajar di Lunds University, London School of Economics and Political Science, Beijing University, dan Columbia University.

Ia telah menulis untuk The Guardian, New York Times, Harper's Magazine, dan Vice. Pada tahun 2016, ia mendapatkan penghargaan karena menulis tentang perubahan iklim dan pengujian nuklir di Kepulauan Marshall. Pada tahun 2017, perhatiannya tertuju pada Peter Madsen.

Peter Madsen adalah penemu dan wiraswasta dari Denmark. Saat itu, Peter memiliki fokus pada luar angkasa namun ia juga memiliki sebuah kapal selam pribadi bernama "UC3 Nautilus". Bekerja sama dengan Wired, Kim menghubungi Peter untuk meminta kesediaan diwawancara.

Peter Madsen

Peter pun menyambut dengan hangat ajakan wawancara Kim. Wired adalah media massa ternama dan ia pun tidak akan berpaling dari potensi publikasi karyanya. Kim menghubungi Peter pada Maret dan April 2017 sebelum Peter membalasnya pada 10 Agustus 2017.

Hari itu, keduanya mengobrol dengan hangat sebelum Peter mengundang Kim langsung ke UC3 Nautilus di Teluk Køge. Kim pun menyetujui undangan Peter dan berangkat pada pukul 7 malam. Ia berniat untuk hanya mewawancarai Peter selama 2 jam sebelum kembali pulang.

Soalnya, ia dan sang kekasih, Ole Stobbe, sedang mengadakan pesta perpisahan dengan teman-temannya karena keduanya akan pindah ke Beijing dalam 6 hari. Peter setuju. Ia mengirim pesan, "Kapalnya siap. Tinggal menunggu sang jurnalis Wired." Kim pun pergi.

Ole Stobbe

Ia disambut Peter. Hanya ada mereka berdua di kapal selam itu. Pada pukul 8 malam, Kim mengirim pesan pada Ole: ia masih hidup, kapal akan menyelam sekarang, ia cinta Ole, dan Peter menyajikan kue kering serta kopi. Setelah itu, Ole tak dapat menghubungi Kim lagi...

Baca juga: Persatuan Jurnalis Indonesia DPC Gresik Gelar Rapat Koordinasi

UC3 Nautilus pun tidak berlabuh di tujuan yang direncanakan, yakni Pelabuhan Refshaleøen Copenhagen. Ole melaporkan berita kehilangan Kim ke polisi, yang juga mencari sang kapal selam. Kekhawatiran pun melanda. Apakah UC3 Nautilus tenggelam, menewaskan Kim dan Peter?

Untungnya, aparat keamanan tak butuh waktu lama untuk menemukan sang kapal selam hilang. Sesuai prediksi, UC3 Nautilus tenggelam di selatan Copenhagen. Peter berhasil diselamatkan. Namun, Kim tidak ada. Di dalam kapal selam yang tidak dikelilingi apapun kecuali air, ia hilang.

UC3 Nautilus

Peter mengatakan Kim loncat keluar dari kapal selam beberapa jam setelah berangkat. Mencurigakan, Madsen ditetapkan sebagai calon tersangka pembunuhan selama polisi mencari Kim. Pada tanggal 21 Agustus, 10 hari setelah UC3 Nautilus ditemukan, seorang pesepeda syok ketakutan.

Bersepeda di barat daya Amager, ia menemukan potongan tubuh bagian perut seorang wanita yang terdampar di pantai... Metal ditempel ke perut itu. Kemungkinan, siapapun berusaha mati-matian agar perut itu tidak mengambang ke atas. Usai dites DNA, perut itu adalah Kim...

Mengerikannya, ada 15 luka tusuk di bagian perut Kim, sebagian besar terletak di perut bagian bawah, dekat dengan alat kelaminnya. Pada 5 September, saat disidang, Peter mengubah kesaksiannya: Kim meninggal dengan tidak sengaja saat terbentur penutup kapal selam seberat 70 kg.

Baca juga: Ketua Umum PJI : Terbitkan Peraturan Kapolri untuk Mengakomodir Hak Wartawan

Panik, Peter pun "mengubur" Kim di laut. Pada 6 Oktober, polisi menemukan plastik-plastik terapung di lautan yang berisi kepala, kaki, dan pakaian Kim. Sebilah pisau juga ada bersama potongan-potongan tubuh itu. Dua hari sebelumnya, polisi menelusuri komputer Peter.

Di dalamnya, ditemukan video-video perempuan disiksa, dipenggal, dan dibunuh. Video-video itu bukanlah buatan Peter tapi semuanya nyata alias film "snuff" atau film yang menunjukkan kematian sesungguhnya. Pada 22 dan 29 November, kedua lengan Kim ditemukan.

Pada 16 Januari 2018, Peter dituntut akan pasal pembunuhan, mutilasi, dan penanganan mayat dalam cara tidak senonoh. Sebelumnya, Peter berkali-kali merevisi kesaksiannya. Saat kepala Kim ditemukan dan diketahui tidak ada bekas benturan, Peter berkata Kim keracunan gas.

Lalu, ia mengatakan ia memutilasi Kim karena itu satu-satunya cara tubuhnya bisa dikeluarkan ke laut dari kapal selam. Namun, jelas ia membunuh. Jaksa penuntut menduga ia sudah menargetkan Kim sebagai objek fantasi seksualnya dengan mengundangnya secara pribadi ke kapal selam.

Berhasil diisolasi, Peter kemudian mengikat Kim lalu melecehkan dan menyiksanya sebelum akhirnya membunuhnya dengan cara mencekik atau menggorok. Ini adalah bagian dari fantasi seksual Peter, termasuk saat jasad Kim dimutilasi. Peter dijatuhkan vonis penjara seumur hidup. (*)

*) Souce : Era.id

Editor : Syaiful Anwar

Peristiwa
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru