Kekayaan, Korupsi, dan Pilihan Nabi

avatar Redaksi
  • URL berhasil dicopy
Hairul Anas Suaidi
Hairul Anas Suaidi
grosir-buah-surabaya

Di negara dengan sistem korup, menjadi sangat kaya tanpa terkena cipratan korupsi adalah pengecualian, bukan norma. Dalam konteks Indonesia yang sarat dengan struktur ekonomi-politik yang bersifat oligarkis, pertumbuhan kekayaan besar seringkali tidak lepas dari interaksi dengan sistem koruptif — baik secara langsung maupun sebagai penerima manfaat tidak langsung.

1. Kekayaan dan Korupsi di Indonesia

Indonesia adalah negara dengan kekayaan sumber daya alam dan potensi ekonomi yang besar. Namun, struktur birokrasi dan politiknya telah lama dikendalikan oleh elite yang memiliki kekuatan ekonomi, menciptakan apa yang disebut sebagai sistem oligarki. Dalam sistem ini, orang-orang yang memiliki koneksi dengan kekuasaan lebih mudah mendapatkan akses terhadap proyek negara, izin usaha, atau perlindungan hukum. Hal ini membuat akumulasi kekayaan besar hampir selalu bersentuhan dengan sistem yang tidak transparan, penuh kolusi, dan nepotisme.

2. Orang Kaya Tidak Harus Korup, Tapi...

Masih ada pengusaha atau individu yang berhasil mencapai tingkat kekayaan tinggi dengan cara yang bersih, melalui inovasi, ekspor, dan kerja keras. Namun, mereka biasanya tidak mendominasi sektor-sektor rente seperti tambang, properti negara, atau proyek infrastruktur besar. Kebanyakan kekayaan besar di Indonesia berakar pada relasi kuasa, bukan semata-mata inovasi. Bahkan jika seseorang tidak secara langsung melakukan korupsi, ia bisa tetap menjadi beneficiary dari sistem yang koruptif.

3. Perspektif Nabi Muhammad SAW terhadap Kekayaan dan Kemiskinan

Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai seorang pemimpin yang sangat berhati-hati terhadap jebakan dunia. Dalam beberapa riwayat, Nabi SAW berdoa agar dihidupkan dalam keadaan miskin, diwafatkan dalam keadaan miskin, dan dikumpulkan bersama orang-orang miskin pada hari kiamat. Ini bukan berarti kemiskinan lebih mulia dari kekayaan secara mutlak, tetapi Nabi menyadari betapa besar tanggung jawab dan fitnah yang menyertai kekayaan.

Rasulullah SAW bersabda: “Aku berdiri di pintu surga dan mayoritas yang masuk ke dalamnya adalah orang-orang miskin…” (HR. Bukhari dan Muslim). Beliau juga bersabda, “Orang-orang fakir masuk surga 500 tahun lebih dahulu daripada orang-orang kaya.” (HR. Tirmidzi).

4. Relevansi dengan Sistem Koruptif Saat Ini

Doa Nabi SAW agar menjadi bagian dari orang miskin memiliki makna penting dalam konteks sosial-politik modern, khususnya di negara dengan struktur yang rusak. Menjadi kaya dalam sistem yang korup sering kali memerlukan kompromi moral, atau minimal diam terhadap ketidakadilan. Sikap Nabi mencerminkan prinsip menjauh dari sumber fitnah dan menolak terlibat dalam sistem yang tidak adil.

5. Kesimpulan

Meraih kekayaan besar dalam sistem yang korup memang bukan hal mustahil, namun sangat rentan terkontaminasi secara etis dan struktural. Sebagai umat Islam, teladan Nabi SAW menunjukkan pentingnya menjaga integritas, meskipun artinya harus hidup sederhana. Tantangan kita adalah membangun sistem yang memungkinkan orang baik dan jujur bisa sukses tanpa harus tunduk pada sistem koruptif.

*) Penulis : Hairul Anas Suaidi (resident Director / Owner di PT Edumatic Internasional)