Mantan Kepala Kejari Enrekang Jadi Tersangka Dugaan Pemerasan

avatar Arif yulianto
  • URL berhasil dicopy
Padeli.
Padeli.
grosir-buah-surabaya

Padeli menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangka Tengah. Sebelumnya, dia menjabat sebagai Kepala Kejari Enrekang. Setelah kepindahan dari Kejari Enrekang, ada “dosa” yang dibuat oleh Padeli.

Dosa tersebut ialah dugaan pemerasan terhadap Komisioner Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Enrekang. Atas dugaan pemerasan tersebut, Mantan Kepala Kejari Enrekang tersebut ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung.

Penetapan tersangka Padeli diumumkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, dalam konferensi pers yang digelar pada Senin, 22 Desember 2025.

Anang Supriatna berkata, Padeli ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik Kejagung menemukan alat bukti yang cukup terkait dugaan tindak pidana pemerasan yang diduga dilakukan saat Padeli menjabat sebagai Kepala Kejari Enrekang.

Anang Supriatna menjelaskan, Padeli diduga terlibat dalam penerimaan uang sekitar Rp 840 juta bersama tersangka lain berinisial SL. Dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi saat Padeli masih bertugas di Enrekang, wilayah Sulawesi Selatan.

“Padeli diduga menyalahgunakan wewenang hingga tidak profesional dalam menangani perkara hukum berkaitan dengan pengelolaan dana Baznas di Enrekang, Sulawesi Selatan. Padeli diduga menerima uang hingga mencapai Rp840 juta bersama tersangka lain (SL),” jelas Anang Supriatna pada Senin (22/12/2025).

Juru Bicara Kuasa Hukum BAZNAS Enrekang, Adhi Bintang menilai, terungkapnya fakta penetapan mantan Kepala Kejaksaan Negeri Enrekang, Padeli, sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung RI menjadi titik balik penting dalam perjalanan panjang penegakan hukum di Kabupaten Enrekang.

Selama ini, pimpinan BAZNAS Kabupaten Enrekang didorong masuk dalam pusaran perkara hukum yang belakangan kuat diduga bukan murni penegakan hukum, melainkan bagian dari praktik pemerasan dan kriminalisasi oleh oknum aparat penegak hukum.

Kini, fakta demi fakta mulai menemukan titik terang. Penetapan status tersangka terhadap mantan Kajari Enrekang membuka tabir baru atas dugaan tekanan, intimidasi, dan penyalahgunaan kewenangan yang selama ini hanya menjadi bisik-bisik di ruang publik.

“Apa yang dialami pimpinan BAZNAS Enrekang bukan sekadar perkara hukum biasa, melainkan potret buram rusaknya integritas penegakan hukum ketika kekuasaan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi,” kata Juru Bicara Kuasa Hukum BAZNAS Enrekang, Adhi Bintang.

Menurutnya, sejak tahap penyelidikan hingga penetapan tersangka, perkara tersebut salah alamat secara hukum. Dana zakat yang dikelola BAZNAS bukan dan tidak pernah menjadi keuangan negara, sebagaimana ditegaskan secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Dana zakat bersumber dari masyarakat dan dikelola berdasarkan prinsip syariah, sehingga tidak dapat dikonstruksikan sebagai objek tindak pidana korupsi.

Fakta tersebut semakin terang dalam persidangan praperadilan, di mana tiga orang ahli yang dihadirkan kuasa hukum BAZNAS secara konsisten dan seragam menyatakan bahwa penggunaan rezim hukum korupsi terhadap dana zakat adalah kesalahan fatal, menyesatkan, dan bertentangan dengan hukum positif.

Namun alih-alih menghormati mekanisme kontrol hukum, Kejaksaan Negeri Enrekang justru menghindari praperadilan dengan mempercepat pelimpahan berkas perkara ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Makassar.

Langkah tersebut dinilai sebagai bentuk kepanikan institusional untuk menutup cacat formil dan materil penyidikan.

“Praperadilan adalah instrumen konstitusional untuk mengontrol penyidikan yang menyimpang. Ketika Kejari Enrekang memilih melarikan diri dari praperadilan, itu menandakan ada pelanggaran serius yang ingin ditutup,” ujar Adhi. (*)