Maukah Produsen Seperti Danone Aqua Mau Membersihkan Sampah Plastik Mereka?
Sampah plastik merupakan salah satu jenis sampah yang terbuat dari bahan sintetis. Sampah plastik mencakup berbagai jenis produk, seperti botol plastik, kemasan makanan, kantong plastik, wadah plastik, dan masih banyak lagi. Semua jenis sampah plastik sangat sulit dalam penguraiannya.
Bakteri-bakteri pengurai dapat menghabiskan waktu selama 50 sampai 200 tahun untuk menguraikannya. Itulah sebabnya sampah plastik menjadi masalah serius di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia. Beberapa pihak akan saling menyalahkan, ada yang menyalahkan masyarakat sebagai konsumen, ada yang menyalahkan pemerintah, bahkan ada juga yang menyalahkan produsen. Pendapat mereka tentang siapa yang salah dan bertanggungjawab dalam sampah plastik pun beranekaragam.
Danone Aqua adalah perusahaan investor asing yang diketahui sudah lama menguasai pasar air minum dalam kemasan (AMDK) gelas dan botol plastik di Indonesia. Dari perkiraan total produksi 5,13 miliar gelas dan 2,7 miliar botol air mineral per tahunnya, Danone Aqua menyumbang masing-masing 587 juta gelas (11 persen) dan 1,3 miliar botol (49 persen). Kenapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) seakan tutup mata?
Ketua Net Zero Waste Management Consortium, Ahmad Safrudin mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaan penyumbang sampah plastik (Danone Aqua). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan atau Pemerintah Daerah harus memberikan teguran dan menarik uang paksa untuk pembinaan dan penegakan hukum dalam pengelolaan sampah.
Sejumlah perusahaan multinasional telah melakukan perbuatan melawan hukum karena memicu terjadinya pencemaran lingkungan hidup (tanggung renteng pelaku dumping limbah di lingkungan-Pasal 60 dan 104 UUPPLH Nomor 32 tahun 2009) dan tidak mematuhi ketentuan peta jalan pengurangan sampah (Permen LHK Nomor 75 tahun 2019 yang ditetapkan bersandar pada Perpres nomor 97 tahun 2017, Perpres nomor 83 tahun 2018, Peraturan Pemerintah nomor 81 tahun 2012 dan Undang Undang nomor 18 tahun 2008).
Fenomena timbulan sampah di lingkungan adalah indikasi tidak dijalankannya program reduce (pengurangan sampah) dengan prinsip upsizing, yakni menghentikan penggunaan kemasan plastik pada volume/bobot kecil, recycle dengan menarik kembali kemasan produknya untuk didaur-ulang, dan reuse dengan pemanfaatan kembali kemasan plastik yang tidak berisiko pada kesehatan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan atau Pemerintah Daerah harus memberikan teguran dan menarik uang paksa untuk pembinaan dan penegakan hukum dalam pengelolaan sampah Bahkan untuk konteks perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, saatnya diberikan sanksi administrasi sebagai langkah awal pengenaan sanksi pidana lingkungan, demi menghentikan pencemaran sampah plastik.
Selain masalah sampah Danone Aqua jadi perusahaan Air minum dalam kemasan (AMDK) telah banyak melakukan ekploitasi mata air yang dimiliki oleh penduduk lokal di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu merek AMDK ini memiliki 14 pabrik dan memonopoli puluhan mata air.
Dari tahun 2001 hingga 2008, perusahaan ini telah menyedot lebih dari 30 miliar liter dan menguasai 80% penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia.
Di Kabupaten Sukabumi, warga melaporkan sejak berdirinya Pabrik AMDK di desa tempat tinggalnya, air sumur menjadi kering sehingga warga terpaksa harus berjalan lebih jauh untuk mengambil air bersih. Sebanyak 48 persen atau hampir separuh pengambilan air tanah di Kabupaten Sukabumi dilakukan oleh tiga perusahaan penghasil produk terkemuka di dunia, yaitu Danone Aqua.
Sebanyak 24 persen warga tinggal di sekitar perusahaan air kemasan tergolong miskin dan kesulitan air bersih. Beberapa daerah juga melakukan penolakan terhadap pengeboran mata air lokal oleh perusahaan AMDK Danone Aqua, seperti di Karangasem, Bali, dan juga Serang, Banten, Klaten. (*)
*) Penulis : Ary Prasetyo
Editor : Syaiful Anwar