Menelisik Tata Kelola CSR PT Freeport Indonesia Dari Perspektif Pemberdayaan Dan Berkelanjutan
Sebelum kita mengenali dan membahas tata kelolahan CSRnya, perlu kita awali dan mengetahui apa itu CSR. Corporate Social Responsibility (CSR) secara singkat dapat dimaknai sebagai tindakan tanggung jawab moral etis dari perusahaan terhadap aspek sosial, lingkungan dan manusia. Jika meminjam beberapa pengertian secara definisi menurut para ahli misalnya, menurut Totok Mardikanto (2018:92), Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah konsep dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam menjalankan bisnis dalam interaksi dengan para pemangku kepentingan secara sukarela yang mengarah pada keberhasilan bisnis yang berkelanjutan.
Sedangkan menurut Menurut (ISO, 26000) responsibility of organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behavior that contributes to sustainable development, including health and the welfare of society.
Baca Juga: Peresmian Smelter PT Freeport Indonesia di Gresik
Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan tindakan perusahaan yang sadar dan etis dalam menjalankan operasi bisnisnya dengan cara yang transparan, akuntabel serta mampu berkontribusi dalam menjaga kesehatan ekosistem, sosial dan memberi manfaat kepada masyarakat secara komprehensif dan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
Sedangkan tata kelola Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kewajiban bagi perusahaan yang harus diperhitungkan dalam biaya operasionalisasi dan manajemen suatu perusahaan. Dalam konteks global, istilah Corporate Social Responsibility (CSR) mulai digunakan sejak tahun 1970 an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998), dalam karya makalah yang ditulis Dian Astuti berdasarkan karya John Elkington tentang tiga komponen penting pembangunan berkelanjutan, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus yaitu profit, planet dan people (3P).
Perusahaan yang baik tidak hanya mengejar keuntungan ekonomi (profit) saja, melainkan memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people well being), dalam Astuti, (Initiative, 2002).
Dalam aktivitas usaha, perusahaan diwajibkan untuk mematuhi hukum dan kewajiban dalam menjalankan bisnisnya. Program tanggungjawab sosial dan lingkungan tersebut harus menjadi salah satu program positif dan menjadikan bagian dari aktivitas perusahaan yang dilakukan sesuai rencana kerja tahunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
Tujuannya agar tidak hanya mengeksploitasi untuk memperoleh keuntungan secara besar tetapi juga memberikan kontribusi bagi kelestarian lingkungan, pemberdayaan masyarakat dan mewujudkan kemandirian ekonomi lokal.
Maka dari itu, Indonesia sebagai negara hukum maka aktivitas perusahaan juga harus dijalankan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Mematuhi hukum sebagai kebutuhan dan keharusan yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Hal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum sehingga satu-satunya aturan main dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (supremacy of law), Netty SR Naiborhu (2018). Hukum sebagai jaminan dan alat kontrol aktivitas perusahaan yang berpotensi terjadinya penyelewengan dan tindakan tidak etis terhadap masyarakat, sosial dan lingkungan. Maka pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 memberi kepastian hukum bagi pelaku usaha dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan.
Namun beberapa perusahan di Indonesia justru belum mematuhi hukum sebagai alat kontrol dalam aktivitas perusahaannya. Salah satunya yaitu PT Freeport Indonesia (PTFI) yang beroperasi di pegunungan Cartenz di Tembagapura, Kabupaten Timika-Papua. PT Freeport Indonesia merupakan perusahaan pertambangan terbesar dan terluas di tingkat internasional yang
beroperasi secara pertambangan terbuka dan tertutup. Alhasil, dengan aktivitas yang dilakukan secara skala besar dapat memberikan penanaman modal yang besar bagi Negara maupun investor asing milik kapitalis dan imperialis yang beroperasi di Papua.
Selain itu, terjadinya tindakan tidak etis dan ketidakpatuhan terhadap hukum, akhirnya aktivitas tersebut mendatangkan berbagai permasalahan diantaranya, pelanggaran HAM, konflik sosial (suku) budaya, pencemaran lingkungan hulu hingga hilir di sekitar perusahaan.
Oleh sebab itu, negara harus menegakan regulasi dalam memantau dan mengontrol aktivitas perusahaan yang saling menguntungkan (win-win solution). Perusahaan boleh menjalankan aktivitas tanpa alat kontrol yang jelas untuk meminimalisir tindakannya. Namun sebaliknya mengutamakan tindakan yang etis berkelanjutan. Maka dibutuhkan tindakan kolaboratif/kerjasama antara pemerintah, perusahaan dan lembaga adat/masyarakat.
Tujuannya untuk mengetahui dan menyaring aspirasi masyarakat, analisis potensi sosial dan mendorong partisipasi masyarakat secara ekonomi, sosial, budaya dan melestarikan lingkungan. Tindakan kolektif ini dihasilkan melalui konsensus multi stakeholders dan dikonsolidasikan dengan tujuan untuk merumuskan atau mendesain program ideal yang mencakup kebermanfaatan bagi pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Hal ini diukur dan diramalkan menggunakan metode social return on investment (SROI), yang biasa digunakan melihat dan mengukur keberhasilan dari sisi kebermanfaatan sosial dan digunakan sebagai metode evaluasi kinerja perusahaan dalam menjalankan bisnis.
Disisi lain, metode SROI digunakan untuk mengukur keberhasilan dan kegagalan, bahkan merekomendasikan kebijakan yang ideal secara transparansi dan akuntabel.
Profil Perusahaan PT. Freeport Indonesia (PT FI)
PT Freeport Indonesia merupakan perusahaan pertambangan terbesar di dunia yang beroperasi di Indonesia bagian Timur, khususnya di Papua Tengah. PT Freeport Indonesia juga sebagai perusahaan bilateral yang dikelola oleh beberapa negara maju. Sejak awal setelah Indonesia merdeka, belum cukup memiliki teknologi untuk mengelola sumber daya alam, salah satunya yaitu material berharga yang ada di pegunungan Papua. Dikala itu, banyak orang Eropa seperti Spanyol, Portugis dan Inggris dengan melakukan ekspedisi sambil menyebarkan agama Kristen beberapa pulau di Indonesia.
Target penjelajahan dilakukan di daerah yang memiliki keindahan alam dan potensi material yang melimpa salah satunya di Pegunungan Jayawijaya (Chartenz). Pegunungan Jayawijaya merupakan gunung tertinggi di Indonesia tentu memiliki banyak potensi yang diantaranya salju abadi, material seperti emas, tembaga dan migas. Perjalanan sejarah perkembangannya PT Freeport Indonesia sampai saat ini mengalami kemajuan dan memproduksi penambangan dan pengolahan bijih dalam jumlah yang banyak. Semua ini bagian dari tindakan eksplor dari kolonialisme yang mencari sumber kekayaan, kejayaan dan penyebaran agama Kristen melalui ekspedisi.
Dengan demikian pada tahun 1936, F. J. Wissel dan geolog Jean-Jacques Dozy, merupakan orang pertama yang melakukan ekspedisi ke gletser dan menemukan Ertsberg di pegunungan Jayawijaya (Eisberg) di Puncak pegunungan Cartenz. Ekspedisi kedua pada tahun 1963 oleh Forbes Wilson & Del Flint untuk menemukan kembali Ertsberg. Pada tahun 1967 dilakukan penandatangan Kontrak Karya (KK) I yang merupakan salah satu pionir PMA pertama untuk jangka waktu 30 tahun setelah beroperasi. Kontrak karya PMA ini juga tidak terlepas dari keinginan dan ambisi negara kolonial Belanda, Indonesia dan Imperialis Amerika untuk mengeksploitasi sumber daya alam Papua yang disepakati melalui perjanjian 15 Agustus New York Agreement dan 30 September Roma Agreement di tahun 1962.
Kehadiran PT Freeport Indonesia juga menjadi kontroversial karena penandatanganan PMA dilakukan dua tahun sebelum pelaksanaan Pepera pada 1969 mengenai status Papua Barat yakni 1967. Tahun 1967 Presiden Soeharto tanpa perpanjangan kontrak karya dengan PT Mcmoran selama 1969 (selama 30 tahun). Dalam kontrak kedua tersebut menetapkan ketentuan terkait harus saham PT Freeport Indonesia ke Indonesia hingga mencapai 51%.
Namun kerana perjanjian ini terjebak seketika Presiden Soeharto menetapkan PP 20 tahun 1994 tentang perizinan perusahaan asing untuk memiliki 100% saham di Indonesia. Pada tahun 1970-1972, memulai aktivitas penambangan, pengolahan bijih, pengapalan konsentrat dan pada tahun 1988 penemuan cadangan Grasberg bawah tanah. Tahun 1999 penandatanganan Kontrak Karya (KK) II, yang merupakan pembaharuan Kontrak Karya I, untuk jangka waktu 30 tahun dengan hak perpanjangan 20 tahun menurut data (PT Freeport Indonesia, 2021).
Tahun 1995 penyelesaian pembangunan kota Kuala kencana di Timika, suatu perumahan fasilitas dan sarana dan prasarana bagi karyawan PTFI. “Tahun 1996 memberikan dana kemitraan 1% dari penjualan perusahaan bagi pengembangan masyarakat lokal yang dikelola institusi masyarakat Amungme dan Kamoro, juga bagian dari program tanggungjawab sosial (CSR) yang dilakukan oleh perusahaan.
Selanjutnya pada tahun 1997 penyelesaian dan pengoperasian PT Smelting di Gresik Jawa Timur, fasilitas pemurnian yang menghasilkan Katoda Tembaga pertama di Indonesia. Rata-rata 40% produksi konsentrat perusahaan dimurnikan di smelter ini” (PT Freeport Indonesia, 2021). Sedangkan pada tahun 2004 memulai investasi proyek pengembangan bawah tanah sebagai kelanjutan dari tambang terbuka Grasberg yang berakhir di tahun 2018.
Sembilan miliar telah diinvestasikan dan tambahan dua puluh miliar akan diinvestasikan sampai pada tahun 2004. Melakukan penandatanganan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan perpanjangan usaha pertambangan sebesar 2041.51,24% saham perusahaan dimiliki oleh pemerintah Indonesia. (PT Freeport Indonesia, 2021).
Pada tahun 2014 Presiden Jokowi berhasil divestasi digalahkan hingga mencapai 51% saham dimiliki Indonesia dan sisanya masih dimiliki oleh PT Freeport Indonesia Mcmoran (FCX). Dengan demikian, saham 51% dimiliki PT Inalum sedangkan Pemda Papua hanya memperoleh 10% dari 100% saham di PT. Freeport Indonesia (CNBC Indonesia, 2023).
Tata kelola corporate social responsibility merupakan salah satu konsep mengenai strategi pelaksanaan aktivitas dan manajemen pengelolaan perusahaan untuk memberikan dampak positif melalui tindakan yang etik dan bermanfaat tidak hanya bagi aspek ekonomi tetapi juga memberikan dampak positif bagi sosial dan lingkungan.
Program tanggungjawab sosial (CSR) yang dilakukan PT Freeport Indonesia merupakan kewajiban perusahaan berupa sosial return dan impact positif terhadap lingkungan, masyarakat dan pendapatan ekonomi masyarakat sekitar perusahaan. Konsep CSR menjadi tolak ukur keberhasilan PT Freeport Indonesia secara sosial dan kelestarian lingkungan agar keberhasilan tidak hanya dilihat secara aktivitas atau produktivitas ekonomi belaka, namun perlu memperhatikan aspek dampak positif dihasilkan untuk standarisasi dan kelayakan usaha dari perusahaan tersebut. Maka dari itu, perusahaan melakukan tanggungjawab sosial tidak hanya dilakukan untuk kebutuhan formalitas dan sekedar mematuhi aturan saja tetapi harus dilakukan berdasarkan kesadaran dan penuh standar moral yang tinggi.
Dalam aktivitas perusahaan juga memerlukan nilai dan norma yang menjadi pedoman sekaligus mengarah sebagai pengarah diantaranya bisa dari aturan yang dibuat perusahaan, aturan pemerintah dan hukum internasional yang mengatur terkait dengan hubungan perusahaan terhadap masyarakat, sosial dan lingkungan.
Ada beberapa nilai yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan dalam menjunjung tinggi nilai dan citra baik perusahaan kepada publik melalui kejujuran, profesionalisme, otonomi, empati, keuntungan, adil dan integritas, (Joseph Tegu, 2021).
Dalam praktik tata kelola CSR yang dilakukan oleh PT Freeport beberapa tahun terakhir, telah melahirkan berbagai dampak positif maupun negatif di sekitar operasi perusahaan. Dampak positif yang diberikan cukup banyak berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, penguatan/pemberdayaan masyarakat melalui dua wadah/lembaga adat yang ada di sekitar perusahaan serta bantuan jangka pendek lain. Namun sosial return yang diberikan tersebut tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan dan dampak negatif yang terjadi akibat penambangan dan pembuangan secara masal melalui air hingga mencemari air dan lingkungan sehingga banyak tanaman sagu dan ikan yang mati di bagian hilir perusahaan.
Selain itu, terdapat banyak permasalahan terhadap masyarakat lokal hingga tidak program yang diberikan hanya bersifat jangka pendek dan tidak berkelanjutan terhadap kemandirian dan kesejahteraan masyarakat lokal secara ekonomi, sosial dan lingkungan.
Meskipun terdapat banyak kekurangan dalam tata kelola CSR, PT Freeport Indonesia selalu berusaha untuk memberikan perhatian dan kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat, ekonomi, sosial dan kelestarian lingkungan melalui beberapa tindakan etik. Tindakan etik yang dilakukan PT Freeport Indonesia dapat kita akses melalui beberapa kajian di website resmi milik perusahaan PT Freeport Indonesia. Pada tahun 2021 dalam laporanya dapat menjelaskan berbagai praktik tata kelola CSR yang dilakukan berupa tindakan etik yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Dengan demikian, nilai yang diterapkan di perusahaan PT Freeport Indonesia sebagai salah satu pedoman untuk melakukan produktivitas ekonomi dan memastikan dampak positif yang diciptakan.
Pedoman perusahaan yang menjadi dasar tolak ukur keberhasilan program yang memberikan kontribusi secara berkelanjutan. Nilai keberlanjutan tersebut diimplementasikan melalui penerapan etika bisnis, yaitu bekerja secara profesional, menjalin kerjasama dan pembangunan berkelanjutan. Kata lain, “pemenuhan kebutuhan ekonomi harus diimbangi dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan sehingga dalam memenuhi kebutuhan saat ini, tidak membahayakan kebutuhan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Ini salah satu nilai keberlanjutan yang menjadi komitmen dari PT Freeport Indonesia”.
Pendekatan penerapan nilai tersebut dilakukan melalui pelaksanaan 10 asas pembangunan berkelanjutan ICMM di seluruh kegiatan usaha, membuat laporan sesuai dengan kerangka Global Reporting Initiative (GRI/Prakarsa Pelaporan Global) yaitu pedoman pelaporan Standar Generasi Ketiga dan Mining and Metals Sector Supplement (MMSS), dan memberi jaminan secara independen terhadap pelaksanaan komitmen. (PT Freeport Indonesia, 2021).
Oleh karena itu, PT Freeport sebagai perusahaan terbesar multinasional dan pertambangan terbesar multiglobal memiliki tata kelola CSR yang baik melalui program pengembangan masyarakat, lingkungan dan sosial. Disisi lain, penerapan CSR juga sebagai strategi meningkatkan citra baik di hadapan publik agar aktivitas produktivitas ekonominya dapat berjalan dengan baik.
PT Freeport memiliki juga memiliki tata kelola CSR untuk upaya keberlanjutan program produksi penambangan dan memperoleh material berharga melalui beberapa strategi program CSR pada pembahasan berikut.
Dampak Pengelolaan CSR Dalam Pemberdayaan Multiaspek
1. Masyarakat
Tanggung Jawab sosial yang diberikan pada aspek pemberdayaan masyarakat berbasis kontekstual, human capital dan natural resources yang digerakan oleh masyarakat atau komunitas yang berpartisipasi dalam perubahan melalui perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial bahkan memenuhi kebutuhan sosial secara swasembada, swadaya dan swakelola.
Dengan kata lain, pemberdayaan masyarakat didefinisikan sebagai sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Salah satu model pendekatan yang dapat dilakukan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat yaitu pendekatan ABCD (Asset Based Community Development) yaitu pemberdayaan dengan memanfaatkan aset dan potensi yang ada di masyarakat (Maulana, 2019).
Pemberdayaan masyarakat diimplementasikan secara pendekatan pembangunan yang berpusat pada masyarakat (people centered development) melalui peningkatan pemahaman ekologi, berdaya, berpartisipasi dan dapat memperoleh manfaat sosial bagi semua pihak.
Maka tata kelola CSR yang baik akan memberikan manfaat baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang bagi komunitas yang ada di sekitar perusahaan. Sumber daya di dalam perusahaan dibagi menjadi dua yaitu mereka melakukan produktivitas penambangan (karyawan), sedangkan sumber daya manusia selain karyawan ialah masyarakat lokal yang berpotensi untuk menerima manfaat atau menerima dampak negatif dari aktivitas perusahan.
Konsep CSR bertujuan untuk memberikan pemberdayaan masyarakat baik secara pengetahuan, keterampilan, peningkatan produktivitas dan penguatan lembaga masyarakat adat. Hal ini harus didukung dengan program yang memberikan keberdayaan, keberlanjutan dan kemandirian. Menghargai dan memenuhi hak asasi manusia (HAM) sebagai penghargaan tertinggi berdasarkan “UU 39 Tahun 1999” mengutamakan nilai kejujuran dan keadilan.
Namun sayangnya, berdasarkan beberapa riset menunjukan adanya perusahaan PT Freeport, masyarakat justru belum bisa menikmati hasil pengolahan penambangan dan pemurnian bijih material oleh perusahaan tersebut. Bahkan prospek perusahaan yang sangat rendah mempersulit masyarakat ikut berpartisipasi dalam berbagai pengambilan keputusan.
Disisi lain, terdapat angka buta huruf yang cukup tinggi di area perusahaan, bahkan kesempatan kerja di perusahaan PT Freeport bagi sumber daya pribumi (orang papua) seringkali mengalami kesulitan. Hanya beberapa yang diterima sesuai dengan standarisasi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan dari perusahaan.
Selain itu, aspek keamanan yang rawan akan kekerasan, pembunuhan hingga pelanggaran HAM yang sering terjadi di area perusahaan antara TNI/Polri dengan TPNPB. Konflik ideologi papua juga ada kaitannya dengan permasalahan sengketa tanah (sumber daya alam) antara orang Papua dengan Pemerintah untuk menguasai dan mengeksploitasi sumber daya alam. Tindakan pun ditambah dengan minimnya regulasi jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat terdampak.
Hukum yang mengatur hak pekerja dan hak untuk hidup nyaman, aman, mengakses pendidikan, bekerja di posisi yang layak dan menerima kesehatan yang baik kurang menjaminkan. Maka dapat dikatakan bahwa perusahaan PT Freeport Indonesia belum memberikan indikator pemberdayaan, kemandirian dan keberlanjutan.
Hal menarik lain, yakni minimnya tenaga profesional seorang community development officer di perusahaan PT Freeport Indonesia sehingga program hanya dilakukan tanpa merancang dan mengkomunikasikan strategi program dengan jelas. Hal ini disayangkan karena perusahaan terbesar di dunia, PT. Freeport belum menjalankan tanggung jawab sosialnya secara tersistematis, transparan, akuntabel dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Ekonomi
Upaya peningkatan pendapatan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan melalui pengembangan usaha kecil dan mikro (UMKM) berbasis komunitas salah satunya koperasi milik suku Kamoro dan Amungme di Timika, Papua. Tata kelola CSR pengembangan ekonomi yang dijalankan melalui beberapa program diantaranya budidaya perikanan, peternakan, pertanian dan ketahanan pangan.
Khususnya di bidang pertanian dan ketahanan pangan dilakukan melalui aktivitas penanaman kebun, penanaman sayur-mayur dan bagi masyarakat di dataran tinggi dilakukan pengemabnagn usaha kopi khas Tembagapura.
Program pembinaan UMKM juga dilakukan melalui wadah YAPMAK mendorong ekonomi yang kompetitif dan unggul secara ekonomi di antar daerah. Selain itu, dilakukan program pembinaan UMKM untuk mendukung pengembangan ekonomi masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumber daya alam di sekitar. Program ini dijalankan berdasarkan kemampuan yang dimiliki masyarakat dan disatukan dengan kearifan lokal yang ada.
Namun hal ini dilihat secara skala prioritas pengembangan usaha kecil dan mikro (UMKM) berbasis komunitas sangat penting dalam ukuran keberhasilan tata kelola CSR di aspek pemberdayaan dan kemandirian ekonomi masyarakat.
Baca Juga: Smelter PT Freeport Indonesia di KEK JIIPE Resmi Beroperasi
Salah satu indikator yang wajib terpenuhi sebagai tindakan etis dan bermartabat adalah perusahaan PT Freeport Indonesia wajib mewujudkan kemandirian secara ekonomi berbasis modal sosial-budaya dan keberlanjutan aspek lingkungan melalui pengembangan kawasan pertanian dan perkebunan yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat secara ekonomi. Secara geografis kawasan PT Freeport Indonesia berada di tempat yang sangat strategis secara sumber daya alam yang melimpah, selain sumber daya ekstraktif yang digali.
Orientasi ekonomi masyarakat Amungme, biasanya memanfaatkan lahan disekitar untuk kebutuhan ekonomi maupun sebagai lahan serba guna bagi kelangsungan hidup. Sayangnya lahan potensial tersebut, masyarakat memanfaatkan secara tradisional/terbatas dengan perolehan hasil yang minim. Potensi ini tidak dilihat sebagai sumber ekonomi berbasis kearifan lokal dan pengetahuan lokal dalam mengelolanya secara maksimal untuk kesejahteraan komunitas.
Pengelolaan lahan, khususnya lahan serbaguna bagi masyarakat dapat difungsikan dan dimaksimalkan melalui pengembangan kawasan perkebunan/pertanian komoditas berbasis teknologi. Pemanfaatan perkebunan berbasis teknologi yang disesuaikan dengan konteks ekologi, ramah lingkungan agar menghasilkan hasil yang berkualitas dan berkelanjutan. Hal ini didukung dengan persiapan kecakapan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan agar mendistribusikan lahan secara etis dan berkelanjutan sebagai sumber penghidupan sekaligus modal ekonomi masyarakat.
Sedangkan masyarakat suku Kamoro di dataran rendah, mereka memanfaatkan kawasan pesisir sebagai pengembangan wisata Bakau dan aktivitas budidaya ikan dan biota laut lainya. Namun karena posisinya yang berada di hilir, pembuangan limbah dapat mengancam kelangsungan hidup ekosistem biota laut, lingkungan bahkan suplai oksigen yang buruk bagi kesehatan masyarakat.
3. Lingkungan
Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan bagi aspek lingkungan oleh perusahaan PT Freeport Indonesia yaitu melakukan pemulihan pasca penambangan di area penggalian tembaga secara terbuka dan tertutup di Grasberg melalui penanaman biji pepohonan hijau untuk mitigasi bencana/longsor. Selain itu, mencegah pencemaran lingkungan di bagian muara kali kabur (porside), Pomako sekitar masyarakat Suku Kamoro.
Dapat dilakukan melalui penanaman pohon mangrove (Bakal) dan budidaya mangrove sebagai upaya pengembangan objek wisata yang menarik. Selain itu, di dataran tinggi dilakukan reklamasi dengan tanam rumput lokal maupun rumput asing guna menutupi lobang batu tanah yang kosong sebagai upaya penghijauan melalui rumput.
Di muara pembuangan limbah dapat dilakukan reklamasi dan vegetasi penanaman pepohonan, sayuran dan buah-buahan di bagian muara perkumpulan pembuangan pasir/tanah. Namun terdapat sisi negatif yang dihasilkan oleh aktivitas PT Freeport Indonesia kemudian belum maksimal dalam mitigasi longsor dan revegetasi serta reklamasi di dataran rendah atau murah daripada pembuangan bekas galian PT Freeport Indonesia. Hal ini juga terbukti dengan terjadinya longsor di tahun 2021 yang membuat masyarakat di sekitar Perusahaan, kota Tembagapura harus mengungsi ke Timika akibat bencana.
Artinya dengan adanya penambangan secara luas dan liar seharusnya dapat diimbangi juga dengan mutasi bencana/longsor dengan pengurangan aktivitas yang kurang mengancam tanah, lingkungan dan masyarakat sekitar. Ini semua diakibatkan oleh ambisi dan praktik yang tidak etis dari PT Freeport Indonesia yang belum bisa memberikan kebermanfaatan social berupa kelestarian dengan penanaman bibit mangrove (Bakau) dan mengembangkan kawasan pariwisata berbasis kearifan lokal.
4. Sosial dan Budaya
Tata kelola CSR bagi aspek sosial dan budaya yaitu melalui penguatan institusi sosial yang dilakukan untuk meningkatkan swadaya, swakelola dan menguatkan modal social dan pelestarian budaya. Penguatan lembaga adat dan sosial dilakukan melalui kerjasama dengan Lembaga musyawarah adat suku Kamoro (Lemasa) dan lembaga musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko).
Dalam pelaksanaan program CSR kedua lembaga ini sangat penting untuk diajak dalam analisis sumber daya alam, potensi, kebutuhan masyarakat dan nilai sosial-budaya. Lembaga ini menjadi wajah masyarakat sekaligus wadah untuk mengelola manfaat dari perusahaan secara mandiri, swakelola dan berpartisipasi dalam pembangunan yang ramah akan sosial dan lingkungan demi mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
Disisi lain, kontribusi dalam pemberdayaan dan penguatan institusi lokal kurang maksimal. Hal ditelisik dari ketidakberdayaan masyarakat Suku Kamoro dan Suku Amungme yang berada di Timika, Papua. Terlebih masalah sosial kerap terjadi secara bervariasi baik dari anak-anak sampai dengan orang dewasa.
Konflik juga akibat dari ketidaktransparan dan ketidakmerataan dalam mengakses ke pasar. Produktivitas ekonomi yang tidak memberikan akses kepada masyarakat lokal menciptakan kecemburuan social (konflik laten) bahkan terjadi perang suku (konflik manifes). Padahal diteliti lebih jauh, fasilitas di Kota Timika seperti fasilitas pasar dan jalan hampir dibanguna oleh perusahaan PT Freeport Indonesia. Namun hanya diakses dan dinikmati oleh segelintir orang (rata-rata pendatang) yang cukup memiliki pengetahuan.
Disisi lain, belum tersedianya prasarana pasar yang permanen bagi masyarakat adat. Minimnya kesempatan bagi masyarakat untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan masih bahkan kesulitan dalam mengakses indikator kegagalan pengelolaan CSR PT Freeport Indonesia. Hal ini merupakan tanggung jawab perusahaan untuk memberikan penguatan kapasitas masyarakat dan penguatan lembaga adat untuk menciptakan kehidupan yang inklusif, mandiri, keberlanjutan bagi lingkungan berbasis modal sosial.
Catatan Kontradiksi Dalam Pemberdayaan Dan Berkelanjutan PT Freeport Indonesia
Ada beberapa catatan yang dapat diuraikan yaitu:
- Perusahaan PT Freeport selayaknya memberikan perlindungan hak bagi karyawan Memberikan jaminan yang layak bagi keselamatan kerja, jam kerja yang sesuai, tunjangan dan kebutuhan pertimbangan kondisi ketika terjadi keadaan emergensi.
- Tindakan etis bagi masyarakat diwujudkan dalam program 3P profit yaitu perusahaan memastikan aktivitas yang bisa memberi manfaat secara nilai ekonomis yaitu peningkatan kuantitas dan kualitas produktivitas perusahaan dan tercapainya swasembada ekonomi masyarakat. Menyediakan jaminan hukum dan memperhitungkan hak-hak masyarakat dalam sistem standar manajerial perusahaan.
- Di aspek sosial dapat memberikan jaminan perlindungan sosial dasar seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan hingga mewujudkan kesejahteraan masyarakat (well being).
- Sedangkan aspek lingkungan, dapat diupayakan secara masif dan konsisten bagi pelestarian ekologi- ekosistem agar tetap jauh dari pencemaran dan kerusakan.
- PT. Freeport juga perlu mendorong kerjasama yang baik dengan pemerintah, lintas perusahaan dan lembaga swadaya dalam memberikan CSR secara komprehensif dan inklusif. Revegetasi dan reklamasi terpotret dengan baik namun tidak hanya di area penambangan (di dataran tinggi) dan di dataran rendah (muarah) namun kegiatan serupa dilakukan secara komprehensif dan konsisten melalui tindakan pemulihan dan pencegahan di lokasi terdampak.
- Menguatkan kegiatan ekonomi masyarakat khususnya dua Suku yang merupakan penerima manfaat, dan diberikan evaluasi dan monitoring secara konsisten dengan memberikan peningkatan kapasitas dan penguatan produktivitas ekonomi masyarakat bahkan dipublikasikan secara transparan. Hal ini perlu dilakukan karena terdapat
banyak masyarakat menjual hasil panen di tempat semi permanen atau di luar ruangan/pinggir jalanan. Hal ini bahan evaluasi mengapa realitas sosial ini tidak dijawab oleh program CSR hingga berdampak pada pendapatan masyarakat dan kesejahteraan keluarga bahkan ketidakmampuan untuk membiayai pendidikan anak.
- Memberikan akses pendidikan, khusus bagi masyarakat dua suku yang berada di area operasi PT. Freeport Indonesia agar dapat mengakses pendidikan yang berkualitas, inklusif dan merata. Menyediakan fasilitas pendidikan tidak hanya bagi keluarga karyawan atau diakses oleh segelintir orang yang mampu, namun juga memberikan kesempatan bagi orang asli Papua, khususnya ke-2 suku dan 7 suku lainya. Hal ini dipahami sebagai tindakan jangka panjang (investasi) di aspek pendidikan bagi sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul.
Disisi lain, menuntaskan tindakan kecurangan dan kejanggalan melalui sistem dan praktik dalam menyelenggarakan bantuan beasiswa yang berujung pada ketidaktransparan dan berkesan dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki akses dan kekuasaan.
- Menyediakan tenaga ahli pemberdaya masyarakat (community developer officer) bagi penerima prograM untuk mendampingi dan menjalankan program CSR dari PT Freeport Indonesia.
Baca Juga: UPN Yogyakarta Menggelar CEO Talk
CDO berperan sebagai fasilitator dan pendamping dalam pemberdayaan masyarakat ramah lingkungan dan tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Akhirnya, Tergantung Niat Baik Perusahaan
Dari pembahasan sebelumnya, kita bisa melihat bahwa PT Freeport Indonesia telah menjalankan tata kelola social corporate responsibility (CSR) dengan baik berdasarkan undang-undang sesuai aturan standar operasionalisasi dan manajerial perusahaan internasional dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya bagi sosial dan lingkungan. Hal ini dilihat dari upaya penguatan lembaga adat seperti Lemasko dan Lemasa dalam pemberdayaan melalui penguatan kapasitas dan peningkatan produktivitas masyarakat.
Tujuannya untuk mendorong dan menumbuhkan ekonomi masyarakat yang berswasembada, berdaya dan berkelanjutan. Selain itu, PT Freeport Indonesia juga berupaya melestarikan lingkungan melalui revegetasi dan reklamasi pasca penambangan di kawasan dataran tinggi (digrasberg) maupun di muara kali kabur (portside), Pomako, Timika. Memberikan fasilitasi pendidikan, membangun rumah sakit umum (RS), membangun sarana pasar dan pembangunan jalan dan jembatan umum.
Berdasarkan tanggung jawab sosial perusahaan PT Freeport Indonesia, beberapa data dan realitas menunjukan ternyata program CSR yang dilakukan rata-rata bersifat jangka pendek yang meliputi bantuan bencana, bantuan pembangunan gereja, uang tunai saat perayaan natal dan kegiatan situasional lainya.
Walau pun ada yang bersifat jangka panjang, itu belum dimaksimalkan. Maka urgensi ini dijawab dengan beberapa catatan ada agar kedepannya perusahaan PT Freeport Indonesia mengambil pertimbangan yang rasional dan memberikan program yang bersifat jangka panjang. Memudahkan masyarakat untuk mengakses kesempatan dan mendorong swadaya masyarakat dalam mengelola sumber daya berdasarkan potensi dan kemampuan masyarakat yang dikerjakan berdasarkan local knowledge hingga tercapai pembangunan yang berkonsep kearifan lokal. Bahkan kenyataan bahwa tata kelola CSR perusahaan PT Freeport Indonesia terkesan belum maksimal dan belum memberikan manfaat sosial secara berkelanjutan, pemberdayaan, memenuhi hak masyarakat adat dan kemudahan akses kesempatan bagi masyarakat adat untuk dinikmati.
Disisi lain, terdapat berbagai konflik vertikal hingga pelanggaran berat HAM yang terjadi tidak terlepas dari sejarah penandatangan kontrak karya PT McMoRan milik Negara imperialis Amerika dengan Indonesia Pada 7 April 1967 dua tahun sebelum Pepera. Kondisi ini menjadi paradoksal yang berkaitan dengan keadaan pra dan pasca beroperasinya PT Mcmoran tersebut.
Oleh sebab itu, persoalan yang terjadi awal pengoperasian PT. Freeport Indonesia hingga sekarang harus diadili secara tuntas melalui pelurusan sejarah dan memberikan hak-hak adat yang sudah dirampas oleh negara kapitalis dan imperialis melalui usaha ekstraktifnya.
Dilakukan dengan mengakui hak hidup masyarakat adat, menghormati dan membereskan berbagai tindakan yang melanggar dan merugikan. Tindakan ini dilakukan secara tersimatis dan konsisten agar menghasilkan social return yang berkelanjutan bagi masyarakat dan lingkungan.
Referensi:
Dian Astuti. (2020). TUGAS MAKALAH STUDY KASUS PT FREEPORT SCR HERU B.
Diakses melalui link:
https://www.academia.edu/36433762/TUGAS_MAKALAH_STUDY_KASUS_PT_FREEPORT_SCR_HERU_B.
Netty SR Naiborhu. (2018). PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PADA PT. FREEPORT INDONESIA SEBAGAI PT. PENANAM MODAL DALAM RANGKA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. Jurnal Hukum Mimbar Justitia. (Hal 1&3). Diakses melalui link:https://jurnal.unsur.ac.id/jmj/article/view/351.
Dr. Joseph Teguh Santoso, M.Kom (2021).
https://stekom.ac.id/en/news/apa-saja-etika-dalam-berbisnis. Apa Saja Etika Dalam Berbisnis?.
PT. Freeport Indonesia.(2021). Menjalin kerjasama, Memastikan pembangunan berkelanjutan. Diakses melalui link: https://ptfi.co.id/id/ptfi-sustainability.
PT FI. (2021). Diakses melalui link: https://ptfi.co.id/id/sejarah-kami.
Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia.
https://www.aeec.unair.ac.id/corporate-social-responsibility-csr-di-indonesia/.
Pasaribu, Ara Hasiolah. (2018). Analisis Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Perusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam Pengembangan Masyarakat Lingkar Tambang (Studi Pada PT. Freeport Indonesia). Diakses melalui link:
https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4203?locale-attribute=ja.
Siti Indah Purwaning Yuwana. (2022). Pemberdayaan dan Peningkatan Kualitas SDM Masyarakat dengan Menggunakan Metode Asset Based Community Development (ABCD) di Desa Pegalongan Kec. Sukosari Bondowoso. Diakses melalui
link:https://journal-center.litpam.com/index.php/Sasambo_Abdimas/article/download/735/50.
CNBC Indonesia. (2023). Diakses melalui link:https://www.cnbcindonesia.com/news/20180928100753-4-35153/setelah-51-tahun-jokowi-bikin-ri-kuasai-51-saham-freeport. Diakses pada jumat 6 Oktober 2023.
STIJ. (2022). BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DANHIPOTESIS.Diakses melalui linK:https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwizoJary-OBAxWwVmwGHf2bDfIQFnoECBwQAQ&url=http%3A%2F%2Frepository.stei.ac.id%2F4358%2F3%2FBAB%2520II.pdf&usg=AOvVaw3SCwS-Dukp7KmpFC0afJ6u&opi=89978449.
*) Karya Janius Tabuni Tabuni (Universitas Gadjah Mada)
Research pada June 2024
Editor : Syaiful Anwar