Oknum Wartawan yang Diduga Intervensi Kasus Penembakan Siswa SMK, Dibebastugaskan
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang mengecam tindakan oknum wartawan yang diduga ikut mengintervensi kasus inisial GRO (17 tahun), pelajar yang ditembak oknum Anggota Satresnarkoba Polrestbes Semarang agar tidak dibuka ke publik. Terungkapnya indikasi keterlibatan oknum wartawan dalam mengintervensi kasus tersebut bermula dari pengakuan seorang kerabat keluarga korban berinisial S.
Usut punya usut, diketahui jika wartawan yang dimaksud bernama Damar Sinuko dari media CNN Indonesia. Titin Rosmari selaku Pemimpin Redaksi CNN Indonesia tak tinggal diam. Mendapat informasi seorang wartawannya diduga melanggar Kode Etik, dia melakukan investigasi internal.
Baca Juga: AJI Semarang Kecam Upaya Oknum Wartawan Intervensi Kasus Siswa Ditembak Polisi
“Membaca / mendengar berbagai pertanyaan dan laporan mengaitkan dugaan salah seorang Jurnalis kami di Semarang dengan kasus terbunuhnya siswa SMK di Semarang, kami dapat mengonfirmasi bahwa benar Damar Sinuko adalah Jurnalis kami yang bertugas di Semarang. Segera setelah munculnya pemberitaan di atas, kami melakukan investigasi internal untuk memeriksa kebenaran dugaan tersebut. Pada saat yang sama, Jurnalis yang dilaporkan dibebastugaskan dari kegiatan Jurnalistrik apapun hingga diambilnya keputusan lebih lanjut,” katanya, Kamis 4 Desember 2024.
Katanya, investigasi dilakukan dengan adil dan berimbang, termasuk dengan menghubungi pihak terkait seperti jaringan jurnalis dan keluarga korban di Semarang.
“Kode Etik Jurnalistik adalah penjuru awak CNN Indonesia dalam tugas. Pelanggaran dalam bentuk apapun dapat berakibat sanksi. Terima kasih perhatian dan kesabaran Ibu/Bapak memberi kami kesempatan menuntaskan proses internal ini,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang mengecam tindakan wartawan yang diduga ikut mengintervensi kasus inisial GRO (17 tahun), pelajar yang ditembak oknum Anggota Satresnarkoba Polrestbes Semarang agar tidak dibuka ke publik. Terungkapnya indikasi keterlibatan oknum wartawan dalam mengintervensi kasus tersebut bermula dari pengakuan seorang kerabat keluarga korban berinisial S.
Kerabat tersebut mengaku, sehari selepas peristiwa penembakan yang menewaskan almarhum GRO, keluarga didatangi Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar bersama seorang wartawan bercirikan berbadan gempal, pada Senin (25/11/2024) malam.
Perwakilan keluarga ini telah ditunjukkan foto seorang wartawan yang dimaksud dan dia membenarkan. Dalam pertemuan tersebut, keluarga GRO diminta oleh Polisi dan wartawan ini untuk menandatangani surat pernyataan serta video yang intinya mereka sudah mengikhlaskan kematian almarhum.
Namun keluarga menolak mentah-mentah permintaan tersebut. Alasan keluarga menolak karena pernyataan Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar tidak sesuai fakta sebenarnya.
Ketua AJI Semarang, Aris Mulyawan mengatakan, perbuatan oknum jurnalis atau wartawan yang berusaha menutupi peristiwa kematian GRO adalah tindakan serius yang menciderai profesi jurnalis.
Baca Juga: Aipda Junet, Anggota Polisi yang Bekingi Sabung Ayam Jadi Tersangka
“Tindakan tersebut juga jauh dari semangat elemen jurnalisme yakni jurnalis harus menyampaikan kebenaran pada sebuah pemberitaan tanpa adanya kepentingan tertentu. Tak hanya itu, tindakan cawe-cawe jurnalis dalam kasus GRO berpotensi menyalahi Undang Undang (UU) Pers nomor 40 tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik," kata Aris, pada Selasa (3/12/2024).
Aris merinci, dalam Pasal 4 UU Pers jelas disebutkan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi manusia. Kemudian untuk menjamin kemerdekaan pers maka pers nasional memiliki hak mencari, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi.
Namun, wartawan ini dalam kasus GRO malah ada upaya menghalang-halangi sesama rekan jurnalis untuk meliput kasus tersebut. Dalihnya, Kapolrestabes Semarang akan merilis kasus tersebut tapi selepas Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
“Pasal 18 UU Pers sudah sangat jelas tertulis, setiap orang yang dengan sengaja menghambat kerja pers secara melawan hukum dapat dipidana dengan penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta. Mirisnya, potensi pelanggaran ini malah dilakukan oleh wartawan itu sendiri," ungkap Aris.
Selain itu, upaya intervensi wartawan terhadap kasus GRO tidak sesuai dengan kode etik AJI meliputi jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Baca Juga: Oknum Anggota Polsek Genuk Ditangkap, Diduga Jadi Panitia Judi Sabung Ayam
Jurnalis memberikan tempat bagi pihak yang tidak memiliki kemampuan dan kesempatan untuk menyuarakan pendapat mereka. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
"Sikap dari wartawan itu sangat jauh dari tanggung jawabnya sebagai seorang wartawan," ujar Aris.
Menurut Aris, kasus ini menjadi tamparan keras bagi wajah jurnalisme di Semarang. Untuk itu, Aris menekankan agar jurnalis memiliki prinsip keberpihakan kepada publik, kebenaran, dan keadilan. Tugas jurnalis jangan sudah diikat dalam UU Pers dan Kode Etik sehingga jurnalis diminta supaya menaati rambu-rambu tersebut.
"Wartawan bukan Humas Polri," tandas Aris. (*)
Editor : Bambang Harianto