Duduk Masalah Sengketa di Tambak Oso, Sidoarjo

Ribuan anggota Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur (Jatim) berkumpul di lahan seluas 98.468 meter persegi (m2) di Tambak Oso, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, pada Rabu (26/02/2025). Aksi mereka untuk menghadang eksekusi lahan oleh juru sita Pengadilan Negeri Sidoarjo. Massa yang berasal dari Sidoarjo dan Kabupaten Gresik ini telah berjaga sejak pagi, bahkan beberapa di antaranya menjaga hingga radius 1 km dari area lahan.
Koordinator Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur, Andi Fajar Yulianto, menegaskan bahwa proses peralihan hak atas lahan tersebut cacat hukum. Ia mengungkapkan bahwa kemenangan perdata yang diperoleh pihak lawan didasarkan pada peralihan hak yang tidak sah, termasuk manipulasi saat penandatanganan akta jual beli.
Fajar menjelaskan bahwa awalnya, lahan seluas 98.468 meter persegi tersebut disepakati dijual dengan harga Rp225 miliar. Namun, karena pembeli tidak mampu melunasi pembayaran, transaksi dibatalkan. Saat pemilik tanah diminta menandatangani pembatalan transaksi di hadapan notaris, diduga terjadi penyelundupan formulir lain yang turut ditandatangani tanpa disadari oleh pemilik tanah. Selain itu, meskipun pemilik tanah hanya hadir sekali di kantor notaris, dokumen menunjukkan seolah-olah penandatanganan dilakukan dalam dua hari berbeda.
Setelah pembatalan transaksi, pemilik tanah menerima tiga sertifikat hak milik yang ternyata tidak terdaftar di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sidoarjo, mengindikasikan adanya pemalsuan sertifikat. Lebih lanjut, meskipun pembayaran yang tercatat hanya sebesar Rp 43,7 miliar, pemilik tanah tidak pernah menerima atau menikmati dana tersebut. Kemudian, sertifikat hak milik tersebut beralih menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Kejayan Mas.
Seluruh rangkaian manipulasi ini telah menjadi bukti hukum dalam berbagai putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), antara lain Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo nomor 236/Pid.B/2021/PN.Sda, Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (RI) 32 K/Pid/2022, dan Putusan Peninjauan Kembali nomor 21PK/Pid/2023. Dalam amar putusan tersebut, disebutkan bahwa sertifikat SHGB atas nama PT Kejayan Mas harus dikembalikan kepada pemilik sah, yaitu Miftahur Roiyan dan Elok Wahibah.
Baca Juga: Keliru Berikan Pertimbangan Hukum, Yeni Rahman Ajukan Peninjauan Kembali
Andi Fajar Yulianto menilai, dalam menjalankan tugasnya, seorang pejabat Pengadilan memiliki tanggung jawab besar di hadapan hukum dan Tuhan. Setiap keputusan yang diambil bukan sekadar formalitas hukum, tetapi juga menentukan nasib banyak orang.
Oleh karena itu, para pejabat pengadilan hendaknya berhati-hati dan tidak membela mafia tanah yang merampas hak rakyat secara melawan hukum. Membela mafia tanah adalah dosa besar yang kelak akan mendapatkan hukum karma dari Tuhan.
Hukum Sebagai Panglima, Bukan Alat Kepentingan
Baca Juga: Kepala Desa Wringinanom Digugat di Pengadilan Negeri Gresik
Pasal 1917 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa putusan hakim dalam perkara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sempurna dalam perkara perdata. Hal ini menegaskan bahwa kebenaran yang telah dibuktikan dalam perkara pidana tidak bisa diabaikan dalam perkara perdata.
“Kasus peralihan tanah Tambak Oso oleh PT Kejayan Mas. Klir melalui perbuatan melawan hukum menjadi bukti nyata bagaimana hukum harus ditegakkan. Kemenangan PT Kejayan Mas dalam perkara perdata No.245/Pdt.G/2019/PN.Sda., jo.419/PDT/2020/PT.Sby.Jo.No.598K/PDT/2021 telah terpatahkan dengan lahirnya perkara pidana No.236/Pid.b/2021/PN.Sda. jo No.873/PID/2021/PT.SBY., jo.No.32K/Pid/2022., jo.No.21PK/Pid/2023,” ujar Andi Fajar Yulianto. (*)
Editor : Bambang Harianto