M Suriansyah Bacakan Pledoi Dalam Sidang Kasus Pencemaran Nama Baik Bupati Kotabaru

Sidang lanjutan dalam perkara pencemaran nama baik terhadap Sayed Ja'far saat menjabat Bupati Kotabaru digelar di Pengadilan Negeri Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan pada Selasa (25/03/2025). Agendanya ialah pembacaan nota pembelaan atau pledoi oleh Terdakwa, M Suriansyah.
Pledoi dibacakan oleh Kuasa Hukum M Suriansyah, yaitu Badrul Ain Sanusi Al-Afif (BASA) & Rekan. Pledoi tersebut dibacakan untuk pembelaan terhadap tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang sebelumnya, yaitu menuntut M Suriansyah dengan hukuman penjara selama 5 bulan dan denda Rp. 20.000.000. Apabila tidak membayar akan ditambah hukuman 2 (dua) bulan kurungan.
Baca Juga: Dirut PT Timah Melaporkan Ketum LP3HN ke Polda Metro Jaya Atas Dugaan Pencemaran Nama Baik
Dalam tuntutan itu, Jaksa Penuntut Umum meyakini Terdakwa M Suriansyah telah melanggar pidana dalam dakwaan kesatu yaitu Pasal 27 ayat (3) Junto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Berbeda dengan Tim Kuasa Hukum BASA Rekan saat membacakan Pledoi di depan Majelis Hakim. Dia menerangkan bahwa Pasal tersebut telah dihapus dan diubah sebagaimana Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.
Perkara ini merupakan perkara atas aduan dan/atau laporan dari Sayed Ja'far saat menjabat sebagai Bupati Kotabaru pada tahun 2020. M Suriansyah diadukan karena membuat postingan di Facebook yang menyebutkan Bupati Kotabaru sebagai pembohong dan pendusta. Tidak terima dengan postingan M Suriansyah, Sayed Jafar mengadukan ke Polres Kotabaru.
Selanjutnya oleh Jaksa Penuntut Umum dibawa ke ranah pidana dengan dakwaan dan tuntutan di Pengadilan Negeri Kotabaru berdasarkan Perkara Pidana nomor 239/Pid.Sus/2024/PN Ktb tanggal 09 Desember 2024.
Mewakili Badrul Ain Sanusi Al-Afif & Rekan, Djupri Efendi mengatakan, “Sebenarnya perkara ini sudah kami upayakan untuk berdamai dengan menyerahkan surat perdamaian. Klien kami diminta membuat video permohonan maaf juga sudah dilakukan. Namun janji hanya janji. Karena saat dipenuhi oleh klien kami, ternyata Sayed Jafar malah mengabaikan pertemuan dan surat yang diserahkan tidak mau bertandatangan.”
Katanya, "Dengan kejadian tersebut, sebenarnya kami awalnya hanya ingin perdamaian berjalan dengan Sayed Jafar. Tapi karena dia ingkar dari keterangannya di Persidangan sebagai saksi pelapor, ya terpaksa kami harus melawan. Kami optimitis setelah mempelajari tuntutan dan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, ternyata Jaksa Kotabaru salah dalam memaksakan penerapan pasal terhadap klien kami. Oleh karenanya, Pasal pencemaran nama baik di dalam UU ITE dalam dakwaan sudah dihapus dan dirubah.”
M. Hafidz Halim yang tergabung dalam Tim Kuasa Hukum Basa Rekan menambahkan, dari pledoi yang telah dibacakan serta alat bukti yang diserahkan di hadapan Majelis Hakim, maka sejatinya Majelis Hakim dalam pertimbangannya harus objektif melepaskan Suriansyah dari segala tuntutan dan dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kotabaru.
“Menurut kami, Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE yang digunakan dalam dakwaan sudah dihapus dan diubah. Sekarang Pasal itu sudah tidak berlaku dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. Adapun bunyi pasal 27 ayat (3) sudah tidak ada, sedangkan Pasal 45 ayat (3) nya berubah isinya menjadi perkara yang memuat tentang Perjudian Elektronik. Begini bunyinya, ‘Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10 miliar’.”
“Akibat dari kurangnya ketelitian dan kecermatan dari Jaksa Penuntut Umum dalam mendakwa M Suriansyah, selanjutnya juga salah dalam menerapkan pasal tentunya terhadap Terdakwa tidak dapat dipidana kecuali jika ada aturan hukum yang mengaturnya terlebih dahulu. Itu dikenal sebagai asas nullum crimen sine lege atau tidak ada kejahatan tanpa undang-undang. Karena Undang-Undang terbaru itu sudah di-Undangkan, maka harusnya yang digunakan Jaksa ialah Undang Undang terbarukan, bukan Pasal yang sudah dihapus atau dirubah. Jadi kita harus kembali lagi ke dasar hokum, yaitu asas Lex Posterior Derogat Legi Priori. Maka Hukum yang baru mengesampingkan hukum yang lama. Jadi kami sangat optimis Suriansyah lepas dari tuntutan serta dakwaan Jaksa,” tutup Halim. (*)
Editor : Zainuddin Qodir