Hilangnya Manusia Merdeka
Kemerdekaan RI 78 tahun menyisakan duka yang mendalam.
Beberapa tahun terakhir perayaan hari kemerdekaan hanyalah tinggal sebuah fatamorgana saja, peristiwa yang terjadi akibat pembiasan makna merdeka oleh sekelompok orang dengan berbagai kepentingan.
Baca Juga: Meriahkan HUT RI ke-79, Korem 084/Bhaskara Jaya Gelar Lomba
Perbedaan kepentingan ini menyatu menimbulkan ilusi bagi sebagian besar rakyat yang dipaksa menikmati kemerdekaan hanya dengan berbagai lomba dan slogan politis.
Tema Hari Kemerdekaan ke-78 “Terus Melaju Untuk Indonesia Maju” tak terasa melekat di hati karena untuk sekadar hidup saja sebagian besar rakyat kesusahan, tak akan mampu melaju apalagi menjadi maju. Sedangkan kelompok kecil terus memperbesar jarak ketidakadilan membentuk penjajahan oligarki yang tercipta secara sistematis dan terstruktur.
Manusia merdeka adalah manusia yang mengetahui tentang prinsip kemerdekaan.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, manusia merdeka secara lahiriah dan batiniah tidak bergantung pada orang lain.
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Pembukaan UUD 1945 telah jelas menggambarkan tekad dan tujuan luhur berbangsa namun saat ini dengan mudahnya kemerdekaan terkooptasi dalam makna yang sempit yaitu lepas dari cengkraman penjajah, sedangkan kenyataan yang ada justru paradoks dan menjadi antitesis dari makna merdeka yang sebenarnya yaitu bisa menentukan nasib bangsa sendiri tanpa campur tangan dari bangsa lain.
Kenyataan sebagai bangsa yang terjebak dalam perang proxy menyebabkan kita belum merdeka secara ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya.
Kerja Sama Investasi Kesehatan Indonesia – Tiongkok yang dibahas di Chengdu seakan menjadi bukti hilangnya kemandirian serta kebebasan negeri ini mengelola ketahanan kesehatan.
Alih-alih kemajuan serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, manuver ini menjadi pelengkap penguasaan negeri oleh kapitalisme global.
Baca Juga: Semarak Karnaval HUT Kemerdekaan RI ke 79 di Desa Lopang
Menlu Retno mengajak China menguatkan kemitraan dalam bidang kesehatan. Adapun kemitraan kesehatan yang diusulkan Indonesia adalah implementasi kerja sama penelitian dan pengembangan vaksin dan genomika, penguatan kapasitas produksi bahan baku obat (BBO), implementasi komitmen kerja sama sister hospital, dan pembangunan herbal center di Indonesia.
Bilamana kita sensitif dengan istilah menjual negara ke tangan asing maka istilah apa lagi yang lebih tepat jika hilangnya mandatory spending akan tergantikan dengan kemudahan investasi asing di bidang kesehatan.
Sejarah Proklamasi memberikan pelajaran bagaimana golongan muda mendesak agar kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan. Karena khawatir Soekarno masih dipengaruhi oleh Jepang, maka para pemuda mengambil tindakan menculik Soekarno dan Hatta kemudian dibawa ke Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus pukul 03.00.
Esok hari tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 di Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta diselenggarakan proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno-Hatta.
Proklamasi 17 Agustus 1945 menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki harga diri yang lebih tinggi melalui perjuangan yang mengorbankan banyak jiwa para pejuang Indonesia.
Baca Juga: Video Kontingen PT Empat Lima Nuswantoro di Karnaval HUT Kemerdekaan RI ke 79
Bagaimana kita sebagai generasi penerus memberikan penghormatan kepada pendiri bangsa ?
Seakan tak kenal lelah, sebagian kecil anak bangsa berupaya kritis menyuarakan kebenaran serta keadilan yang semakin langka di negeri ini. Berbagai stempel, stigma hingga perbedaan perlakuan ditimpakan pada “manusia merdeka” hingga tersudut dan “seakan” dikalahkan para oportunis sejati yang rela menjual murah harga dirinya.
Hilangnya “manusia merdeka” akan mengawali runtuhnya suatu bangsa yang telah menyatakan diri merdeka.
Kemerdekaan sekadar narasi tanpa makna dan akan hilang ditelan bumi.
*) Penulis Agung Sapta Adi (Dokter Ahli Anastesi dan Terapi Intensif Presidium DIB)
Editor : Syaiful Anwar