Suami Istri Terdakwa Kasus Kredit Fiktif di BRI Unit Tegalombo Dituntut 7 dan 9 Tahun Penjara

Reporter : -
Suami Istri Terdakwa Kasus Kredit Fiktif di BRI Unit Tegalombo Dituntut 7 dan 9 Tahun Penjara
Sulastri (rompi tahanan)

Suyanto dan Sulastri, pasangan suami istri asal Desa Ploso, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, menjadi dalang dalam pengajuan kredit fiktif di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Unit Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Saat ini, keduanya dihadapkan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

Sidang terakhir kali yang dihadapi Suyanto dan Sulastri ialah tuntutan Jaksa, pada Jumat, 25 April 2025. Sulastri hadir di persidangan sebagai Terdakwa, sedangkan Suyanto sidang in absentia dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pacitan, yang ditetapkan berdasarkan Surat Penetapan Nomor : Print-01/M.5.39/Fd.1/Tap.DPO/07/2024 tanggal 17 Juli 2024 atas nama Suyanto.

Surat tuntutan dibacakan oleh Ratno Timur Habeahan Pasaribu selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pacitan. Dalam tuntutannya, Jaksa menyatakan Terdakwa Suyanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana tersebut dalam Dakwaan Primair Penuntut Umum.

Baca Juga: Suami Istri Jadi Terduga Pelaku Kredit Fiktif di BRI Unit Tegalombo

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Suyanto dengan pidana penjara selama 9 tahun dengan perintah agar terdakwa segera ditahan. Menghukum Terdakwa Suyanto untuk membayar denda sebesar Rp300.000.000 subsidair 6 bulan kurungan," kata Jaksa Ratno Timur Habeahan Pasaribu, saat sidang dengan perkara nomor 140/Pid.Sus-TPK/2024/PN Sby.

Di sidang secara terpisah pada Jumat, 11 April 2025, Ratno Timur Habeahan Pasaribu menuntut istri dari Suyanto, yaitu Sulastri dengan pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan, dikurangkan seluruhnya dengan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa Sulastri, dengan perintah agar terdakwa Sulastri tetap ditahan. Sulastri juga dihukum untuk membayar denda sebesar Rp 300.000.000 subsidair 6 bulan kurungan.

"Menghukum terdakwa Sulastri untuk membayar uang pengganti sejumlah kerugian keuangan negara sebesar Rp1.569.037.424,00, dan jika terdakwa Sulastri tidak membayar uang Pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dan dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 4 tahun," sebut Jaksa saat sidang tuntutan terhadap Sulastri.

Dalam surat tuntutan, Jaksa menetapkan uang sebesar Rp89.816.000 yang dikembalikan oleh 40 nasabah pada 24 Maret 2025 dirampas untuk negara sebagai pengurang uang pengganti atas nama Terdakwa Sulastri.

Diberitakan sebelumnya di Lintasperkoro.com, suami istri, yakni Suyanto dan Sulastri (48 tahun), kompak melakukan kredit fiktif di Kantor PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI) Unit Tegalombo, Kabupaten Pacitan. Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp1.658.853.424.

Tindakan yang dilakukan oleh Suyanto dan Sulastri diungkapkan oleh Ratno Timur Habeahan Pasaribu dari Jaksa Penuntut Kejaksana Negeri (Kejari) Kabupaten Pacitan. Ratno Timur Habeahan Pasaribu menerangkan, Sulastri merupakan Sekretaris Desa Ploso, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, yang mencatut identitas orang lain bersama dengan Suyanto untuk mengajukan kredit usaha rakyat (KUR) ke BRI Unit Tegalombo.

Suyanto dan Sulastri membuat Nomor Induk Berusaha (NIB) atau Surat Keterangan Usaha Mikro dan Kecil atas nama pemohon KUR Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) BRI supaya lolos administrasi. NIB Surat Keterangan Usaha Mikro dan Kecil adalah palsu. Tindakan itu dilakukan Suyanto dan Sulastri sejak tahun 2020 sampai 2022. Total realisasi KUR yang dikucurkan oleh BRI Unit Tegalombo sebesar Rp1.658.853.424, dengan 47 orang yang diajukan jadi Debitur.

Baca Juga: Usai Ditegur DLH Sidoarjo, CV Haidar Jaya Sakti Hentikan Penimbunan Minyak Jelantah

Kasus ini terungkap setelah para Debitur menerima tagihan dari BRI Unit Tegalombo. Para Debitur heran karena mereka tidak merasa mengajukan pinjaman ke BRI Unit Tegalombo.

advertorial

Setelah ditelusuri, para Debitur mencurigai Sulastri sebagai dalangnya. Kemudian mereka melapor ke Kejari Pacitan. Dari laporan ini, Kejari Pacitan buka penyelidikan dan memeriksa Sulastri, yang merupakan mantan Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Hong Kong.

Dari pemeriksaan, diketahui modus yang dilakukan oleh Sulastri, yaitu mengajukan KUR untuk peternak sapi perah. Tapi pemohon KUR atas nama orang lain yang identitasnya dicatut oleh Sulastri tanpa persetujuan pemilik identitas.

Setelah cukup bukti, Sulastri ditetapkan tersangka. Selain Sulastri, Kejari Pacitan juga menetapkan Suyanto sebagai tersangka. Saat proses penyelidikan, Suyanto kabur. Disinyalir menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong.

Baca Juga: Menengok Tempat Penimbunan Limbah Minyak Jelantah Ilegal di Desa Ploso, Sidoarjo

Kuasa Hukum Sulastri, Imam Bajuri, memaparkan, kliennya pernah menyerahkan uang sebesar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta kepada 40 warga Desa Ploso yang identitasnya dicatut untuk pengajuan KUR BRI Unit Tegalombo. Penyerahan uang itu sebagai dana kompensasi.

Kemudian uang dari Sulastri dikembalikan lagi ke Sulastri saat kasus kredit KUR diselidiki oleh Kejari Pacitan pada 24 Maret 2025. Totalnya Rp89.816.000. Uang tersebut disita oleh Kejari Pacitan sebagai barang bukti.

Terkait tuntutan selama 7 tahun kepada kliennya, Imam Bajuri menilai bahwa itu terlalu berat. Untuk itu, dia sedang menyiapkan langkah hukum pembelaan atas tuntutan tersebut.

"Kami masih menunggu putusan pengadilan. Jika putusan tetap seperti ini, tentu kami akan mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya," jelas Imam, Senin (28/4/2025). (*Fin)

Editor : Bambang Harianto