Sidang BBM Ilegal Pasuruan : PT Merak Jaya Beton Ada 17 Kali Pembelian Solar Ilegal

Reporter : -
Sidang BBM Ilegal Pasuruan : PT Merak Jaya Beton Ada 17 Kali Pembelian Solar Ilegal
3 orang jadi saksi sidang perkara penimbunan dan penyalahgunaan solar ilegal
advertorial

Sidang lanjutan perkara penimbunan dan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar digelar di Pengadilan Negeri Pasuruan pada Rabu, 11 Oktober 2023. Ada keterangan menarik yang disampaikan salah satu saksi dalam sidang dengan Terdakwa meliputi Abdul Wachid (Direktur PT Mitra Central Niaga),

Seorang saksi tersebut ialah Anwar Sadad. Dalam kesaksiannya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasuruan, Anwar Sadad mengaku bekerja dengan status freelance sebagai pemasaran sejak 2018. Dia yang memiliki basic sebagai telemarketing solar industri, mengaku tertarik bekerja sama dengan terdakwa Abdul Wahid. Alasannya, lebih dekat dengan rumahnya di Kabupaten Pasuruan. Anwar sebelumnya bekerja di PT Bacan Khatulistiwa.

Baca Juga: Wartawan Diintimidasi Saat Liputan Sidang Terbuka Pengusaha SPBU VS Patra Niaga di Pengadilan Gresik

”Kebetulan basic saya adalah telemarketing solar industri. Jadi punya data-data perusahaan yang membutuhkan pasokan solar,” ungkap Sadad.

Cara kerjanya sebagai broker pemasaran juga seperti marketing perusahaan pada umumnya. Anwar mengajukan penawaran ke perusahaan-perusahaan. Setelah ada purchase order, solar dikirim dalam waktu 1 hingga 2 hari.

Sadad menyebutkan, beberapa perusahaan yang menjadi pelanggan di PT PT Mitra Central Niaga antara lain, PT Merak Jaya Beton yang bergerak di bidang industri manufaktur. Kemudian, PT Duta Pasir Semeru dan PT Curahsiri Mining yang bergerak di bidang pertambangan.

PT Merak Jaya Beton tercatat sudah melakukan 17 kali transaksi pembelian solar ilegal. Terakhir, transaksi dilakukan pada 19 Juni 2023, sebulan sebelum kasus mafia BBM ilegal itu terungkap. Dalam sekali pembelian, jumlahnya bisa 8 kiloliter (8000 liter). Sedangkan harganya kisaran Rp 8.850 per liter hingga Rp 9.400 per liter.

”Tetapi, sifatnya jual putus,” kata Sadad.

Sadad mengakui, harga penawaran dari PT MCN memang terbilang murah dari harga solar industri. Namun, dia menyangkal mengetahui solar tersebut didapat dengan cara ilegal. Sadad juga tak mengetahui dari mana PT MCN mendapat pasokan solar tersebut.

Baca Juga: Ada Gudang BBM Diduga Ilegal di Tengah Pemukiman di Desa Karang Endah

Dirinya memang pernah melihat company profile PT MCN sebelum bekerja sebagai broker. Dalam company profile itu, PT MCN disebutkan tidak punya akses izin ke Pertamina.

"Jadi saya berasumsi itu adalah solar industri spek migas yang memang harganya jauh di bawah Pertamina. Tidak tahu kalau ternyata belinya di SPBU,” ungkap dia.

Sadad sendiri mendapat fee dari selisih harga penjualan ke beberapa sektor industri yang membeli. Tiap liternya, Sadad menerima fee Rp 100. Jika ia berhasil menjual 5 kiloliter, maka fee yang didapat sebesar Rp 500 ribu.

”Itu masih dipotong PPn, jadi bersihnya Rp 450 ribu,” jelasnya

Baca Juga: Ada Gudang BBM Diduga Ilegal di Tengah Pemukiman di Desa Karang Endah

Dalam sidang perkara solar ilegal, selain Anwar Sadad, saksi lain yang dimintai keterangan ialah Solahudin (pengusaha tambang), dan Syafak Yahya (pegawai pelayaran yang membeli solar ilegal dari PT PT Mitra Central Niaga).

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Feby Rudi Purwanto mengatakan, sedianya ada empat orang saksi yang dijadwalkan datang dalam pemeriksaan saksi kemarin. Namun, seorang saksi yakni Subianto Wijaya mangkir dengan alasan sakit. Padahal, kesaksian Subianto diperlukan lantaran dia juga salah satu yang membeli solar ilegal dari PT MCN.

Ketua Majelis Hakim, Yuniar Yudha Himawan sempat menyesalkan ketidakhadiran Subianto. Ia lantas meminta Syafak Yahya yang merupakan pegawai Subianto untuk menyampaikan agar datang ke persidangan pekan depan.

"Kalau sekadar surat (izin sakit) begini, 20 biji saya pun bisa bikin. Apalagi alasan sakitnya tidak jelas. Jadi bilang kalau pekan depan harus hadir. Menjadi saksi di persidangan itu wajib, bukan hak,” katanya. (rif)

Editor : Ahmadi