Tentang Laksamana Yos Sudarso
Laksamana Madya Anumerta Yosaphat 'Yos' Soedarso adalah seorang prajurit Angkatan Laut (AL) yang gugur dalam Pertempuran Laut Arafura. Jemaat Gereja Katolik ini lahir pada 24 November 1925 di Salatiga, Provinsi Jawa Tengah. Ayahnya, Sukarno Darmoprawiro merupakan pensiunan dari reserse polisi.
Saat penjajahan Jepang, Yos Sudarso masuk Sekolah Tinggi Pelayaran di Semarang sekaligus mengikuti pendidikan militer angkatan laut Jepang (Kaigun). Ia berhasil lulus sebagai salah satu siswa terbaik.
Baca Juga: Tim Puspenerbal Sabet Dua Medali di Kejurnas Karate Piala Panglima Koarmada RI 2024
Pada tahun 1944, ia ditugaskan di kapal milik Jepang bernama Goo Osamu Butai sebagai perwira di bawah kapten.
Selepas pengakuan kedaulatan Indonesia, Yos Sudarso menempuh pendidikan Sekolah Angkatan Laut (SAL) di Surabaya pada tahun 1950.
Pada masa kepemimpinan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), R. Subjakto terjadi rasionalisasi personel. Yos Sudarso yang kala itu menjabat sebagai Letnan Kolonel (Letkol) Laut dan Lektol KKO Ali Sadikin mengadukan Subjakto pada Bung Karno sehingga Subjakto terpaksa mengundurkan diri.
Baca Juga: Keris Woomera 2024: Bangun Diplomasi TNI Melalui Malam Budaya di Banyuwangi
Menhan/KSAD, A.H. Nasution tak terima dan menghukum mereka. Namun, oleh KSAL yang baru, Raden Eddy Martadinata, mereka malah dipromosikan menjadi Deputi KSAL.
Yos Sudarso, yang merupakan kesayangan Sukarno, meminta izin untuk melakukan operasi rahasia tanpa izin KSAL, dengan tujuan mengambil tanah di Irian sebagai bukti TNI AL pernah kesana.
Sayangnya, ia gugur karena KRI Macan Tutul yang ia tumpangi ditembak oleh Belanda sehingga kapal tersebut meledak dan tenggelam. Beliau wafat di usia yang masih terbilang muda, 36 Tahun.
Baca Juga: Prajurit Hiu Petarung TNI AL Laksanakan Latihan Pendaratan Amfibi
Gugurnya Yos Sudarso membuat Bung Karno berang dan Martadinata menimpakan kesalahan pada Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Elang Suryadi Suryadharma karena dianggap tak melindungi Yos Sudarso selama operasi rahasia itu. (*)
*) Source : Neo Historia Indonesia
Editor : Syaiful Anwar