Kepala Kejati Jawa Timur Memimpin 5 Perkara yang Diajukan Keadilan Restoratif

Reporter : -
Kepala Kejati Jawa Timur Memimpin 5 Perkara yang Diajukan Keadilan Restoratif
Kajati Jatim Mia Amiati memimpin Ekspose Mandiri 5 perkara yang diajukan RJ
advertorial

Dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan Keadilan Restoratif, pada hari Selasa, 20 Agustus 2024, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim), Mia Amiati memimpin Ekspose Mandiri 5 perkara yang diajukan untuk dihentikan Penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif, dengan didampingi oleh Aspidum, Koordinator dan para Kasi pada Bidang Pidum Kejati Jatim bersama-sama Kajari Kota Malang, Kajari Kota Mojokerto dan Kajari Magetan.

Lima perkara tersebut terdiri dari :

Baca Juga: Biaya Janggal Kereta Kinshasa

3 (tiga) Perkara Orharda, yang terdiri dari :

- 1 (satu) perkara penganiayaan yang memenuhi unsur Pasal 351 Ayat (1) KUHP, diajukan oleh Kejari Kota Malang;

- 1 (satu) perkara penadahan (yang memenuhi unsur Pasal 480 ke-1 KUHP), diajukan oleh Kejari Kota Mojokerto;

Baca Juga: Biaya Janggal Kereta Kinshasa

- 1 (satu) perkara pencurian (yang memenuhi unsur Pasal 362 KUHP), diajukan oleh Kejari Magetan;

2 (dua) Perkara Penyalahgunaan NARKOTIKA :

Diajukan oleh Kejari Kota Malang atas nama tersangka Linda Retnowati binti Wardianto dan tersangka Siti Mudlicha binti Sujiono yang disangka melanggar Pertama Pasal 112 ayat (1) Jo. Pasal 132 ayat (1) UU RI No 35 tahun 2009 Tentang Narkotika atau Kedua Pasal 127 ayat (1) huruf a Jo. Pasal 132 ayat (1) UU RI No 35 tahun 2009 Tentang Narkotika.

Baca Juga: Pria yang Jadi Otak Joki CPNS Kejaksaan Ditangkap di Magelang

“Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat,” kata Kajati Jawa Timur.

“Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan. Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa,” ujarnya. (*)

Editor : Syaiful Anwar