Terungkap, Bagi Hasil Penambang Pasir Ilegal di Desa Bedewang
Wahyudi menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Banyuwangi pada Senin, 11 November 2024. Dia didakwa dalam perkara kerusakan lingkungan akibat penambangan secara ilegal, dalam perkara nomor 420/Pid.Sus-LH/2024/PN Byw.
Dakwaan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Arief Ramadhoni. Isinya bahwa terdakwa Wahyudi pada bulan Juli 2024 hingga Kamis 22 Agustus 2024, bertempat di Dusun Krajan, Desa Bedewang, Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi, melakukan usaha pertambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau IUP Khusus.
Baca Juga: Polres Garut Sosialisasikan Bahaya Tambang Ilegal
Usaha tambang tanpa izin tersebut dilakukan oleh Wahyudi, berawal pada Juli 2024. Saat itu, Wahyudi membuat perjanjian kerjasama secara lisan dengan saksi H. Sulis sebagai pemilik lahan di Dusun Arjosari, Desa Bedewang, Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi.
Dalam perjanjian/kesepakatan tersebut, Sulis menyetujui lahan miliknya untuk ditambang oleh Wahyudi dangan kompensasi atau bagi hasil untuk saksi H. Sulis sebesar Rp. 80.000/rit dari hasil penjualan galian tambang berupa pasir.
Tindak lanjut dari kesepakatan tersebut, Wahyudi pada Juli 2024 melakukan usaha pertambangan menggunakan alat bantu 1 unit eskavator backhoe merek Hyundai warna kuning yang dikemudikan oleh Abdul Hamid untuk menggali tanah.
Kemudian tanah yang telah dikeruk dipinggirkan, selanjutnya tanah tersebut dicuci/diayak untuk memisahkan pasir dengan batu. Hasil tambang berupa pasir tersebut dimuat dengan kendaran truk, dengan harga Rp. 350.000 sampai dengan Rp. 450.000 per rit.
Baca Juga: Dampak Tambang Ilegal di Kecamatan Lantung Kabupaten Sumbawa dan Ancaman Lingkungan
Para pembeli pasir melakukan pembayaran kepada Cheker bernama Abdul Hamid yang ada di lokasi sesuai dengan banyak pasir yang diangkut. Penjualan pasir rata-rata perhari di lokasi tembang tersebut antara 20 hingga 50 kali muat/rit.
Biaya oprasional untuk kegiatan tambang di Dusun Arjosari, Desa Bedewang adalah tanggung jawab Wahyudi.
Wahyudi memperoleh keuntungan sehari kurang lebih sebesar Rp. 300.000 hingga Rp. 500.000, tergantung jumlah pembelian pasir dengan waktu kerja dimulai jam 07.00 WIB sampai jam 12.00 WIB. Kemudian mulai kerja kembali jam 13.00 WIB sampai jam 16.00 WIB setiap hari dan tutup pada hari Jumat dan hari besar.
Baca Juga: Masyarakat Sumbawa Menggugat Tambang Ilegal
Saksi H. Sulis memerintahkan saksi Bima untuk mengawasi kegiatan pertambangan yang dilakukan Wahyudi. Saksi Bima yang menerima uang kopensasi sebesar Rp. 80.000/rit pasir dari Wahyudi.
Wahyudi dalam melakukan usaha pertambangan tidak memiliki dokumen peijinan (IUP, IUPK sebagai kelanjutan oparasi produksi IPR, SIPB dan izin penugasan). Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 158 jo Pasal 35 Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang Undang.
Sidang akan digelar lagi pada Senin, 02 Desesmber 2024, dengan agenda tambahan bukti dari Penuntut Umum. (*)
Editor : Bambang Harianto