57.842 Ekor Sapi dari Nusa Tenggara Barat di Kirim ke Luar Daerah di Tahun 2023

Reporter : -
57.842 Ekor Sapi dari Nusa Tenggara Barat di Kirim ke Luar Daerah di Tahun 2023
Petugas Karantina sedang memeriksa sapi

Badan Karantina Indonesia (Barantin) melalui Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Nusa Tenggara Barat (Karantina NTB) meningkatkan pengawasan lalu lintas ternak dengan memastikan hewan ternak yang akan dikirim keluar NTB dalam kondisi sehat dan layak jual sebagai antisipasi Penyebaran Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

“Untuk memastikan hewan ternak berkuku genap seperti sapi, kerbau, kambing, babi dan sebangsanya atau biasa disebut hewan rentan PMK yang akan dilalulintaskan keluar NTB, kami melakukan pengawasan ketat terutama di dua pintu pengeluaran ternak yaitu pelabuhan Bima dan pelabuhan Badas di Pulau Sumbawa,” ungkap Agus Mugiyanto, Kepala Karantina NTB melalui keterangan persnya, pada hari Jumat, 17 Januari 2025.

Baca Juga: Badan Karantina Indonesia Fasilitasi Ekspor 531 Ton Komoditas Unggulan dari Jambi

Menurut Agus, sesuai Surat Edaran (SE) Menteri Pertanian Nomor B-03/PK.320/M/01/2025 tentang Kewaspadaan Dini Peningkatan Kasus Penyakit Hewan Menular Strategis, pihaknya selama ini menerapkan tindakan karantina sesuai Standar Operasional Prosedur meliputi pemeriksaan klinis, pengujian laboratorium, dan optimalisasi masa karantina harus dalam rangka mengurangi kasus dan mengantisipasi penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku.

“Meskipun saat ini tengah terjadi peningkatan kasus Penyakit Mulut dan Kuku di beberapa wilayah Indonesia, namun bagi peternak NTB tetap semangat untuk memasarkan ternaknya seperti tahun-tahun sebelumnya, karena ternaknya dalam kondisi sehat dan layak jual,” ujar Agus.

Agus menjelaskan bahwa pengaturan lalu lintas hewan rentan Penyakit Mulut dan Kuku tetap mengikuti ketentuan umum seperti dilengkapi dengan sertifikat veteriner dan dilakukan tindakan karantina. Pada Hewan rentan Penyakit Mulut dan Kuku yang akan dilalulintaskan dilakukan masa pengasingan dan pengamatan (masa karantina) selama 14 hari di tempat pengeluaran dan dilakukan juga pemeriksaan laboratorium. Sedangkan untuk alat angkut yang digunakan juga dilakukan disinfeksi. Selain itu, tidak diperbolehkan melalulintaskan hewan rentan Penyakit Mulut dan Kuku dari daerah zona kuning dan merah ke daerah zona hijau.

Hal ini sejalan dengan Surat Edaran Kepala Badan Karantina Indonesia Nomor 38 Tahun 2025 tentang Peningkatan Kewaspadaan Penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku, yang mengatur mekanisme tindakan karantina bagi hewan rentan Penyakit Mulut dan Kuku di pintu pemasukan dan pengeluaran. Penyakit Mulut dan Kuku di Indonesia diklasifikasikan dalam tiga zona, yaitu zona hijau merupakan zona bebas Penyakit Mulut dan Kuku, meliputi seluruh Provinsi di Pulau Papua, Provinsi di Kepulauan Maluku dan Maluku Utara, serta Provinsi Nusa Tenggara Timur; zona kuning adalah zona tertular namun tidak terjadi peningkatan kasus meliputi seluruh Provinsi di Pulau Sumatera (daratan dan kepulauan), Pulau Kalimantan, Pulau Bali, dan Provinsi NTB; dan zona merah merupakan zona tertular dengan peningkatan kasus meliputi meliputi seluruh Provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi.

Baca Juga: Barantin Pastikan 2.797 Sapi Impor Sehat

“Mengenai tindakan karantina yang dilakukan pada setiap zona pun telah diatur secara mendetail dalam SE tersebut dan tentunya hewan rentan Penyakit Mulut dan Kuku tersebut akan mendapatkan perlakuan sesuai dengan kondisi pada masing-masing zona,” tutur Agus.

advertorial

Berdasarkan data layanan digital Barantin melalui aplikasi Best Trust dalam lima tahun terakhir, lalu lintas sapi keluar dari Pulau Sumbawa mengalami naik turun. Pada tahun 2020 sebanyak 40.375 ekor dengan frekuensi 2.165 kali, lalu tahun 2021 mengalami peningkatan sebanyak 42.199 ekor dengan frekuensi 2047 kali.

Pada masa pandemi Penyakit Mulut dan Kuku tahun 2022 mengalami penurunan hampir separuhnya, sebanyak 23.833 ekor sapi dilalulintaskan dengan frekuensi 848 kali.

Baca Juga: Buah Mangga Asal Malang Diekspor ke Brunei Darussalam

Pada tahun 2023 mengalami peningkatan kembali sebanyak 57.842 ekor dengan frekuensi 2.393 ekor. Dengan daerah tujuan Jabodetabek dan beberapa kota di pulau Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi dan separuhnya merupakan sapi kurban.

Agus mengajak masyarakat luas, khususnya peternak sapi untuk dapat mengenali gejala awal penyakit Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak yang dimilikinya dan mematuhi peraturan dan kebijakan pemerintah dalam upaya penanggulangan penyebaran kembali wabah Penyakit Mulut dan Kuku ini.

"Perlunya kerjasama yang baik saling mendukung antar semua pihak baik itu para peternak, pengusaha, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat agar ternak sapi dari peternak NTB dapat terserap di pasar kurban" pungkas Agus. (*)

Editor : Syaiful Anwar