Tidak Terima Dituntut 3 Tahun Penjara, Direktur PT Nividia Pratama Ajukan Pembelaan di Kasus Pupuk
Direktur PT Nividia Pratama sebagai produsen pupuk Merk Avatara, yakni Ahmad Effendy Noor melakukan pembelaan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang, dalam sidang dengan agenda nota pembelaan (Pledoi), pada Senin (20/1/2025). Dalam perkara ini, Ahmad Effendy Noor adalah Terdakwa peredaran pupuk Merk Avatara yang tidak terdaftar dan/atau tidak berlabel.
Pada sidang sebelumnya yang digelar pada Senin, 6 Januari 2025, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rini Purnamawati menuntut Ahmad Effendy Noor dengan pidana penjara selama 3 tahun. Ahmad Effendy Noor juga dituntut hukuman denda sebesar Rp. 50.000.000 subsider 6 (enam) bulan kurungan.
Baca Juga: Pengusaha Pupuk Asal Gresik Dituntut 3 Tahun Penjara di Kasus Izin Edar Kementan
Keberatan dengan tuntutan tersebut, Ahmad Effendy Noor melakukan pembelaan. Pembelaan disampaikan Ahmad Effendy Noor melalui Penasehat Hukumnya, yaitu Syamsudin, Adi Pambudi, dan Indra Rusmi, ke Majelis Hakim yang diketuai oleh Sangkot Lumban Tobing.
Dalam nota pledoi yang dibacakan Indra Rusmi, bahwa tuntutan Jaksa selama 3 tahun penjara terhadap kliennya terlalu tinggi. Sebab, kasus ini hanya sebatas administrasi perizinan.
Dia menilai, selama proses penyelidikan hingga penyidikan terhadap perkara kliennya terdapat cacat formil. Menurutnya, Polisi (Polda Sumatera Selatan) seharusnya membuat laporan dahulu, kemudian melakukan penyitaan. Namun dalam faktanya di dalam berita acara penyitaan, di LP 14 tanggal 20 Februari, tapi LP 14 terbit tanggal 6 Maret 2023 sebagai dasar.
Berikutnya Indra menanggapi ada 3 orang ditangkap menjadi tersangka, yaitu Furqon, Nursaadah, dan Ajis Mukholis. Anehnya, 3 orang tersebut statusnya masih menjadi saksi. Justru kliennya yang menjadi Terdakwa.
Indra menyinggung pasal yang diterapkan terhadap kliennya, yakni Pasal 55. Dikatakan Indra, Pasal 55 isinya turut serta, dan tidak bisa berdiri sendiri. Itu harus lebih dari satu pelaku.
Kaitan dengan keterangan Ahli yang diajukan dari Kementrian Pertanian, Idra menilai, saksi ahli tersebut lebih spesifik menjelaskan uji mutu Laboratorium, dimana Undang Undang (UU) Sistem Pertanian Berkelanjutan diatur dalam Pasal 66 dan Pasal 21, tentang standar mutu.
“Seharusnya penerapannya harus berdasarkan standar pasal mutu, sedangkan ini dikenakan pasal mengedarkan. Jadi keterangan ahli dan penerapan hukum tidak sinkron. Terhadap penerapan UU Konsumen, sudah jelas tidak ada konsumennya. Siapa konsumen yang dirugikan?” kata Indra heran.
Menurut Indra, dimulai dari penyelidikan sampai persidangan, pihaknya sudah memperlihatkan adanya izin yang mati ada 4 izin, dan 3 izin dalam proses pengajuan. Tapi itu tidak menjadi pertimbangan JPU.
"Malah yang memberatkan bahwa berpotensi merusak tanaman. Dimana bukti tanaman rusak? Mana petaninya yang dirugikan? Dasar dakwaan Jaksa bahwa Terdakwa dipandang tidak mendukung Pemerintah dan pupuk berpotensi merusak tanaman, sementara barang bukti pupuk tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. Tidak ada saksi petani, tidak ada saksi sopir yang mengantar itu siapa. Harapan kami sesuai KUHP, jika Terdakwa Effendi Noor tidak terbukti bersalah, maka Terdakwa dapat dilepaskan dari segala tuntutan. Dan jika Terdakwa bersalah perihal administratif, karena kelalaian sifatnya ringan, UU Sistem Budidaya Berkelanjutan, sebelum sanksi pidana mengatur sanksi administratif, seharusnya ada teguran terlebih dahulu. Pemeriksaan terhadap perusahaan, pencabutan izin. Mengambil pupuk itu tidak dilakukan, tiba-tiba langsung dijadikan tersangka dan pidana,” ujarnya.
Dia menegaskan dengan tegas, bahwa di teori hukum pidana ada ultimum remedium, dimana pidana adalah jalan terakhir.
"Kalau memang diperingati dan dibina tidak bisa, jelas di Peraturan Gubernur itu ada pengawasan, pembinaan, dan penindakan, buat pupuk dan pestisida. Jadi buat apa SK (surat keputusan) terhadap pengawasan dan pembinaan ini?" herannya.
Terdakwa Ahmad Effendy Noor dalam pembelaan pribadinya menegaskan, bahwa pengurusan izin pupuk di sistem Kementrian Pertanian yang sudah diajukan, tidak dijadikan barang bukti di persidangan.
"Kepada yang Mulia, saya meminta keadilan. Karena saya bukan pelaku kriminal, pencuri, koruptor, melainkan saya membantu petani pada saat situasi Covid 19, serta membantu program Pemerintah dalam swasembada pangan. Demikian pembelaan saya sampaikan dengan sebenar–benarnya,” kata Ahmad Effendy Noor.
Diketahui, Ahmad Effendy Noor menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Palembang, pada Senin, 11 November 2024. Sidang dipimpin oleh Lumban Tobing sebagai Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang.
Dalam dakwaan JPU, disebutkan bahwa Ahmad Effendy Noor sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan dengan Salahuddin Dzul Qornain dan Lutfi (keduanya masuk dalam Daftar Pencarian Orang/DPO), pada Minggu 25 Desember 2022, bertempat di Toko Langgeng Juno Tani Bangunan di Jalan Palembang – Jambi KM. 16, Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, dan pada Rabu 4 Januari 2023, bertempat di Toko Sarina Tani di Jalan Pasar Sungai Lilin Rt. 04 Rw. 03, Kelurahan Sungai Lilin, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, telah mengedarkan pupuk yang tidak terdaftar dan/atau tidak berlabel resmi merk Avatara.
Baca Juga: Produsen Pupuk Avatara Bantah Memproduksi Pupuk Ilegal : Tidak Ada Petani yang Merasa Dirugikan
Kronologi dakwaan tersebut mengungkapkan, kasus yang menjerat Direktur PT Nividia Pratama, Ahmad Effendy Noor bermula sekira bulan Juni 2022, saksi Azis Mukholis berkenalan dengan seorang sopir truk yang mengangkut pupuk di Rumah Makan Lesehan Pecel Lele di daerah Tugumulyo, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Saat itu sopir truk tersebut memberikan nomor telepon 082232878787 yang merupakan nomor telepon milik Ahmad Effendy Noor selaku penanggungjawab secara keseluruhan terkait Operasional PT. Nividia Pratama yang bergerak di bidang produksi dan distributor pupuk merk Avatara kepada saksi Azis Mukholis.
Selanjutnya sekira awal bulan Juli 2022, saksi Azis Mukholis menghubungi nomor telepon 082232878787 tersebut, dan saat itu orang yang dihubungi saksi Azis Mukholis tersebut mengaku bernama Muhammad Effendi Noor sebagai pemilik PT Nividia Pratama. Kemudian Ahmad Effendy Noor menawarkan kepada saksi Azis Mukholis untuk menjadi sales yang mengedarkan atau memperdagangkan pupuk merk Avatara yang diproduksi oleh PT Nividia Pratama dan akan mendapatkan upah sebesar Rp.5.000 per zak, sehingga saksi Azis Mukholis menyetujuinya dan meminta agar Terdakwa mengirimkan sample/contoh pupuk Avatara terlebih dahulu kepada saksi Azis Mukholis.
Sekira bulan Juli 2022, setelah saksi Azis Mukholis menerima sample/contoh pupuk merk Avatara sebanyak kurang lebih 3 (tiga) kilogram, lalu saksi Azis Mukholis menemui saksi Nursa’adah selaku Pemilik Toko Langgeng Juno Tani untuk menawarkan pupuk Avatara tersebut dengan cara memperkenalkan dan memperlihatkan sample/contoh pupuk merk Avatara tersebut.
Selanjutnya sekira bulan November 2022, Ahmad Effendy Noor dan Salahuddin Dzul Qornain (masuk dalam Daftar Pencarian Orang) datang ke rumah saksi Azis Mukholis di Dusun II, Desa Muara Burnai II, Kecamatan Lempuing Jaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir, kemudian mengundang saksi Nursa’adah untuk ikut bergabung.
Setelah berkumpul, lalu Ahmad Effendy Noor memperkenalkan dirinya sebagai Pemilik PT Nividia Pratama selaku produsen dan distributor pupuk merk Avatara yang diantaranya yaitu Pupuk NPK Phosnka Plus Avatara 15-15-15, Pupuk Phosnka Avatara 14-15-15, Pupuk Phospate Alam Granular Avatara – SP 27, Pupuk Phospate Alam Granular Avatara – SP 26, Pupuk SP-36 Avatara, Pupuk Avatara Mutiara 16-16-16 dan Pupuk NPK Avatara 16-16-16.
Kemudian Ahmad Effendy Noor menyampaikan jika pupuk yang ditawarkan oleh Terdakwa dan Salahuddin Dzul Qornain tersebut adalah pupuk yang aman. Jika dikemudian hari ada masalah sehubungan dengan pupuk merk Avatara tersebut, maka akan menjadi tanggung jawab Ahmad Effendy Noor dan Salahuddin Dzul Qornain. Mendengar hal tersebut membuat saksi Nursa’adah menjadi tertarik untuk memesan pupuk merk Avatara tersebut.
Saksi Nursa’adah sudah memesan pupuk merk Avatara yang ditawarkan oleh Ahmad Effendy Noor dan Salahuddin Dzul Qornain yang dilakukan melalui saksi Azis Mukholis sebagai sales sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu pada tanggal 25 Desember 2022, tanggal 05 Januari 2023 dan tanggal 06 Februari 2023.
Saksi Nursa’adah melakukan pembayaran atas pembelian pupuk merk Avatara yang diproduksi oleh PT Nividia Pratama yaitu dilakukan secara tunai yang diserahkan kepada saksi Azis Mukholis. Lalu saksi Azis Mukholis akan menyetorkan uang pembayaran tersebut kepada PT Nividia Pratama dengan cara ditransfer melalui Brilink ke Rekening Bank Mandiri dengan Nomor Rekening : 1780055800888 atas nama Rimbun Nan Hijau sesuai dengan arahan dari Ahmad Effendy Noor.
Selain itu, sekira bulan Desember 2022, saat saksi Muhammad Furqan Thahera berada di toko miliknya, yaitu Toko Sarina Tani yang beralamat di Jalan Lintas Sumatera Palembang – Jambi Pasar Sungai Lilin Rt. 04 Rw. 03 Kelurahan Sungai Lilin yang memperdagangkan sarana pertanian yang diantaranya pupuk, datang seseorang yang tidak dikenal selaku sopir truk dan menawarkan barang berupa pupuk jenis Kapur Pertanian (Kaptan) merk Kebomas Produksi PT Petrokimia Gresik. Namun tawaran tersebut ditolak oleh saksi Muhammad Furqan Thahera.
Baca Juga: Direktur PT Nividia Pratama Didakwa Edarkan Pupuk Ilegal Merek Avatara, Terancam 6 Tahun Penjara
Selanjutnya sopir truk tersebut menjelaskan jika saksi Muhammad Furqan Thahera bisa memesan pupuk melalui Lutfi (masuk dalam Daftar Pencarian Orang) yang berada di Kabupaten Gresik, dan memberikan nomor telephone milik Lutfi dengan nomor 082131019700 kepada saksi Muhammad Furqan Thahera.
Seminggu kemudian, saksi Muhammad Furqan Thahera menghubungi Lutfi dengan tujuan untuk mengetahui dan menanyakan kepada Lutfi mengenai produk pupuk apa saja yang diperdagangkan olehnya. Kemudian Lutfi menjelaskan jika memiliki rekanan yang memproduksi pupuk non subsidi untuk pertanian dan perkebunan dengan merk Pupuk Avatara yang berasal dari Kabupaten Gresik.
Lalu Lutfi menawarkan produk pupuk Avatara tersebut kepada saksi Muhammad Furqan Thahera. Dan untuk lebih meyakinkan saksi Muhammad Furqan Thahera, kemudian Lutfi mengirimkan foto pupuk NPK Phosnka Plus Avatara 15-15-15 Gresik Indonesia dan Company Profile PT Nividia Pratama kepada saksi Muhammad Furqan Thahera melalui aplikasi Whatsapp.
Lutfi menjelaskan jika pupuk tersebut resmi memiliki legalitas yang sah dengan Izin dari Departemen Pertanian Nomor : 01.04.2021.213. Apabila terjadi sesuatu hal terhadap pupuk tersebut maka Lutfi dan pihak Produsen PT Nividia Pratama, yaitu Terdakwa dan Salahuddin Dzul Qornain Bin Ahmad Effendy Noor (masuk dalam Daftar Pencarian Orang) yang akan bertanggung jawab penuh.
Setelah saksi Muhammad Furqan Thahera merasa yakin dan percaya atas penjelasan dari Lutfi tersebut, lalu pada hari Rabu tanggal 04 Januari 2023, saksi Muhammad Furqan Thahera menghubungi Lutfi dengan tujuan untuk melakukan pemesanan / pembelian pupuk NPK Phonska Plus Avatara 15-15-15 Gresik Indonesia sebanyak lebih kurang 20 (dua puluh) ton / 400 (empat ratus) zak @ 50 Kg dengan harga Rp.130.000 per zak dengan jumlah harga keseluruhan senilai Rp.52.000.000.
Kemudian saksi Muhammad Furqan Thahera melakukan pembayaran melalui tunai dan transfer ke Bank BRI dengan Nomor Rekening : 002601272727303 atas nama Sumber Murni Grup sesuai dengan arahan Lutfi. Selanjutnya pupuk pesanan saksi Muhammad Furqan Thahera tersebut diterima di Toko Sarina Tani sesuai dengan Surat Jalan tertanda dari PT Nividia Pratama Nomor : 032/SJ-NP/I/2023 tanggal 05 Januari 2023.
Berdasarkan surat nomor : B.136/SR310/B.5.4/03/2023 tanggal 10 Maret 2023 yang ditandatangani oleh Direktur Pupuk dan Pestisida, yaitu Ir. Tommy Nugraha, yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian RI bahwa Nomor Pendaftaran 01.04.2021.213 tidak terdaftar di Kementerian Pertanian RI. Maka, pupuk tersebut tidak boleh beredar dan tidak perlu lagi untuk dilakukan uji kandungan pupuk tersebut.
Dalam dakwaan kedua, Ahmad Effendy Noor disangka dengan Undang Undang Perlindungan Konsumen. Karena Ahmad Effendy Noor sebagai pelaku usaha telah memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut. Dari hasil laboratorium, ditemukan pupuk yang tidak sesuai kandungan. (*)
Editor : Bambang Harianto