Dumping Limbah B3, Direktur dan Plant Koordinator PT Omya Indonesia Terancam Denda dan Pidana

Reporter : -
Dumping Limbah B3, Direktur dan Plant Koordinator PT Omya Indonesia Terancam Denda dan Pidana
PT Omya Indonesia

Bagi industri, jangan buang atau menimbun limbah bahan berbahaya (B3) tidak sesuai tempat yang semestinya. Jika tetap membuang atau menimbun limbah B3 tidak sesuai tempatnya, akan mengalami seperti PT Omya Indonesia, yakni pabrik kalsium karbonat  yang beralamat di Jl. Raya Surabaya – Mojokerto KM. 20, Desa Tanjungsari, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo.

Direktur dan Plant Koordinator PT Omya Indonesia terancam pidana dan denda setelah menimbun limbah padat berupa sludge IPAL (instalasi pengolahan air limbah) di area terbuka belakang pabrik PT Omya Indonesia. Kasusnya ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipiter) Bareskrim Polri, dan kini memasuki persidangan di Pengadilan Negeri Sidoarjo, dan sudah tuntutan.

Baca Juga: PT Indoceria Plastic & Printing Digarap Ditreskrimsus Polda Jatim di Kasus Limbah B3

Dua orang yang jadi Terdakwa ialah Soegiyanto sebagai Plant Koordinator PT Omya Indonesia dan Jupita Nengseh Widjaja selaku Direktur PT Omya Indonesia. Keduanya menjalani sidang di Pengadilan Negeri Sidoarjo dalam berkas terpisah.

Tuntutan terhadap Soegiyanto dan Jupita Nengseh Widjaja dilakukan dalam sidang yang digelar pada Rabu, 5 Maret 2025. Tuntutan terhadap Soegiyanto dan Jupita Nengseh Widjaja dibacakan oleh Lesya Agastya N selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo.

Dalam tuntutannya terhadap Soegiyanto dalam perkara nomor 109/Pid.Sus-LH/2025/PN Sda, Lesya Agastya N menyatakan jika Soegiyanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan dumping limbah dan/ atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 104 Jo Pasal 60, Jo Pasal 116 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Karenanya, Soegiyanto dituntut dengan pidana penjara selama 7 bulan dan denda sebesar Rp. 20 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Di sidang berbeda dengan perkara nomor 108/Pid.Sus-LH/2025/PN Sda, Jupita Nengseh Widjaja selaku PT Omya Indonesia dituntut dengan pidana denda sebesar Rp 75 juta dan perbaikan penampungan endapan Limbah Non B3.

Untuk diketahui, PT Omya Indonesia berdiri sejak tahun 1993 berdasarkan Akta Pendirian PT Omya Indonesia nomor 18 tanggal 4 Februari 1993 Notaris Adrian Djuaini, S.H. dan beroperasi pada tahun 1994. PT. Omya Indonesia merupakan industri dengan status Penanaman Modal Asing (PMA).

PT Omya Indonesia bergerak dibidang usaha industri kalsium karbonat. Bahan baku yang digunakan untuk proses produksi PT Omya Indonesia adalah batu kapur yang didapatkan dari tambang yang berasal dari Kabupaten Tuban dan Kabupaten Rembang. Selain itu, proses produksi juga menggunakan bahan penolongnya seperti Grinding Aid, Dispersant, Stearic Acid, Air.

Baca Juga: Di Desa Jatipasar, Ada Gudang Diduga Jadi Tempat Penimbunan Limbah Slag Baja

Produk yang dihasilkan PT Omya Indonesia adalah Kalsium Karbonan yang digunakan untuk bahan baku sikat gigi, bahan baku cat, bahan baku kertas, bahan baku pipa PVC.

Limbah yang dihasilkan oleh PT Omya Indonesia adalah air limbah dari proses penyemprotan jalan hasil ceceran hasil produksi dan bahan baku yang selanjutnya mengalir ke dalam IPAL, oli bekas dari proses mesin produksi yang ditempatkan ke dalam TPS (tempat penampungan sementara) Limbah B3, Grease bekas dari proses mesin produksi yang ditempatkan kedalam TPS Limbah B3, kain Majun terkontaminasi dari proses mesin produksi yang ditempatkan ke dalam TPS Limbah B3, Aki bekas dan lampur TL dari proses mesin produksi yang ditempatkan kedalam TPS Limbah B3.

PT Omya Indonesia memiliki 1 unit IPAL yang sumber air limbahnya berasal dari hasil penyemprotan/pembersihan jalan karena sisa ceceran hasil produksi yang berada dijalan.

Sludge/endapan IPAL yang berada di bak Settling Pond PT Omya Indonesia ditempatkan di lahan kosong belakang pabrik. Pengambilan Sludge/endapan IPAL yang berada di bak Settling Pond maksimal setiap 6 bulan dengan menggunakan excavator lalu dimasukkan ke dump truk atau langsung dilakukan penyedotan dan ditempatkan di lahan kosong belakang pabrik tanpa izin. Sedangkan untuk endapan yang berada di saluran air dimasukkan ke dalam jumbo bag dan ditempatkan di lahan kosong belakang pabrik.

Baca Juga: Di Desa Jatipasar, Ada Gudang Diduga Jadi Tempat Penimbunan Limbah Slag Baja

Penempatan Sludge/endapan IPAL di lahan kosong belakang pabrik PT Omya Indonesia dilakukan atas perintah Manajemen melalui Soegiyanto. Di PT Omya Indonesia, Soegiyanto sebagai Plant Koordinator sejak tanggal 1 Desember 2018. Tugasnya mengkoordinasi kegiatan produksi, maintenance dan Gudang untuk memenuhi target perusahaan.

Soegiyanto menjalankan tugasnya berdasarkan perintah manejemen PT Omya Indonesia, yang diwakili oleh Jupita Nengseh Widjaja sebagai Direktur PT Omya Indonesia.

Karena ikut terlibat dalam kasus dumping limbah B3 ini, Jupita Nengseh Widjaja juga diadili di Pengadilan Negeri Sidoarjo. Hal ini berdasarkan Akta nomor 06 tanggal 06 April 2013 tentang Pernyataan Keputusan Sirkuler Pemegang Saham PT Omya Indonesia, tugas dan tanggungjawab Jupita Nengseh Widjaja a selaku Direktur PT Omya Indonesia berdasarkan Pasal 12 Akta Perubahan PT Omya Indonesia No. 06 tanggal 6 April 2013 Notaris Evawati Santoso, S.H. adalah Direksi berhak mewakili Perseroan di dalam dan di luar Pengadilan tentang segala hal dan dalam segala kejadian, mengikat Perseroan dengan pihak lain dan pihak lain dengan Perseroan, serta menjalankan segala tindakan, baik yang mengenai kepengurusan maupun kepemilikan, dengan ketentuan hal tersebut telah disetujui oleh Direksi sesuai dengan Pasal 13 (9) dan jika suatu hal yang disyaratkan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari RUPS, hal-hal tersebut telah disetujui dalam suatu RUPS sesuai dengan ketentuan Pasal 10 (4) (c). (*)

Editor : Bambang Harianto