Mbah Sagimah, Potret Kemiskinan di Kabupaten Pati yang Butuh Kepedulian Pemerintah

Ketentuan Pasal 34 ayat 1 Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, tampaknya tidak berlaku bagi Sagimah. Wanita berusia 70 tahun tersebut hidup sebatangkara di gubuk dekat kandang kambing.
Gubuknya terbuat dari anyaman bambu berlantaikan tanah. Penerangan minim. Dan saat malam hari, dipastikan dikerumuni nyamuk. Belum lagi bau yang menyengat karena limbah kandang kambing.
Baca Juga: Dinas Sosial Pati Temukan Fakta Mengejutkan tentang Sagimah yang Tinggal di Kandang Kambing
Di usianya yang renta, Sagimah hidup dari uluran tangan tetangganya. Selama 10 tahun lamanya. Gubuk yang ditempatinya pun bukan miliknya, melainkan milik Suyono, tetangganya.
Saat datang di kediamannya, Sagimah tidak banyak berkata. Matanya sayu, mungkin rindu dengan keluarganya. Walau demikian, dia memilih tinggal sendirian. Memilih hidup tanpa merepotkan anaknya.
Sagimah punya seorang anak perempuan. Dia sudah menikah dan dikaruniai 2 orang anak. Sesekali, anak perempuannya datang untuk sekadar melihat wanita yang dulu melahirkan dan membesarkannya.
Gubug yang ditempati Sagimah berada di Dukuh Karangmalang, Desa Karangsumber RT 01 RW 02, Kecamatan Winong, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Suyono menyediakan tempat itu bagi Sagimah karena iba.
Saat bercerita dalam bahasa Jawa, Sagimah mengenang hidupnya sebelum tingggal di gubuk milik Suyono. Sepuluh tahun sebelum menempati gubuk yang tidak layak tersebut, Sagimah bekerja di Sumatera. Dari pekerjaan itu, dia bisa mencukupi hidupnya.
Baca Juga: Kapolsek Kdp akan Kawal Penggunaan Dana Desa di Desa Karangsambung
Karena faktor usia, dia pulang dari perantauan ke kampung halamannya di Desa Karangsumber. Saat pulang, dia memilih tidak tinggal bersama anaknya. Alasannya, kehidupan anaknya juga tidak beruntung dari segi ekonomi.
Lalu Suyono menawarkan gubug yang sebelumnya jadi kandang kambing. Sagimah memilih tinggal di gubuk tersebut. Untuk menyambung hidup, Sagimah membuka jasa pijat. Hasilnya cukup memenuhi kebutuhannya.
Tapi lambat laut, tenaganya berkurang seiring bertambahnya usia. Sagimah berhenti jadi tukang pijat karena tenaganya tidak kuat lagi.
Kini, Sagimah hanya mengandalkan pemberian tetangga dan saudaranya agar bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya. Meski tercukupi dari makanan, Sagimah perlu perhatian lain dari segi kesehatannya.
Akhir-akhir ini, Sagimah sakit-sakitan. Suyono berharap, Pemerintah peduli dengan kondisi Sagimah. Kepedulian itu melalui pemberian hunian yang layak, akses pelayanan kesehatan gratis, dan jaminan pangan.
"Saya hanya bisa memberi tumpangan seperti itu karena bukan ekonomi mampu. Bantuan beras dari desa hanya bisa sedikit membantu bertahan hidup. Mbah Sagimah butuh uluran tangan para dermawan," kata Suyono kepada media pada Jumat, 16 Mei 2025. (*)
Editor : Bambang Harianto