Korban Dugaan Penghinaan Minta Polsek Sawahan Tindaklanjuti Pengaduannya

Reporter : -
Korban Dugaan Penghinaan Minta Polsek Sawahan Tindaklanjuti Pengaduannya
Pengaduan di Polsek Sawahan
advertorial

Perbuatan tidak menyenangkan sekaligus penghinaan atas nama SARA (suku, agama, ras, antar golongan), dialami oleh Budi Darmawan, warga Ngagel Jaya Selatan, Kota Surabaya. Bukan cuma sekali atau dua kali, perbuatan yang dilakukan oleh inisial Sdr. AH tersebut seringkali diterima oleh Budi Darmawan dan keluarganya.

Kata-kata hinaan yang sering dilontarkan oleh Sdr. AH seperti “j*ncokan”, “b*jingan”, ireng koyok areng”, “wana”, dan beberapa kata lagi yang mengarah ke SARA. Beberapa kalimat itu dilontarkan Sdr. AH melalui saluran komunikasi Whatsapp dan SMS ke istri dan keluarga Budi Darmawan.

Baca Juga: Hendak Bagikan Makanan Sahur, Ratusan Siswa SMKN 2 Surabaya Diamankan Polisi

“Mereka itu loh keluarga baik, Chinese, gak seperti keluargamu wana biak,” demikian salah satu kalimat yang ditujukan ke istri Budi Darmawan, oleh Sdr. AH melalui Whatsapp.

Tidak terima atas perbuatan yang tidak menyenangkan tersebut, Budi Darmawan melaporkan Sdr. AH ke Polsek Sawahan pada awal September 2021. Laporan tersebut ditindaklanjuti oleh Polsek Sawahan dengan melakukan panggilan terhadap Sdr. AH, yang juga merupakan warga Jalan Ngagel Jaya Selatan, Kota Surabaya.

Panggilan terhadap Sdr. AH dengan nomor : SPK/121/IX/2021/Reskrim. Dalam salinan panggilan yang diterima Redaksi, Sdr. AH dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai Terlapor pada Sabtu, 25 September 2021 jam 09.00 WIB, dengan perkara dugaan penghinaan dan atau pencemaran nama baik via perangkat elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 29 ayat (3) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11 tahu 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Saat itu, Sdr. AH dimintai keterangan untuk menemui Iptu Moch. Shokib, selaku Kanit Reskrim Polsek Sawahan.

Dasar permintaan keterangan tersebut ialah Surat Perintah Penyelidikan nomor : Sprin-Lidik/121/IX/2021/Reskrim, tanggal 16 September 2021.

Setelah beberapa hari dimintai keterangan, pihak Polsek Sawahan melakukan mediasi. Dalam mediasi tersebut, Budi Darmawan memaafkan Sdr. AH, namun tidak mencabut laporan.

Setelah dimediasi oleh Polisi, Sdr. AH tidak berulah lagi dengan mengancam dan mengintimidasi Budi Darmawan dan keluarganya. Tetapi, Sdr. AH tidak mau tanda tangan surat jual beli.

“Saya kira dia (Terlapor) sudah bertobat. Kenyataannya sekarang malah lebih parah,” kata Budi Darmawan.

Budi Darmawan mengatakan, dia dan Sdr. AH masih ada hubungan keluarga. Sdr. AH merupakan pamannya. Kendati punya ikatan keluarga, Budi tidak habis pikir dengan perangai dari pamannya tersebut.

“Bapak saya China Muslim, ikut Nahdlatul Ulama. Tapi masih dihina dan diungkit-ungkit karena pindah agama. Istri saya yang orang jawa china juga dihina dari warna kulitnya yang hitam. Semua hinaan itu saya simpan percakapannya. Ini sudah 2 tahun, tapi dia tidak mau bertobat. Karenanya, saya berharap Kepolisian bersikap tegas dan menindak Terlapor supaya saya dan keluarga saya tidak diteror lagi dengan kalimat-kalimat bernada SARA,” kata Budi Darmawan.

Budi Darmawan berkata, kasus ini dipicu oleh jual beli tanah seluas 300 m2 di daerah Perumahan Puri Galaxy, Kota Surabaya, pada tahun 2007. Tanah tersebut dibeli secara patungan oleh Budi Darmawan dan Sdr. AH, dengan ikatan jual beli nomor 061/PG/LG-318/T/XII/02 tertanggal 28 Desember 2007.

Seiring berjalannya waktu, sekitar Juli 2021, Sdr. AH berkata kepada Budi Darmawan bahwa dia kesulitan keuangan dan bermaksud menjual sebidang tanah di Perumahan Puri Galaxy yang menjadi haknya sebesar 50%. Budi Darmawan ingin membantu Sdr. AH dengan berencana membeli hak 50% atas tanah yang dibeli secara patungan tersebut, yang berlokasi di salah satu cluster di Perumahan Puri Galaxy.

Rencana Budi Darmawan itu ditentang oleh ibu dan istrinya. Alasannya, harga yang ditawarkan oleh Sdr. AH terlalu mahal. Tapi kemudian, Budi Darmawan mengabaikan istri dan ibunya, dan tetap membeli sebagian hak tanah yang dimiliki oleh Sdr. AH karena faktor kebaikan yang pernah dilakukan oleh Sdr. AH kepada Budi Darmawan.

Harga pembelian tersebut sebesar Rp 2 miliar dan telah dibayar lunas. Setelah dibayar lunas, Sdr. AH malah tidak mau tanda tangan sehingga Budi Darmawan ingin membatalkan perjanjian tersebut.

“Selain itu, Sdr. AH tidak ingin pembatalan tersebut karena dianggap ‘mengemis’ kepada keponakan. Dari situlah teror kepada saya dan keluarga berupa perkataan atau perbuatan fisik terus menerus dilakukan. Karena masalah ini tidak mau berlarut-larut, saya berinisiatif membuat surat perdamaian dan kesepakatan dengan Sdr. AH. Sayangnya, surat perdamaian itu dianggap kertas kosong dan tidak ditaati dan dipatuhi olehnya. Bahkan, teror gila menjadi teror yang sangat sadis, dan menciderai nilai-nilai keberagaman suku, agama, ras, dan antar golongan. Perkataan Sdr. AH sangat diskriminatif terutama bagi kaum Bangsa Indonesia,” katanya.

Atas tindakan teror, intimidasi, dan ancaman pembunuhan terhadap Budi Darmawan dan keluarganya, dia melaporkan Sdr. AH ke Polsek Sawahan. Dia berharap, pengaduannya di Polsek Sawahan ditindaklanjuti. Budi Darmawan juga prihatin karena kata-kata SARA yang diterimanya. Menurutnya, itu bisa memecah belah keutuhan bangsa.

Lebih lanjut Budi Darmawan mengatakan, terdapat kesepakatan lisan antara dirinya dengan Sdr. AH. Dari situ, kemudian dibuatkan perjanjian secara tertulis bermaterai cukup, yaitu pernyataan pengalihan hak yang berlaku setelah pembayaran dinyatakan lunas, yaitu tertanggal 5 April 2022 terkait kesepakatan jual beli atas pembelian setengah dari kepemilihan tanah di perumahan Puri Galaxy Surabaya. Proses penandatanganan tersebut didukung oleh Surat Pernyataan dari ketiga anak AH dan diketahui para saksi.

“Pada saat pembuatan perjanjian tertulis itu, Sdr. AH melakukan dramatisasi dengan mengatakan ‘kenapa harus melakukan foto dan video dengan anak-anak saya, apakah kamu tidak percaya?’. Hal itu jekas menunjukkan sikap kesewenang-wenangan dan otoriter,” katanya. (did)

Editor : Syaiful Anwar