Sempat Tutup Beberapa Hari, Tambang di Panceng Kembali Beroperasi, SUTET PLN Terancam Roboh
Sedari awal, masyarakat di wilayah Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, menentang keras kegiatan penambangan di wilayah mereka karena telah merenggut sebagian besar ruang hidup, terutama mereka yang mengandalkan pertanian. Warga bahkan telah mengadu ke Kepala Desa, Kepolisian, namun tak kunjung dapat kepastian dari pihak berwenang menindaklanjuti pengaduan warga untuk menghentikan kegiatan tambang di wilayah mereka.
Lalu, beberapa hari kemarin, kegiatan tambang tidak melakukan kegiatan. Informasi yang diperoleh warga, mereka berhenti operasional karena ada peninjauan lapangan oleh aparat penegak hukum. Atas berhentinya kegiatan penambangan tersebut, wajah warga sumringah karena mereka punya harapan lagi untuk memperbaiki produktivitas pertanian yang luluh lantak akibat hadirnya tambang di dekat sawah mereka.
Baca Juga: Komplotan Perusak Lingkungan di Kecamatan Panceng Divonis Ringan
Wajah sumringah itu juga terpancar karena warga tidak lagi menghirup debu yang beterbangan akibat dari lulu lalang kendaraan tronton pengangkut material tambang.
Sumber air yang selama ini menjadi andalan warga, diharapkan bisa kembali normal setelah lama tidak lancar karena terdampak penambangan.
Namun, wajah-wajah itu kembali murung dipenuhi amarah dan kekecewaan. Bagaimana tidak, warga menyaksikan kegiatan tambang kembali beroperasional pada Jumat, 1 Desember 2023, di Desa Banyutengah, setelah sempat tutup beberapa hari. Warga menduga, penambang diminta berhenti sesaat oleh oknum penegak hukum sampai situasi kondusif.
"Biasanya, Polisi datang ke lokasi tambang. Ambil foto di lokasi yang sudah tidak ada lagi kegiatan tambang. Dianggap sudah tutup. Beberapa hari kemudian, buka lagi," ujar seorang warga yang berharap namanya tidak dipublikasikan ke media.
Dia heran, tambang yang merusak lingkungan bisa buka lagi tanpa takut. Kerusakan itu sangat nyata, dari mengancam tower listrik (SUTET), sampai kedalaman tambang hingga 25 meter lebih.
Maka itu, dia bersama warga lain akan berkirim surat ke Presiden Jokowi (Joko Widodo), ke Kapolri, Komnas HAM, Menteri Lingkungan Hidup, Kompolnas, Komisi IV DPR RI, WALHI (Wahana Lingkungan Hidup), dan instansi terkait, selain akan menggelar demo ke Polda Jawa Timur untuk menuntut supaya tambang ilegal di wilayah Panceng ditutup.
"Kami dan beberapa warga akan demo saja ke Polda, biar aspirasi tersampaikan. Percuma melaporkan, ke Polres tapi tidak ditindaklanjuti," ucapnya.
Untuk informasi, di Kecamatan Panceng, terdapat 3 desa yang menjadi tempat kegiatan tambang dengan total luas sekitar ± 39 hektar (ha), yang tersebar di 3 desa, yakni Desa Ketanen (± 21 ha), Desa Banyutengah (± 11 ha), dan Desa Pantenan (± 7 ha). Sebagian besar, warga di sekitar tambang merupakan petani, sebagian lagi pedagang dan pekerja pabrik.
Penambangan dilakukan dekat dengan tiang PLN (SUTET), yang jaraknya ada yang 5 meter dari bibir lubang tambang. Jika terus menerus digali, tiang PLN bisa roboh.
Terdapat 3 tiang SUTET yang melintasi lokasi tambang galian C ilegal di Kecamatan Panceng. Jika tiang tanah di sekitar SUTET tersebut terus digali (tambang), maka potensi roboh sangat besar yang berdampak pada terganggunya aliran listrik Jawa Bali. Ketiga tiang tersebut berada di wilayah Desa Pantenan, dengan rincian :
Baca Juga: Miris ! Penambang Ilegal di Kabupaten Gresik Dituntut Ringan
- Tiang 1, jarak tiang SUTET dengan tanah yang dikeruk (tambang) sekitar 5 meter
- Tiang 2, jarak tiang SUTET dengan tanah yang dikeruk (tambang) sekitar 10 meter.
- Tiang 3, jarak tiang SUTET dengan tanah yang dikeruk (tambang) sekitar 20 meter
Terdapat enam penambang yang beroperasi dengan puluhan alat berat (ekscavator/bego). Status lahan yang ditambang merupakan Tanah Negara, yang aktivitas penambangan izinnya sudah tidak berlaku.
Tanah negara tersebut digali terus menerus sampai mengalami kerusakan alam yang parah, bahkan sampai keluar air dari dalam tanah dan dapat mengakibatkan sumber air di beberapa desa terdekat mengalami kekeringan.
Dinas ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) Provinsi Jatim sudah tidak menerbitkan izin sejak 10 Desember 2020 dilokasi tambang Desa Pantenan, Desa Ketanen, dan Desa Banyutengah. Warga Kecamatan Panceng juga sudah pernah melaporkan aktivitas galian C ke Polres Gresik, ke Camat Panceng, dan ke Kepala Desa. Namun belum ada tindakan dari pihak-pihak terkait yang seharusnya menjadi penegak hukum terhadap pertambangan yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat serta Negara.
Baca Juga: Konflik Tambang di Panceng : Cuan, Lingkungan, dan Lemahnya Penegakan Hukum
Tanah urug dari lokasi galian C tersebut untuk memenuhi kebutuhan urugan untuk perusahaan-perusahan besar, diantaranya perusahaan yang berada di kawasan industri di Manyar, Kawasan Ekononi Khusus (KEK) JIIPE, dan beberapa perusahaan lain di wilayah Kabupaten Gresik.
Supplai tanah urug ke KEK JIIPE yang dilakukan penambang di wilayah Panceng di atas Tanah Negara, sama saja menjual tanah negara kepada negara. Jika dihitung, berapa kerugian negara akibat tambang ilegal tersebut. Di sisi lain, akibat pengerukan galian C tersebut mengakibatkan akses jalan antar desa terputus.
Tidak itu saja, ada pungutan liar (pungli) yang berkedok atensi sebesar Rp. 40.000 (empat puluh ribu) per rit/truk muatan 10 kubik, dan Rp 60.000 per rit/truk untuk muatan 20 kubik. Pungli itu kuat dugaan untuk pengondisian di lapangan dan uang keamanan yang diduga dikordinatori oleh keluarga orang nomor satu di Gresik. Setiap hari, ratusan rit diangkut dari tambang tersebut.
Saat dicek data badan usaha pertambangan di wilayah Kecamatan Panceng, saat diakses melalui Minerba One Data Indonesia atau MODI Kementerian ESDM, data usaha pertambangan di wilayah Panceng tidak ditemukan.
Bekas lahan yang ditambang meninggalkan beberapa lubang besar yang membahayakan lingkungan sekitar, karena usaha tambang ilegal sehingga tidak ada kewajiban bagi pelakunya untuk melakukan reklamasi. (adi)
Editor : Syaiful Anwar