Tambang Galian C Ilegal di Desa Mantup, Kabupaten Lamongan

Reporter : -
Tambang Galian C Ilegal di Desa Mantup, Kabupaten Lamongan
Kegiatan tambang galian c di lokasi tambang yang dikelola Sutris di Desa Mantup
advertorial

Wilayah Kecamatan Mantup menjadi incaran pelaku tambang karena memiliki kekayaan alam berupa mineral dan bebatuan yang melimpah. Jadi tidak heran, pelaku tambang nekad membuka usahanya meski tanpa disertai perlengkapan perizinan dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) / Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) atau instansi terkait.

Sutris ialah salah satu pelaku tambang di Dusun Mantup, Desa Mantup, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Pria asal Mojokerto ini memulai usaha penambangan galian c ilegal di Desa Mantup sejak beberapa bulan lalu. Dalam sehari, Sutris menghasilkan omzet puluhan jutaan rupiah dari penambangan galian c yang dijalankannya.

Baca Juga: Polres Lamongan Lelet Tindak Tambang Ilegal Milik Martinus di Mantup, Ormas KORAK Adukan ke Polda Jatim

Usaha galian c yang dikerjakan Sutris berada di titik koordinat  7°16'10.8"S 112°21'12.1"E. Lokasinya tak jauh dari Koramil Mantup dan Polsek Mantup. Akses masuk ke lokasi tambang yang dikelola Sutris masuk dari jalan disamping Polsek Mantup. Ini kemudian menjadi pertanyaan, kenapa Polsek Mantup membiarkan penambangan tanpa izin tersebut beroperasi tanpa dilakukan tindakan hukum atau laporan ke Polres agar ditertibkan?

Dalam menjalankan usaha pertambangan tersebut, Sutris bermodal nekad. Izin-izin yang seharusnya dimiliki usaha pertambangan tidak dipenuhinya, seperti perijinan Izin usaha Pertambangan (IUP);  IUP Khusus;  IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak Perjanjian; Izin Pertambangan Rakyat (IPR);  Surat Izin Penambang Batuan (SIPB);  izin penugasan;  Izin Pengangkutan dan Penjualan;  Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP); dan IUP untuk Penjualan atau Dokumen Amdal sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku.

Penambangan galian c yang dilakukan oleh Sutris di Dusun Mantup, Desa Mantup, menggunakan alat berat berupa excavator warna merah dengan spek PC 200. Material yang dikeruk / ditambang berupa tanah limestone / pedel/ dan paras. Usai dikeruk menggunakan excavator, material diangkut dengan dump truk bermuatan antara 8 sampai dengan 10 kubik (m³).

Lahan yang dikeruk / ditambang oleh penambangan yang dikelola Sutris merupakan lahan pertanian, yang berdekatan dengan tanaman jagung. Tidak jauh dari lokasi penambangan (  5 meter) terdapat kubangan yang curam (bekas tambang) yang dibiarkan begitu saja oleh penambang sebelumnya. Karena itu, jika penambangan yang dilakukan Sutris dibiarkan tanpa tindakan hukum, maka akan menambah kerusakan lingkungan di sekitarnya mengingat banyak tambang ilegal yang meninggalkan begitu saja bekas galian sehingga menjadi kubangan sedalam puluhan meter yang membahayakan lingkungan dan ancaman longsor. Hal itu disebabkan karena penambangan yang dilakukan oleh Sutris orientasinya ialah keuntungan tanpa memperhatian lingkungan, artinya tidak terarah dan tanpa disertai RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) yang diatur oleh Kementerian ESDM.

Pekerja checker tambang Sutris dan Titik koordinatnya

Baca Juga: Usaha Tambang di Desa Mantup Diduga Tanpa Dilengkapi Perizinan Lengkap

Masih di Desa Mantup, tidak jauh dari lokasi tambang milik Sutris, terdapat tambang galian c yang dikelola Opik. Baik Opik maupun Sutris, keduanya melakukan penambangan yang tidak didukung oleh perizinan resmi dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) / Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) atau instansi terkait,

Menyikapi itu, Muhammad Fazly dari Pusat Hukum dan Studi Nasional (Pushuknas) menyebutkan, penambangan galian c yang dilakukan Sutris sebagai penanggungjawab juga tidak memiliki Kepala Teknik Tambang. Jika tanpa Kepala Teknik Tambang, maka penambangan yang dikelola Sutris bisa menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.

Kata Falzy, Sutris juga menghiangkan potensi pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Lamongan yang seharusnya dibayar melalui pajak atau retribusi dari sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Artinya, disitu terdapat potensi bocornya keuangan negara dari sektor Pertambangan Minerba, karena tambang ilegal bersaing dengan penambang yang memiliki izin resmi. Dalam kaitan ini, terdapat persaingan usaha tidak sehat karena harga kuari (material urug) dari tambang ilegal lebih murah dari tambang berizin resmi.

“Untuk melaksanakan usaha pertambangan, badan usaha (perusahaan), koperasi dan perseorangan harus memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebelum melakukan kegiatannya. Berdasarkan Pasal 36 UU RI No. 3 Tahun 2020 Tentang perubahan atas UU RI No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagamaina telah diubah dengan UU RI No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, IUP terdiri atas dua tahap. Pertama, IUP Eksplorasi meliputi kegitan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Kedua, IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurniaan, serta pengangkutan dan penjualan,” ujar Fazly.

Atas temuan itu, Fazly berharap Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur khususnya Subdit 4 Tipiter Polda Jatim agar segera menindak pelaku tambang ilagal yang dikelola Sutris dan Opik.

“Karena penambangan itu sangat meresahkan dan merusak lingkungan,” ujar Fazly. (did)

Editor : Syaiful Anwar