Perkumpulan Wartawan dan Aliansi Gresik Selatan Surati Dewan Pers

Reporter : -
Perkumpulan Wartawan dan Aliansi Gresik Selatan Surati Dewan Pers
Komang dan Efianto

Ketua Perkumpulan Wartawan dan Aliansi Gresik Selatan (Wag’s), Efianto, S.H., M.H., menyampaikan surat terbuka kepada Dewan Pers Republik Indonesia sebagai bentuk keprihatinan terhadap diskriminasi yang dialami oleh wartawan lokal.

Dalam surat terbukanya, Efianto menyoroti fenomena yang menurutnya sudah berlangsung cukup lama, yakni perlakuan tidak adil terhadap wartawan yang belum memiliki sertifikasi atau rekomendasi dari Dewan Pers. Ia menyebut, banyak instansi pemerintah maupun swasta menjadikan status verifikasi Dewan Pers sebagai satu-satunya tolok ukur keabsahan profesi wartawan.

Baca Juga: Harapan Ketua Wartawan dan Aliansi Gresik Selatan kepada Polri di HUT Bhayangkara ke 79

“Banyak rekan kami yang langsung dicap ‘wartawan abal-abal’ hanya karena belum tersertifikasi. Padahal mereka bekerja sungguh-sungguh, menjalankan tugas jurnalistik, dan menjunjung kode etik,” tulis Efianto dalam surat tersebut.

Wartawan Lokal: Ada, Tapi Tak Dianggap

Efianto juga menyampaikan keresahan yang semakin meluas di kalangan wartawan daerah. Menurutnya, wartawan lokal kerap tidak dianggap dalam kegiatan-kegiatan resmi pemerintah. Mereka tidak diundang dalam konferensi pers, tidak diberikan akses informasi, bahkan tidak dilibatkan dalam peliputan kegiatan publik yang menggunakan dana rakyat.

“Ada kesan bahwa pemerintah hanya mau berhubungan dengan media besar atau yang ‘sudah aman secara administrasi’. Padahal di lapangan, yang setiap hari memantau dinamika sosial dan menjadi garda terdepan justru para wartawan lokal,” tegasnya.

Ia menilai perlakuan semacam ini telah merusak ekosistem pers yang seharusnya inklusif dan demokratis. Wartawan lokal, kata Efianto, bukan hanya memiliki legitimasi moral dan sosial dari masyarakat, tapi juga sering menjadi penghubung utama antara pemerintah dan warga, terutama di daerah-daerah yang kurang mendapat sorotan media arus utama.

“Kami ini ada, tapi sering dianggap tak ada,” ujarnya.

Kritik terhadap Verifikasi Media

Efianto juga menyoroti sikap diam publik ketika muncul berita-berita yang penuh pencitraan dari media yang justru sudah terverifikasi. Ia mempertanyakan, apakah rekomendasi Dewan Pers hanya digunakan untuk membatasi, bukan untuk memperbaiki kualitas jurnalisme secara menyeluruh.

Ia menegaskan bahwa jurnalis akar rumput sejatinya adalah bagian dari pers nasional yang juga berperan penting sebagai penyambung lidah masyarakat. Hanya karena keterbatasan akses atau sumber daya, bukan berarti mereka dapat diabaikan atau didiskreditkan.

“Kami tidak menuntut diistimewakan. Kami hanya ingin diperlakukan secara adil dan setara. Kami juga wartawan. Kami juga warga negara yang bekerja dengan niat baik,” tambahnya.

Ajak Dewan Pers Buka Dialog

Sebagai bagian dari solusi, Efianto mengajak Dewan Pers untuk membuka ruang dialog terbuka bagi para jurnalis akar rumput.

“Jika benar Dewan Pers adalah penjaga marwah kebebasan pers, maka seharusnya membuka ruang dialog bagi kami — yang tidak hanya bekerja keras, tetapi juga sering menjadi tameng kritik sosial masyarakat,” tegasnya.

Isi surat terbuka untuk Dewan Pers dan para pemangku kepentingan pers nasional

Perihal: Suara Kecil dari Pinggiran Dunia Jurnalistik

Kepada Yth.

Dewan Pers Republik Indonesia

di Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama: Efianto, S.H., M.H.

Baca Juga: Ketua Wartawan dan Aliansi Gresik Selatan Meraih Gelar Magister Hukum

Jabatan: Ketua Perkumpulan Wartawan dan Aliansi Gresik Selatan (Wag’s)

Dengan ini menyampaikan suara hati dan keprihatinan atas fenomena yang kerap kami hadapi di lapangan, khususnya mengenai perlakuan sejumlah instansi terhadap wartawan yang belum memiliki rekomendasi atau sertifikasi dari Dewan Pers.

Di lapangan, kami menjumpai realitas yang mencemaskan: banyak instansi menjadikan sertifikasi atau verifikasi Dewan Pers sebagai syarat mutlak untuk mengakui seseorang sebagai wartawan. Mereka yang belum tersertifikasi, atau berasal dari media yang belum terverifikasi, kerap langsung dicap sebagai "wartawan abal-abal", dan keberadaannya tidak dihormati.

Yang ironis, ketika muncul pemberitaan yang sarat pencitraan dan jauh dari prinsip-prinsip jurnalistik, tidak ada satu pun pihak yang menggugat apakah media bersangkutan telah terverifikasi oleh Dewan Pers atau tidak.

Apakah ini yang disebut keadilan dalam ekosistem pers nasional?

Kami memahami bahwa Dewan Pers memegang mandat penting sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers, yakni:

- Menjaga kemerdekaan pers,

- Meningkatkan profesionalisme wartawan,

- Melindungi wartawan dari kriminalisasi,

- Menyelesaikan sengketa pers secara bermartabat.

Namun, yang kami rasakan di lapangan sering kali sebaliknya.

Baca Juga: Wartawan dan Aliansi Gresik Selatan Menggelar Halal Bihalal Pasca Idul Fitri 1446 H

Bantuan dan perlindungan seolah hanya hadir bagi mereka yang memiliki nama besar, jejaring kuat, atau kemampuan logistik yang memadai.

Kami tidak menuntut untuk diistimewakan.

Kami hanya berharap diperlakukan secara adil dan setara.

Kami juga wartawan.

Kami juga warga negara yang bekerja dengan niat baik, menjunjung kode etik, dan mengedepankan kepentingan publik — meski belum memiliki stempel "resmi".

Jika benar Dewan Pers adalah penjaga marwah kebebasan pers, maka sudah semestinya membuka ruang dialog bagi kami yang berada di garis depan — yang bekerja tanpa sorotan, namun sering menjadi suara kritik sosial masyarakat.

Demikian surat terbuka ini kami sampaikan sebagai bentuk keresahan kolektif dari jurnalis akar rumput. Kami berharap masih ada ruang untuk mendengar, sebelum semuanya menjadi terlalu jauh.

Hormat kami,

 

Efianto, S.H., M.H.

Ketua Perkumpulan Wartawan dan Aliansi Gresik Selatan (Wag’s)

Editor : Bambang Harianto