Propram Polri Periksa Perwira Sat Tahti Polresta Sidoarjo, Kaitan Tahanan Wanita Dimasukkan Ruang Khusus

Kasus Perumahan Diamond Village 3 di Desa Darmasi, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, rupanya tidak berhenti terhadap status pidana yang disandang oleh Fatimatu Zahro selaku Direktur Utama PT Araya Berlian Perkasa, yang merupakan developer dari Perumahan Diamond Village 3. Kasus ini terus menggelinding karena ada oknum anggota Polresta Sidoarjo yang sedang proses pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propram) Polda Jawa Timur, dalam kaitan kasus Perumahan Diamond Village 3.
Ada 4 oknum anggota Polresta Sidoarjo yang sedang diproses dugaan pelanggaran kode etik oleh Propram Polri khususnya Sub Bidang Pengawasan Profesi (Subbidwaprof) Bidang Propram Polda Jawa Timur. Keempat oknum anggota Polresta Sidoarjo ialah Aipda Andik Akhmad, Brigadir Muchammad Rudi Supriyanto, dan Briptu Achmad Dody Yusuf, serta Iptu Adi Suroso.
Baca Juga: Satpam PT Rhino Mega Multi Plast Tiga Kali Bersekongkol Curi Kabel Tembaga
Keempatnya merupakan anggota di Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Sat Tahti) Polresta Sidoarjo. Dari pemberitahuan hasil penyelidikan Divisi Propram Polri pada 4 Maret 2025 sebagaimana salinan dokumennya diterima oleh Lintasperkoro.com, tugas dari masing-masing oknum anggota Sat Tahti Polresta Sidoarjo tersebut antara lain Aipda Andik Akhmad, Brigadir Muchammad Rudi Supriyanto dan Briptu Achmad Dody Yusuf, sebagai petugas piket jaga tahanan Sat Tahti Polresta Sidoarjo. Sedangkan Iptu Adi Suroso sebagai Kepala Unit Perawatan Tahanan (Kanit Wattah) Sat Tahti Polresta Sidoarjo.
"Hasil penyelidikan bahwa terhadap petugas piket jaga tahanan Sat Tahti Polresta Sidoarjo atas nama Aipda Andik Akhmad, Brigadir Muchammad Rudi Supriyanto dan Briptu Achmad Dody Yusuf, serta Iptu Adi Suroso, ditemukan cukup bukti diduga melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepolisian (Perpol) nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi (KEP) dan Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) dengan wujud perbuatan membiarkan dan memfasilitasi tersangka keluar ruang tahanan melakukan penandatanganan dokumen," demikian bunyi dokumen penyelidikan dari Divisi Propram Polri.
Penanganan penyelidikan terhadap 4 anggota Sat Tahti Polresta Sidoarjo tersebut kemudian dilimpahkan ke Bidang Propram Polda Jatim guna penegakan Kode Etik Profesi Polri. Pelapor atau pengadu dalam perkara ini ialah inisial wanita berinisial FM, yang merupakan konsumen dari Perumahan Diamond Village 3.
Terhadap FM, Subbidwaprof Bidang Propram Polda Jawa Timur telah memeriksanya sebagai saksi pelapor/pengadu pada akhir April 2025. Menurut FM, dirinya melapor ke Divisi Propram Polri karena laporannya ke Propram Polresta Sidoarjo lama tidak ditindaklanjuti.
FM mengadukan oknum Satreskrim dan Sat Tahti Polresta Sidoarjo ke Sie Propram Polresta Sidoarjo pada 19 November 2024 atas dugaan indikasi suap dan penyelewengan jabatan di Polresta Sidoarjo. Dari pengaduan itu, tidak ada tindaklanjut. Karena itu, dia mengirim pengaduan ke Divisi Propram Polri.
Anehnya, setelah pengaduan ke Divisi Propram Mabes Polri tersebut, Fabiola menerima surat pemberitahuan perkembangan perkara dumas nomor B/16/II/WAS 2.4/2025/Sipropram dari Sie Propram Polresta Sidoarjo pada 25 Februari 2025. Perihalnya ialah Sie Propram Polresta Sidoarjo melakukan penyelidikan dan pengumpulan bahan keterangan.
"Saya dipanggil sebagai saksi di Subbidwaprof Bidang Propram Polda Jawa Timur dengan Teradu ialah Iptu AS," kata FM saat ditemui Polresta Sidoarjo, pada Senin 5 Mei 2025.
FM mengadukan oknum Sat Tahti Polresta Sidoarjo ke Propram berkaitan dengan kasus yang dilaporkannya di Polresta Sidoarjo dan ditangani oleh Unit Pidana Ekonomi (Pidek) Satreskrim Polresta Sidoarjo. Pengaduan tersebut ialah dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Penyidik Satreskrim dan Anggota Sat Tahti Polresta Sidoarjo dalam menangani laporan LP/B/80/II/2024/SPKT/Polresta Sidoarjo/Polda Jatim tanggal 8 Februari 2024.
"Para Teradu diduga menerima suap dan melakukan pembiaran orang keluar masuk tahanan menemui tersangka serta ketidakprofesionalan Kapolresta Sidoarjo, Kombes Pol Christian Tobing dan anggota Si Propram dalam menangani laporan pengaduan," katanya.
Tersangka yang dimaksud ialah Fatimatu Zahro. Fatimatu Zahro jadi tersangka dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan atas laporan FM. FM membeli 1 unit rumah di Perumahan Diamond Village 3, yang developernya ialah PT Araya Berlian Perkasa, dan Fatimatu Zahro sebagai Direktur Utamanya.
Baca Juga: Empat Pencuri Pipa Stainless di PT Tjiwi Kimia Ditangkap
Harga beli 1 unit di Perumahan Diamond Village 3 pada saat itu sebesar Rp 210 juta dan telah lunas. Rencananya, serah terima unit Perumahan Diamond Village 3 di bulan Mei 2023. Tapi ternyata rumahnya tidak dibangun dan Fatimatu Zahro sebagai PT Araya Berlian Perkasa melarikan diri bersembunyi di rumah kontrakannya di Pasuruan.

Kemudian Fatimatu Zahro ditangkap oleh Satreskrim Polresta Sidoarjo dan ditahan di Sat Tahti Polresta Sidoarjo. Saat di dalam ruang tahanan itulah, Fatimatu Zahro diberi ruang khusus di luar sel tahanan untuk melakukan penandatangnan surat pembatalan jual beli tanah Perumahan Diamond Village 3 antara pemegang Letter C dengan PT Araya Berlian Perkasa.
Tujuan pembatalan untuk mengalihkan tanahnya ke pihak lain. Padahal, di atas tanah yang dibatalkan itu, ada hak FM yang mana proses hukum atas laporannya sedang berjalan di Polresta Sidoarjo.
Surat pembatalan ditandatangani dengan difasilitasi oleh oknum anggota Sat Tahti Polresta Sidoarjo pada 26 September 2024 di ruang khusus di Sat Tahti Polresta Sidoarjo.
"Sepengetahuan saya, tahanan di Polrestas sidoarjo tidak bisa ditemui langsung oleh pengunjung di dalam ruangan khusus, melainkan dibatasi oleh full kaca. Jika pengunjung mau berkomunikasi dengan tahahan, pakai alat bantu pesawat telpon. Atas kejadian tersebut, saya laporkan ke Proram Polresta Sidoarjo dan Propram Mabes Polri. Sebelum laporan ke Propram Mabes Polri, saya lapor ke Propram Polresta Sidoarjo. Saya laporkan dugaan suap. Tapi pihak Propram Polresta Sidoarjo bilang, tahanan dan keluarganya bertemu di ruang khusus atas dasar kemanusiaan, dan keluarganya dipersilahkan masuk. Tiga orang dari keluarga tahanan masuk ke ruangan khsusus itu. Kakaknya, adiknya, dak Pak Denya. Pak Denya yang bawa HP dan memvideo," kata FM.
Belakangan ketahuan dari hasil pemeriksaan penyidik PROPRAM Mabes Polri, bahwa yang membawa dokumen pembatalan jual beli tanah ke dalam ruangan khusus di Sat Tahti Polresta Sidoarjo adalah Alfis Syahri (Komisaris PT Araya Berlian Perkasa) yang juga kakak kandung Fatimatu Zahro. Dan Labibatul Qonita, adik kandung Fatimatu Zahro. Kemudian dokumen tersebut ditandatangani oleh Fatimatu Zahro di dalam ruangan khusus di Sat Tahti Polresta Sidoarjo.
Baca Juga: Warga Kelurahan Celep Bacok Temannya Saat Tidur
"Kemudian dokumen tersebut diserahkan ke seorang Notaris asal Sidoarjo berinisial Sj. Ternyata, dokumen tersebut tidak sesuai dengan standar kenotariatan sehingga oleh Notaris Sj dibuatkan dokumen baru. Kemudian dokumen baru yang sudah direvisi tersebut ditandatangani lagi oleh Fatimatu Zahro yang sudah jadi tahanan Kejaksaan Negeri Sidoarjo," jelas FM.
FM berharap, oknum Anggota Sat Tahti Polresta Sidoarjo yang memfasilitasi Fatimatu Zahro bertemu dengan keluarganya untuk tanda tangan surat pembatalan jual beli tanah di ruangan khusus tidak hanya diproses etik, melainkan proses pidana. Sebab, perbuatan oknum Sat Tahti tersebut menjadi bagian dari tindak pidana karena memberikan ruangan khusus bagi Fatimatu Zahro untuk bertemu langsung dengan Alfis Syahri dan Labibatul Qonita dan melakukan penandatanganan pembatalan jual beli tanah yang mana Fatimatu Zahro berada dalam tahanan Polresta Sidoarjo.
“Harapan saya, laporan ini ditangani secara profesional," ungkapnya.
Untuk diketahui, status Fatimatu Zahro saat ini adalah Terpidana. Dia ditahan di rumah tahanan Kelas II A Porong, Kabupaten Sidoarjo.
Fatimatu Zahro divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo dengan pidana penjara selama 3 tahun pada 19 Desember 2024. Fatimatu Zahro terbukti melanggar Pasal 154 jo Pasal 137 Undang Undang Republik Indonesia (UU RI) nomor 1 tahun 2011. Dia bersalah karena menjual satuan lingkungan perumahan atau lingkungan siap bangun (lisiba) tanpa menyelesaikan status atas hak tanahnya terlebih dahulu. (*)
Editor : Bambang Harianto