Sertu Al Hadid Menangis Setelah Divonis 10 Bulan dan Dipecat dari TNI
Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bertugas di Kodam Bukit Barisan, Sersan Satu (Sertu) Al Hadid menangis tersedu saat Majelis Hakim Pengadilan Militer I-02 Medan membacakan vonis terhadapnya pada Kamis (13/6/2025). Sertu Al Hadid terjerat kasus penipuan calon siswa (casis) yang mengikuti seleksi TNI bersama dengan seorang sipil bernama Nina Wati.
Vonis yang dibacakan Majelis Hakim menyatakan, Sertu Al Hadid dipenjara selama 10 bulan. Dia juga dipecat dari keanggotaannya sebagai TNI. Sontak, vonis tersebut membuat Sertu Al Hadid menangis di ruang sidang.
Prestasi yang pernah diukirnya sebagai atlet pencak silat di kejuaraan internasional tak bisa menolongnya dari putusan Majelis Hakim.
Kapten Slamet yang menjadi Hakim di Pengadilan Militer I-02 Medan menjelaskan, Sertu Al Hadid jadi terdakwa dalam kasus penipuan dan penggelapan. Dari kasus ini, korban mengalami kerugian hampir Rp 1 miliar.
"Yang bersangkutan diputus karena telah melakukan tindak pidana penipuan. Total kerugian korban Rp 783 juta," kata Kapten Slamet.
Kapten Slamet merincikan bahwa penipuan yang menyeret nama Al Hadid terkait dengan rekrutmen calon siswa (casis) TNI. Sertu Al Hadid menjanjikan kepada korbannya dapat lulus.
"Terdakwa ini (terlibat) rekrutmen TNI dia itu menjanjikan kelulusan casis TNI. Namun faktanya tidak lulus orang-orang itu, makanya yang bersangkutan diputus dengan tindak pidana penipuan," ujar Kapten Selamet.
Sertu Al Hadid dalam perkara ini bekerja sama dengan terdakwa bernama Nina Wati. Nina sendiri saat ini juga menjadi terdakwa kasus penipuan.
"Itulah fakta persidangan tadi, disebut saudari Nina Wati finalnya dan ending dari uang-uang itu (Rp783 juta). Iya (memperkenalkan korban dengan Nina Wati) seperti itu," ungkapnya.
Sebelum bertugas di Kodam I/BB, Sertu Al Hadid pernah berdinas di Yonif 122 Pematang Siantar. Sertu Al Hadid menjanjikan kelulusan dalam seleksi masuk TNI dengan syarat menyerahkan sejumlah uang. Namun janji itu hanya bohong belaka. Para korban tetap gagal dalam seleksi, dan uang mereka raib hingga total mencapai Rp 783 juta. (*)
Editor : Bambang Harianto