Mantan Kepala Desa Sekapuk Didakwa Merugikan Desa Rp 56,7 Miliar

Reporter : -
Mantan Kepala Desa Sekapuk Didakwa Merugikan Desa Rp 56,7 Miliar
Kepala Desa Sekapuk, Abdul Halim

Abdul Halim sebagai Mantan Kepala Desa Sekapuk, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, didakwa berpotensi merugikan Desa Sekapuk sebesar Rp ± Rp.56.722.000.000. Dakwaan ini mengemuka dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Gresik dalam perkara nomor 24/Pid.B/2025/PN Gsk.

Dalam sidang perkara dugaan penggelapan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Indah Rahmawati menyampaikan, dugaan penggelapan itu terjadi saat Abdul Halim menjabat sebagai Kepala Desa Sekapuk periode tahun 2017 sampai dengan 2023. Abdul Halim selaku Kepala Desa Sekapuk pada saat itu bertanggungjawab sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan aset desa. Salah satunya bertugas untuk mengamankan aset desa dengan menyimpan aset desa sebagaimana Pasal 19 Peraturan Bupati Gresik nomor 18 tahun 2018 tentang Pengelolaan Aset Desa Jo. Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 1 Tahun 2016.

Baca Juga: Kesaksian Mencengangkan di Kasus Mantan Kepala Desa Sekapuk

Menurut Indah Rahmawati, di antaranya aset Desa Sekapuk, adalah aset desa berupa 9 sertifikat. Yakni berupa 8 sertifikat Tanah Kas Desa (TKD), yaitu Wisata Kebun Pak Inggih, Lapangan Desa, TPS3R, Sumur Kampung, Gedung TK/PAUD, Kantor BUMDes, Makam Islam, dan Sertifikat Masjid serta 1 sertifikat Tanah Pemerintah Kabupaten Gresik, yaitu 1 sertifikat Puskesmas Sekapuk dan 3 BPKB mobil, yaitu Alphard Nopol W 11 IB atas nama ASJUDI, Grand Livina nomor polisi (Nopol) L 1712 KQ atas nama KOKO, dan Mazda Nopol W 8835 DT atas nama ZAINUL QOHAR.

Di masa kepemimpin Abdul Halim, pada sekitar tahun 2020-2021, Abdul Halim juga dengan sukarela telah meminjamkan 2 Sertifikat tanah milik Abdul Halim di Desa Sekapuk dengan luas masing-masing ±500 m2 dan ±600 m2 serta 1 BPKB mobil Ertiga atas nama Sdri. Rif’atul Mubarokah yang merupakan istri Abdul Halim kepada BUMDes Sekapuk di Bank UMKM dan Bank BMT dengan tanpa adanya perjanjian secara tertulis.

Selanjutnya pada Jumat, 22 Desember 2023 bertempat di Kantor Balai Desa Sekapuk, telah terjadi serah terima jabatan antara Abdul Halim dengan saksi Ridlo’i selaku Penjabat (Pj) Desa Sekapuk dengan disaksikan oleh Perangkat Desa Sekapuk, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sekapuk, tokoh masyarakat dan beberapa warga Desa Sekapuk sebagaimana Daftar Hadir Pelantikan dan Serah terima jabatan PJ. Kepala Desa Sekapuk.

Pada saat itu, Abdul Halim yang sudah tidak lagi menjabat sebagai Kepala Desa Sekapuk tidak mau menyerahkan aset desa yang dikuasasinya kepada PJ. Kepala Desa Sekapuk dengan alasan sebagai jaminan karena BUMDes masih meminjam 2 sertifikat tanah dan 1 BPKB mobil Ertiga miliknya sebagai jaminan di Bank UMKM dan Bank BMT secara sepihak tanpa adanya persetujuan dari Perangkat Desa maupun pihak BUMDes.

Abdul Halim pulang ke rumah seolah-olah 9 sertifikat dan 3 BPKB mobil milik Desa Sekapuk adalah miliknya tanpa ada batas waktu yang jelas kapan akan dikembalikan, sehingga Ridlo’i tidak bisa melakukan tugasnya untuk melakukan pengelolaan dan pengamanan aset desa sebagaimana mestinya.

Selanjutnya perangkat Desa Sekapuk berupaya meminta kembali aset desa berupa 9 Sertifikat dan 3 buah BPKB mobil milik Desa Sekapuk dikembalikan ke Pemerintah Desa. Permintaan itu dilakukan beberapa kali oleh Perangkat Desa.

Pertama pada pada Jumat 15 Maret 2024. Mundhor selaku Sekretaris Desa Sekapuk bersama Zainul Kohar selaku Kasi Pelayanan Desa Sekapuk mendatangi rumah Abdul Halim untuk meminta aset desa berupa 9 Sertifikat dan 3 buah BPKB mobil milik Desa Sekapuk. Namun selaku Kasi Pelayanan Desa Sekapuk menolaknya dengan alasan BUMDes masih meminjam 2 sertifikat tanah dan 1 BPKB mobil Ertiga miliknya sebagai jaminan di Bank UMKM dan Bank BMT tanpa memberi kejelasan waktu kapan aset desa tersebut dikembalikan dan membiarkan sertifikat dan BPKB tersebut dalam penguasaannya seolah-olah barang tersebut adalah milik selaku Kasi Pelayanan Desa Sekapuk.

Baca Juga: Kesaksian Mencengangkan di Kasus Mantan Kepala Desa Sekapuk

Kemudian pada Senin 25 Maret 2024, Mundhor datang lagi ke rumah Abdul Halim bersama dengan Ridlo’i untuk meminta kembali aset desa yang dikuasai oleh Abdul Halim tersebut. Namun Abdul Halim tetap menolaknya dengan alasan yang sama dan tetap menyimpan dan menguasai aset desa tersebut seolah-olah miliknya.

advertorial

Pada Kamis 6 Juni 2024 di Kantor Balai Desa Sekapuk atas undangan dari Desa, Abdul Halim membawa aset desa berupa 9 Sertifikat dan 3 buah BPKB mobil milik Desa Sekapuk namun hanya untuk ditunjukkan ke Perangkat Desa Sekapuk, namun tetap tidak mau menyerahkan dan mengembalikannya ke Pemerintah Desa Sekapuk hingga akhirnya perkara ini diproses lebih lanjut ke Kepolisian.

Setelah diproses oleh Polres Gresik, Abdul Halim dijadikan tersangka. Dia disangka pasal 372 KUHPidana.

Abdul Halim meluruskan isu dugaan penggelapan sertifikat tanah dan BPKB mobil yang dituduhkan pada dirinya. Sertifikat yang dipermasalahkan Perangkat Desa Sekapuk tersebut ditunjukkan kepada Pj Kepala Desa Sekapuk Rido'i, Sekretaris Desa Sekapuk Mundhor dan Perangkat Desa lainnya.

Adanya sertifikat tanah dan BPKB mobil yang dibawa mantan Kades tersebut sebagai bukti bahwa aset desa tidak digadaikan ke bank dan orang lain. "Ini bukti bawah sertifikat tanah dan BPKB mobil aset desa masih utuh, tidak saya gadaikan ke bank," kata Abdul Halim.

Baca Juga: Kesaksian Mencengangkan di Kasus Mantan Kepala Desa Sekapuk

Lebih lanjut Abdul Halim menambahkan, pokok masalah keributan di Desa Sekapuk adalah hutang Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Sekapuk di Bank dengan jaminan sertifikat tanah dan BPKB mobil milik Abdul Halim.

"Sertifikat dan BPKB mobil sampai sekarang belum dikembalikan oleh Bumdes. Sehingga, hasil rapat Desa bersama perangkat, sertifikat aset desa dan BPKB mobil diamanahkan untuk dibawa oleh mantan Kades dan diserahkan kepada Kades terpilih," katanya.

Atas keributan di Desa Sekapuk, Abdul Halim sangat menyayangkan tindakan Pemerintah Desa Sekapuk yang diduga membiarkan terjadi keributan di desa. Bahkan, menyampaikan rencana unjuk rasa menggunakan pengeras suara di Mushola - Mushola, sehingga membuat dampak psikologi terhadap anak dan istri.

"Bahkan, anak dan istri saya di desa dituding sebagai istri pencuri. Padahal, saya ini berjuang untuk kebaikan dan kemakmuran desa. Sertifikat saya uruskan agar menjadi aset desa. Tapi balasan masyarakat dan perangkat desa ke saya sangat tidak baik dan dituding menggelapkan aset desa," ujarnya. (*)

Editor : Bambang Harianto